• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HARI SANTRI ANTARA PENGAKUAN STRUKTUR DAN BUDAYA (1)

HARI SANTRI ANTARA PENGAKUAN STRUKTUR DAN BUDAYA (1)
Tanggal 22 Oktober dikenal akhir-akhir ini sebagai Hari Santri. Tahun lalu, Hari Santri dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo di Masjid Istiqlal Jakarta sebagai hari bersejarah tentang santri yang secara konstitusional memperoleh penetapan dari Presiden Republik Indonesia.
Upaya untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri tentu memperoleh dukungan dari banyak kalangan, meskipun juga ada yang merasa kurang sependapat tentang Hari santri tersebut. Secara fundamental tentu sependapat, hanya saja bahwa dengan penetapan Hari Santri tersebut seakan-akan hanya akan menguntungkan sedikit organisasi kemasyarakatan, sementara organisasi kemasyarakatan lainnya belum memperoleh tempat yang memadai.
Ada sejumlah kekhawatiran bahwa dengan ditetapkannya Hari Santri akan menyebabkan ada sekelompok masyarakat lainnya yang juga menuntut untuk memperoleh Hari yang sama, misalnya kelompok Abangan. Meskipun kekhawatiran ini tidaklah tepat sebab memang sudah tidak ada lagi dikhotomi Santri-Abangan, akan tetapi tentu penting juga untuk menjadi ingatan di antara kita, bahwa di masa lalu memang pernah terjadi realitas sosial keagamaan dan politis seperti itu.
Hari Santri memang ditetapkan di dalam momentum besar panggung sejarah umat Islam Indonesia. Yaitu peristiwa Pencetusan Gerakan Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Hadratusy Syekh KH. Hasyim Asy’ari. Resolusi Jihad menandai gerakan baru para santri dalam proses pembelaan terhadap Nusa dan Bangsa dari penjajahan asing.
Saya melihat ada beberapa fase tentang gerakan kaum Santri di dalam kontribusinya terhadap proses menuju Keindonesiaan. Pertama, fase pesantren sebagai tempat pendidikan agama dan keagamaan. Semenjak semula memang ideology pesantren adalah gerakan keagamaan. Pesantren, kyai dan santri merupakan sekelompok orang yang paling sadar tentang agamanya. Tidak hanya agama untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga untuk diajarkan. Jadilah pesantren dengan kyai dan santrinya merupakan sekumpulan umat Islam yang mengkaji tentang ilmu keislaman melalui metode yang khas.
Di era ini, maka system dan metodologi pembelajaran khas pesantren memperoleh pematangannya. Metode Wetonan, Sorogan dan Bandongan menjadi metode yang sangat masyhur di dalam proses pembelajaran di pesantren di Nusantara. Era ini menjadi penting sebagai pematangan umat Islam sehingga mereka memiliki kematangan atau kedewasaan beragama. Tanpa era ini, mungkin kita tidak akan melihat perkembangan pesantren yang sedemikian massiv di era berikutnya. Bayangkan misalnya berapa banyak alumni Pesantren Tebuireng, Pesantren Denanyar, Pesantren Rejoso, Pesantren Nurul Jadid, Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Pesantren Darun Najah, Pesantren Babakan Ciwaringin, Pesantren Mranggen, Pesantren Kajen dan sebagainya yang kemudian menjadi cikal bakal bagi pengembangan pesantren pada era sesudahnya.
Kedua, era pesantren dan kebangsaan. Masa ini ditandai dengan keberadaan pesantren sebagai pusat-pusat perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang. Militansi pesantren yang dibangun di era pertama menghasilkan semangat berjuang yang sangat tinggi. Di era ini muncullah Resolusi Jihad yang merupakan akumulasi dari keinginan pesantren untuk terlibat di dalam mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Perjuangan Kyai dalam Perang Rakyat Petani di Banten, Perang Diponegoro, Perang Aceh, Perang Sabil di beberapa tempat di Nusantara menandai keterlibatan para santri di dalam perjuangan bangsa. Di dalam Perang Diponegoro ternyata banyak kyai yang terlibat di dalamnya dan tentu juga para santri. Di dalam pembangkangan Petani Banten, bahkan beberapa mursyid Tarekat terlibat di dalamnya.
