MENGUNJUNGI MASJID NABAWI
MENGUNJUNGI MASJID NABAWI
Jam 09.00 WAS, saya dan tim kembali menelusuri jalan dari Makkah al Mukarramah menuju ke Madinatun Nabawi. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu kira-kira 4,5 jam. Perjalanan yang panjang. Namun dengan jalan bebas hambatan, maka jarak tersebut terasa tidak jauh. Kendaraan dipacu dengan kecepatan rata-rata 140 KM perjam. Kendaraan yang andal tentu membuat perjalanan panjang ini terasa nyaman saja. Buktinya, saya bisa tertidur meskipun tidak lama.
Sebagaimana perjalanan kami dari Jeddah ke Mekkah, maka sepanjang perjalanan dari Makkah ke Madinah juga memiliki kesamaaan itu. Wilayah yang kering kerontang. Berbukit-bukit, hamparan bebatuan dan pasir sepanjang mata memandang. Warna udara yang kelihatan keruh sebab sering terjadi semacam putting beliung yang menghamburkan pasir ke atas. Beberapa kali saya lihat ada putting beliung berupa pasir yang berputar-putar dengan menjulang tinggi. Jika di desa saya dahulu orang menamakannya dengan angin lesus atau pusaran angin yang menerbangkan debu ke udara. Dan jika besar bisa menghancurkan bangunan rumah.
Sepanjang perjalanan sungguh kami rasakan betapa panas itu menyengat. Hampir tidak dijumpai lalu lalang orang. Hanya hamparan bebatuan dan gurun pasir yang diselimuti cuaca panas mengganas yang terdapat di wilayah ini. Binatang tentu enggan hidup di daerah dengan keadaan seperti ini. Hanya binatang tertentu saja yang bisa hidup dan bertahan di tengah cuaca panas terik di Arab Saudi.
Sepanjang perjalanan kami sempat melihat beberapa unta yang dipelihara. Mungkin jumlahnya banyak tetapi tentu tidak terlihat. Selain itu juga ada kera-kera yang berkeliaran di jalan bebas hambatan itu. Ada tiga atau empat kera yang memakan buah-buahan yang kiranya sengaja dilempar untuk menjadi makanannya. Gemuk benar kera-kera itu. Rasanya mereka datang dari gunung di sebelah jalan yang tempatnya cukup jauh. Sayangnya saya tidak bertanya apa nama gunung itu.
Kami sempat untuk mengisi perut di tengah perjalanan. Sama seperti tahun lalu, saya juga berhenti di tempat ini. Biasa di dalam perjalanan pastilah pertama yang dicari jika berhenti adalah toilet. Ada kebutuhan yang tidak bisa diwakilkan. Pak Farid memesan makanan. Ternyata makanan yang lezat. Lauk ikan dan nasi kebuli. Porsinya sangat besar. Jumbo. Rupanya takarannya orang Arab. Jadi kami tidak bisa menghabiskan nasi yang disediakan. Separuh saja sudah untung.
Kami sampai di Kantor Urusan Haji (KUH) jam 13.30 WAS. Kami langsung istirahat sampai jam 17.00 WAS. Kami berlima lalu menuju ke Masjid Nabawi. Kami merangsek ke depan sampai di arena Raudhah bagian luar. Karena tempat Raudhah sudah ditutup, maka kami harus memutar keluar masjid lalu masuk ke wilayah Raudhah. Semula kami harus duduk berdesakan, namun kala shalat Maghrib dilakukan ternyata kami semua mendapatkan tempat untuk melakukan shalat. Alhamdulillah, kami bisa melakukan shalat dan meneruskannya dengan membaca Al Qur’an dan dzikiran.
Kami memang sengaja untuk terus di tempat itu sampai shalat Isyak. Rasanya menyenangkan juga bisa mengikuti shalat jamaah di masjid Nabawi. Meskipun hanya shalat Maghrib dan Isyak. Akan tetapi rasanya memang sangat menyenangkan.
Shalat di tempat ini juga dikejar oleh jamaah haji Indonesia. Mereka harus melakukan jamaah empat puluh kali di Masjid Nabawi. Itulah sebabnya, jamaah haji Indonesia harus bertempat tinggal di Madinah selama kurang lebih delapan hari. Perhitungannya adalah bisa shalat jamaah 40 kali tersebut.
Apapun resikonya, jamaah haji Indonesia harus mencapai empat puluh kali shalat jamaah. Mereka selalu menggunakan strategi untuk mencapai angka ini. Ada yang melakukannya dengan strategi shalat shubuh berjamaah lalu pulang ke pemondokan, terus kembali saat menjelang shalat Dhuhur dan diteruskan dengan shalat Ashar, lalu kembali ke pemondokan. Lalu shalat maghrib dan diteruskan dengan shalat Isyak. Setelah itu mereka baru istirahat di hotel untuk tidur.
Hampir seluruh jamaah haji menggunakan metode ini. Kecuali yang tempatnya memang sangat berdekatan dengan Masjid Nabawi.
Tentu mengikuti shalat jamaah di Masjid Nabawi memiliki pengalamana spiritual tersendiri. Bagaimanapun seseorang akan merasakan betapa indahnya shalat di Masjid Nabi Muhammad saw. Orang merasakan shalat berdekatan dengan tempat Rasulullah dimakamkan. Makanya, sebagian besar jamaah yang mengikuti shalat melanjutkannya untuk ziarah ke makam Nabi Muhammad, saw, Makam Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Ustman dan Sayyidina Ali.
Peristiwa-peristiwa religious semacam ini yang rasanya juga menjadi penyebab mengapa seseorang ingin secara terus menerus untuk berziarah dan melakukan perjalanan ke tanah Suci Makkah al Mukaramah maupun ke Madinatun Nabawi. Sangat sulit rasanya untuk menyalahkan kenapa orang berkeinginan untuk menjumpai makam Nabi Muhammad selama hidupnya dan berhaji juga beberapa kali.
Hanya karena factor banyaknya calon jamaah haji yang menginginkan berhaji dan factor daftar tunggu yang panjang saja yang akhirnya harus mengesahkan bahwa haji dapat dilakukan sekali saja seumur hidup. Hanya Allah saja yang tahu bagaimana hal ini harus terjadi.
Wallahu a’lam bi al shawab.
