BERZIARAH KE MAKAM RASULULLAH SAW
BERZIARAH KE MAKAM RASULULLAH SAW
Salah satu agenda penting saya kala di Madinah adalah mengikuti shalat Jum’at di Masjid Nabawi. Siapapun saya kira tahu betapa pentingnya mengikuti shalat jamaah di masjid ini. Dan ini pula yang dikejar oleh jamaah haji kita kala berada di tanah suci Madinah.
Tentu tidak ada yang istimewa terkait dengan menjalankan shalat Jum’at itu. Nyaris semuanya sama dengan shalat Jum’at yang dilakukan di Indonesia. Jika di Indonesia, orang sering membedakan antara shalat Jum’at versi NU dan Muhammadiyah, maka di sini keduanya ada. Ada yang sama dengan NU dan ada yang sama dengan Muhammadiyah, ada yang beda dengan NU dan ada yang beda dengan Muhammadiyah. Makanya di cerita-cerita yang sering kita dengar, bahwa di Makkah dan Madinah itu, perbedaan antara Muhammadiyah dan NU tidak persoalan. Misalnya dalam shalat Jum’at saja, adzannya dua kali, hal ini tentu sama dengan NU di Indonesia. Tetapi kala membaca Fatihah tidak memakai lafadz Basmalah, artinya sama dengan Muhammadiyah. Jadi mempertentangkan NU dan Muhammadiyah di sini tidak lagi berlaku. Yang penting pokoknya shalat saja. Yang tidak boleh adalah tidak melakukan shalat.
Saya berangkat ke Masjid Nabawi jam 10.30 WAS. Meskipun jaraknya dekat dari Kantor Daker Madinah, akan tetapi kami diantarkan oleh Pak Masykur dengan Ford-nya. Tentu hanya dalam waktu 10 menit sudah sampai di Masjid. Seperti biasa kita lalu selfi di depan masjid, di bawah tenda-tenda otomatic yang didirikan di halaman Masjid Nabawi. Kami minta tolong pada pelayan kebersihan Masjid Nabawi untuk kepentingan foto tersebut.
Kami tidak bisa lagi mendekati Raudhah sebab jamaahnya memang membludak. Kami menempati shaf pertama di dalam masjid tepat di bawah tenda yang didirikan di dalamnya. Jaraknya memang tidak jauh dari Raudhah. Masjid ini penuh sesak dengan jamaah, mungkin penduduk setempat dan juga jamaah haji yang belum pulang ke kampung halamannya. Saya sempat melihat beberapa jamaah haji dengan tanda khususnya, Lambang Bendera Indonesia, Merah Putih dan tanda-tanda jamaah lainnya. Senang juga melihat orang Indonesia, jamaah Haji yang menggunakan atribut-atribut khusus seperti itu. Tanda-tanda ini yang membuat jamaah haji Indonesia begitu dikenal di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Saya menjadi ingat kala kami, memasuki Masjidil Haram, maka petugas pintu King Fahd menyatakan: “Andanusia, Andanusia” maka lalu saya jawab sekenanya, “aiwa”. Mereka melafalkan Indonesia dengan ucapan seperti itu.
Di dalam khotbahnya yang menggunakan bahasa Arab, saya sempat perhatikan beberapa kata kunci penting. Pertama, khatib ini menyebutkan nama Nabi Muhammad, saw dengan sebutan Sayyidina Muhammad terutama di awal khutbah. Kedua, beliau menekankan tentang pentingnya menjaga Islam ala sunni. Islam ala sunni telah melakukan yang terbaik bagi umat Islam di dunia. Kita harus terus menerus untuk menjaga dan mengembangkan Islam ala sunni ke seluruh dunia agar Islam yang memberikan kedamaian dan ketentraman akan dapat dilakukan. Ketiga, agar umat Islam terus memerangi terhadap hal-hal yang churafat dan bidh’ah di dalam beragama. Islam harus terus dimurnikan dengan ajaran yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Sebagaimana khutbah Shalat Jum’ah di Indonesia, maka khutbah pertama dan kedua terdapat jeda waktu. Hanya saja di sini jeda waktu tersebut sangat pendek, sehingga untuk berdoa pendek saja tidak cukup waktunya.
Usai shalat Jum’at, saya pun bergegas menuju makam Rasulullah. Ternyata peminat mengunjungi makam Rasulullah itu luar biasa. Saya harus keluar masjid, sebab area Raudhah ditutup dengan kain pembatas dan dijaga dengan ketat oleh asykar. Dengan pakaiannya yang khas mereka menjaga Raudhah agar jamaah shalat Jum’at tidak memasuki kawasan itu. Gelombang jamaah Shalat Jum’at yang ingin berziarah memang sangat banyak. Di sinilah akhirnya semua berebut masuk. Benar-benar penuh sesak. Kita berhimpitan luar biasa. Begitulah kiranya orang ingin menziarahi makam Nabi Muhammad saw.
Kita berebut, berhimpitan dan berdesakan menuju satu titik makam Rasulullah Muhammad saw. Saya berhimpitan didahului oleh Pak Farid dan sebelah saya Pak Buchori, sementara itu Pak Syihab di depan dan berhimpitan dengan Pak Syafrizal. Sungguh-sungguh butuh perjuangan untuk bisa sampai ke area makam Rasulullah Muhammad saw ini. Pelan-pelan akhirnya sampai juga untuk melintas di depan makam Rasulullah, dan para sahabatnya. Tumpahlah bacaan-bacaan dan doa kepada Nabi Muhammad saw itu di saat melintas makam beliau.
Begitu selesai tidak terasa meleleh air mata sebagai penanda keberhasilan untuk mengunjungi makam manusia agung, Nabiyullah Muhammad saw. Ada rasa bahagia yang tidak terkirakan. Kebahagiaan yang datang melalui perjuangan untuk mencapai tujuan. Kami berpelukan dengan Pak Syihab usai bisa bersama-sama mengunjungi makam Rasul yang mulya ini.
Kala kita berjalan di halaman masjid Nabawi, saya nyatakan kepada Pak Syafrizal bahwa untuk memperoleh kebahagiaan itu memang membutuhkan usaha bahkan jihad. Dan rasanya untuk bisa mengunjungi makam Rasulullah pun perlu berjihad. Ya Rasulullah jadikan kami umatmu yang mencintaimu dan yang terus menjalankan ajaran agamamu. Jadikan kami umatmu yang terus mengembangkan Islam sebagaimana yang Engkau ajarkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