Pesantren menjadi pusat untuk melawan para penjajah. Ucapan Allahu Akbar untuk menandai perlawanan sebagaimana diungkapkan oleh Bung Tomo di seputar Perang Surabaya, menandai tentang bagaimana para santri itu terlibat di dalam perlawanan terhadap kaum penjajah yang akan kembali menguasai Indonesia. Penetapan tanggal 10 Nopember sebagai hari pahlawan, tentu dapat dikaitkan dengan peran santri di dalam perlawanan teradap kaum penjajah. Dengan ungkapan takbir yang menggema di seantero wilayah perlawanan dan menandai serangan demi serangan terhadap para penjajah tentu menjadi bukti historis yang kuat tentang peran kaum sarungan di dalam proses kemerdekaan bangsa.
Ketiga, era pesantren dengan perluasan peran kebangsaan. Era perlawanan terhadap kaum penjajah yang kemudian diakhiri dengan kemenangan bangsa Indonesia, maka memberikan peran pesantren dalam ruang yang lebih luas. Yaitu peran politik pesantren. Meskipun sangat banyak pesantren yang tidak terlibat di dalam politik, tetapi era pesantren politik saya kira bisa menjadi momentum penting untuk dicatat. Sebagaimana biasanya, bahwa peran politik pesantren itu bervariasi sesuai dengan pilihan politik kyainya. Ada pesantren yang berafiliasi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan ada pesantren yang berafiliasi kepada Golongan Karya (GOLKAR). Era ini juga ditandai dengan negaranisasi berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, keagamaan dan bahkan pesantren. Ada proses korporatisme Negara yang dilakukan untuk mendukung pemerintah di dalam menyelenggarakan program-program pembangunan.
Di era ini, pesantren terbelah ke dalam tiga pemilahan besar, yaitu pesantren politik yang mendukung Golkar, Pesantren politik yang mendukung PPP dan pesantren non-afiliatif politik. Meskipun akhirnya, fase ini runtuh juga dan kemudian pesantren kembali ke habitatnya sebagai lembaga pendidikan, akan tetapi fase ini merupakan realitas historis keterlibatan pesantren dengan dinamika zamannya.
Keempat, perluasan pesantren dalam kiprah pembangunan. Pasca era politik pesantren, maka terjadi perubahan orientasi pesantren yang semula hanya menjadi lembaga pendidikan agama atau tempat belajar kitab kuning, maka kemudian seirama dengan perubahan dan dinamika sosial yang terjadi, maka pesantren kemudian mengubah pandangan ideologisnya tidak hanya menjadi lembaga pendidikan agama, akan tetapi juga pendidikan berbasis pada keahlian multi disiplin. Maka, pesantren mendirikan pendidikan SMP atau SMA dan bahkan Sekolah Kejuruan. Inilah era baru pendidikan pesantren yang sebelumnya tidak terbayangkan, bahwa pesantren mengajarkan pendidikan berbasis umum. Di hampir kebanyakan pesantren, maka berdirilah lembaga pendidikan berbasis keahlian multi disiplin sebagai bagian dari tuntutan masyarakat akan kebutuhan yang terus berkembang.
Dan yang kemudian juga dilahirkan oleh pesantren adalah hadirnya lembaga ekonomi pesantren yang berkembang pesat. Ada banyak pesantren yang menjadi pusat pengembangan ekonomi umat. Perkembangan ini menandai betapa pesantren merupakan lembaga yang lentur terhadap tuntutan perubahan dan berkemampuan untuk menjawab perubahan zaman. Era akhir-akhir ini, banyak pesantren yang beramal usaha di bidang ekonomi di dalam kerangka membangun Gerakan Ekonomi Syariah.
Jadi pesantren dan santrinya memang telah memberikan sumbangan yang signifikan bagi bangsa ini, sesuai dengan tuntutan zaman yang berada di sekitarnya. Pesantren memang bisa menjadi institusi keagamaan yang multi fungsi sebagaimana tuntutan zamannya.
Selamat Hari Santri. Masyarakat terus menanti sumbangsih yang signifikan bagi perubahan menuju kebaikan dan kesejahteraan. Jangan pernah lelah untuk berubah di dalam kearifan yang menjadi ciri khasnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..