PERLU HUKUMAN BAGI PENISTA AL QUR’AN (1)
PERLU HUKUMAN BAGI PENISTA AL QUR’AN (1)
Dalam dua hari pasca demonstrasi damai yang dilakukan oleh banyak kalangan umat Islam di Jakarta, saya memang sengaja tidak membaca berita melalui media cetak. Saya hanya memperhatikan berbagai macam tulisan di WA dari berbagai kelompok yang ada di hand phone saya.
Saya ingin dalam dua hari pasca demonstrasi tersebut pikiran saya tidak dijejali dengan berbagai komentar dan pandangan di seputar demonstrasi damai yang kemudian juga ada sedikit noda kekerasan di Penjaringan Jakarta Utara. Meskipun saya juga berkeyakinan bahwa yang menjadi actor untuk kerusuhan di akhir demonstrasi itu pastilah penumpang gelap.
Penjarahan, kekerasan dan sebagainya memang bisa dilakukan oleh siapa saja di saat terjadi kerumunan massa yang sedemikian besar. Dan inilah yang sesungguhnya saya khawatirkan semenjak semula, bahwa bisa saja demosntrasi ini akan dijadikan sebagai lahan kepentingan sesaat bagi orang atau sekelompok orang yang memiliki tujuan berbeda.
Namun demikian secara keseluruhan saya kira demonstrasi tanggal 4 Nopember 2016 adalah sebuah demonstrasi yang beradab. Saya melihat di media sosial betapa nuansa kemanusiaan di dalam demontrasi itu masih sangat kelihatan. Ada rasa kemanusiaan yang terbawa sedemikian kuat di antara para demonstran dengan aparat keamanan. Sungguh masih terjadi pemandangan yang menyenangkan melihat bahwa mereka saling memberi dan menolong.
Demonstrasi ini terbilang sangat besar. Semenjak reformasi terjadi di tahun 1998 sampai kini, maka demonstrasi yang dilakukan oleh eksponen lintas organisasi agama Islam ini terbilang yang paling besar. Memang tidak didapatkan jumlah yang pasti, akan tetapi menilik banyaknya peserta demontrasi, maka kiranya jumlah satu juta orang akan mendekati kenyataan.
Mereka juga terdiri dari lintas organisasi Islam. Motor gerakan demonstrasi ini adalah mereka yang selama ini dilabel dengan “kaum fundamental” dalam Islam. Misalnya, Ustadz Habib Rizieq, pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Ustadz Bachtiar Nashir dari Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (Ketua GNPFMUI), Munarman (panglima Lapangan), Abu Jibril (MMI), Zaitun Rasmin (Wakil Ketua GNPFMUI) dan sejumlah nama lainnya. Di antara para Kyai yang juga hadir adalah KH. AA Gym, Ustadz Yusuf Mansur, Ustadz Arifin Ilham, KH. Didin Hafiduddin, dan banyak lagi lainnya. Kemudian di antara Habaib juga ada yang datang dan lain-lain. Sementara politisi yang hadir adalah Fadly Zon (Gerindra), Fahri Hamzah (PKS) dan lain-lain.
Demonstrasi ini memang dihadiri oleh berbagai organisasi Islam, misalnya HTI, HMI, FPI, GNPFMUI, Muhammadiyah, MTA, dan sebagainya. Saya nyatakan organisasinya sebab mereka menggunakan bendera yang menggambarkan afiliasi keorganisasian yang bersangkutan. Tentu ada orang-orang dari organisasi seperti NU yang ikut meramaikan demonstrasi ini, akan tetapi karena atributnya tidak didapatkan, makanya keikutsertaan mereka tentu bersifat pribadi.
Secara umum, dapat dinyatakan bahwa demonstrasi ini memang berhasil untuk menggambarkan bahwa mereka bisa membawakan demonstrasi yang aman dan damai. Berdasarkan penilaian saya, bahwa sampai menjelang magrib, sebagai batas toleransi untuk melakukan demonstrasi yang sudah disepakatinya, maka demonstrasi berjalan dengan aman dan damai. Saya menyaksikan sendiri, bagaimana mereka kembali berjalan ke stasiun Cikini, atau kembali ke markasnya secara berangsur-angsur. Saya juga melintasi jalan Thamrin dari sisi Pusat Pertokoan Sarinah, dan mereka berjalan dengan damai untuk kembali ke markasnya masing-masing. Sementara juga ada yang kembali ke masjid Istiqlal dan ke tempat-tempat lainnya.
Kekhawatiran bahwa demonstrasi akan berakhir dengan kerusuhan dan bahkan juga akan terjadi penyusupan untuk membuat keonaran juga tidak terjadi. Bisa kita saksikan di lapangan atau media televisi betapa demonstrasi ini berjalan dalam koridor keamanan dan kedamaian.
Penilaian serupa juga kita dapatkan dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, seperti NU dan Muhammadiyah yang menyatakan bahwa demonstrasi ini berjalan dengan baik. Jadi, para demonstran sudah menunjukkan bahwa mereka bisa melakukan unjuk rasa dengan baik dan bermartabat.
Jika kemudian terjadi gesekan di sana-sini dan berakhir dengan tembakan gas air mata, maka hal ini dilakukan semata-mata karena massa sudah tidak bisa dikendalikan. Saya rasa memang ada saatnya, aparat harus bertindak tegas menghadapi demonstran yang sudah tidak lagi kondusif untuk diajak bicara dan bermusyawarah. Mereka adalah kelompok-kelompok kecewa dengan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta sekarang (nonaktif) dan memanfaatkan momentum ini untuk melakukan tindakan balasan. Bukankah yang terjadi kerusuhan di dalam demonstrasi ini adalah wilayah Penjaringan yang baru saja digusur untuk kepentingan tata ruang Jakarta. Lalu ada kelompok yang juga memanfaatkan kerusuhan tersebut untuk melakukan penjarahan terhadap minimarket. Semua ini merupakan rangkaian dari tindakan seseorang atau sekelompok orang yang memanfaatkan demonstrasi ini untuk kepentingan yang berbeda.
Komitmen untuk menjaga keamanan dan kedamaian di dalam pelaksanaan demonstrasi besar ini saya kira telah terpenuhi. Dan akhirnya kekhawatiran akan terjadi kerusuhan besar juga tidak terjadi, sehingga tudingan mereka yang Islampobhi bahwa pemeluk Islam selalu membawa kerusuhan akhirnya tidak terjawab.
Wallahu a’lam bi al shawab.
