• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KEADILAN BERBASIS HATI NURANI

 Hati secara fisikal adalah bagian tubuh di dalam diri manusia. Hati sering disebut sebagai liver. Tempatnya berdekatan dengan jantung dan memiliki fungsi fisikal sebagai penetralisir racun-racun atau toxin-toxin di dalam peredaran darah. Jika jantung berfungsi memompa darah agar sampai ke bagian-bagian tubuh yang membutuhkan, maka hati berfungsi membersihkan peredarannya. Tetapi hati di dalam teks-teks suci memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai sebuah sistem  yang akan mengarahkan suatu tindakan yang mengarah kepada kebenaran atau keburukan.

Memang ada perdebatan apakah hati itu disebut sebagai liver yang fungsi fisikalnya seperti itu atau bukan, ataukah qalbu itu merupakan fungsi motorik otak, yang tugasnya adalah menimbang-nimbang terhadap apa yang harus dilakukan atau tidak. Ataukah hati merupakan ungkapan sistem otak manusia sebagai pusat motorik terhadap apa yang dilakukan. Liver dalam salah pandangan ahli,  tidak mengandung sistem saraf yang dapat memberi pertimbangan terhadap tindakan manusia.

Banyak orang yang memahami bahwa hati atau qalbu itu di dada, sehingga ketika seseorang akan melakukan tindakan yang tidak relevan dengan kata hatinya, maka terjadi getaran atau perdebaran yang kuat. Seperti hatinya berdebar-debar. Padahal yang berdebar-debar itu adalah jantung yang melakukan tindakan atas perintah otak yang sesungguhnya tidak sesuai dengan kata hatinya. Saya tidak akan mengikuti perdebatan ini, sebab saya bukan ahli untuk membahas tentang perdebatan yang rumit tentang fungsi hati atau liver atau otak perintah tersebut.

Tetapi yang jelas terdapat pernyataan Nabi Muhammad saw yang sangat populer di kalangan para da’i, dan juga masyarakat. Nabi Muhammad saw menyatakan: “inna fil jasadi la mudghoh idza sholuhat, sholuhat jasadu kullu wa idza fasadat, fasadat jasadu kullu ‘ala wahiya qalbu”. Yang artinya, “Di dalam tubuh manusia terdapat organ yang lunak, jika ia baik, maka baiklah tubuhnya, jika ia jelek, maka jelek-lah tubuhnya. Itulah yang disebut qalbu”.

Yang jelas bahwa di dalam tubuh manusia sesungguhnya sudah diberikan oleh Allah swt tentang sistem motoris yang terkait dengan kebaikan dan keburukan. Sistem motoris itu sudah built in di dalam tubuh manusia, sebab dialah yang akan mengarahkan apakah seseorang akan melakukan kebaikan ataukah keburukan. Jika ada seseorang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang benar, maka suatu kali jika dia mau mendengarkan kata hatinya, maka hatinya dalam suatu kesempatan itu akan berkata sesuai dengan mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi ketika hati sudah sangat hitam pekat, maka hati itu akan sulit mengatakan mana yang benar. Maka hati pun perlu dilatih agar suatu ketika bertanya tentang kebenaran.

Dalam perseteruan antara KPK dan Kepolisian yang menyita seluruh energi masyarakat ini, maka cobalah bertanya kepada hati nurani, bukan hanya sekedar logika dan kesadaran palsu. Bertanya kepada hati nurani yang paling mendasar. Pihak kepolisian, KPK, Jaksa dan Hakim serta pihak yang sedang dirundung masalah bertanya kepada hati nuraninya. Pak Susno, Pak Ritonga, Pak Antasari, Pak Bibit, Pak Candra, Pak Anggodo, Pak Anggoro, Pak Ari, dan sebagainya harus bertanya kepada hati nuraninya tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Jika hal ini mampu dilakukan maka perseteruan antar dua aparat negara yang dipicu oleh dugaan korupsi dan sebagainya akan sedikit diurai.

Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, KPK, MK dan Mahkamah Aung hakikatnya secara institusional adalah pihak eksternal terkait dengan   masalah ”keadilan”.  Keadilan sesungguhnya ada di dalam “hati Nurani”. Adil adalah perasaan dan hakikat kebenaran yang berbasis pada hati nurani. Tidak salah jika ada orang yang menyatakan bahwa ketika seseorang menghadapi sesuatu, maka tanyakanlah kepada “hati nurani”.

Allah sudah menciptakan di dalam diri ini, sebuah sistem yang menjadi penimbang terhadap semua tindakan yang dilakukan oleh manusia. Namun demikian, sistem penimbang itu juga harus sekali waktu diisi ulang. Jangan dibiarkan sistem penimbang tersebut menjadi hitam kelam. Sekali waktu harus digosok agar bisa menjadi sistem penimbang yang terus berfungsi mengarahkan kepada kebaikan. Hakikatnya, Allah menciptakan manusia adalah sebaik-baik ciptaan, “laqad khalaknal insana fi ahsanin taqwim, tsumma radadnahu asfala safilin.” Yang arti bebasnya adalah “Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai sebaik-baik ciptaan, kemudian Allah mengembalikannya kepada yang sejelek-jeleknya, serendah-rendahnya”. Dan orang yang bisa bertahan menjadi sebaik-baik ciptaan adalah yang beramal shalih. Amal shalih tidak akan muncul kecuali ada dorongan kalbu atau hati nurani yang mengajak kearah itu. Jadi kata kunci di dalam hidup ini adalah hati nurani.

Dengan demikian, keadilan akan dapat digapai manakala hati nurani berkata sesuai dengan apa yang terjadi dan tidak ada sedikitpun rekayasa di dalamnya. Tekanan kekuasaan, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain, tidak ada artinya jika hati nurani berkata jujur, sebagaimana jujurnya Siti Masyitah dalam cerita Nabi Musa ketika Beliau berhadapan dengan kekuasaan  dahsyat dari Fir’aun yang gigantic and powerfull.

Mungkin saja Siti Masyitah hanya diciptakan seorang saja di dunia ini, tetapi tindakannya  dalam mempertahankan prinsip yang berbasis  kata hatinya tentu akan dapat diteladani oleh umat sesudahnya.   

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini