BISA MELAKUKAN UMRAH
BISA MELAKUKAN UMRAH
Tidak seperti tahun lalu, yang waktunya sangat terbatas, hanya tiga hari di Arab Saudi, akan tetapi untuk tahun 2016 ini, saya memang meminta waktu agak sedikit lebih longgar, yaitu lima hari di Arab Saudi. Makanya, untuk tahun ini rasanya lebih bisa menyesuaikan waktu dengan kondisi fisik yang memang sudah saatnya dipikirkan. Sudah harus menghindari berkejar-kejaran waktu dengan kegiatan. Sudah saatnya untuk berintrospeksi diri.
Sesuai dengan alokasi waktu tersebut, maka berdasarkan pembicaraan dengan tim Jakarta dan Tim Arab Saudi, maka jadwal waktu untuk perjalanan di Arab Saudi diatur untuk ke Mekkah Al Mukarramah terlebih dahulu. Perjalanan ke Mekkah juga dilakukan siang hari setelah semalam sempat beristirahat di Jeddah. Jam Sembilan WAS kami berangkat dengan kendaraan darat (Mobil Ford) yang bertepatan dikemudikan oleh Pak Masykur yang Orang Madura. Dengan kecepatan rata-rata 140 KM perjam, maka perjalanan ke Mekkah ditempuh dalam waktu 2,5 jam. Kami sudah berpakaian ihram semenjak di Jeddah. Bisa dipahami, sebab salah satu miqat bagi jamaah umrah adalah Jeddah.
Udara memang sangat panas. Jauh lebih panas dibandingkan udara di Jakarta atau Surabaya. Kira-kira 48 derajat Celsius. Udara yang sangat panas tentu. Di dalam perjalanan panjang itu yang bisa dilihat hanyalah hamparan gunung, lembah dan perbukitan yang terdiri batu dan pasir. Jika ada pepohonan hanyalah pohon-pohon perdu, yang meranggas dan tidak lagi berwarna hijau. Kecoklat-coklatan. Maklumlah udara yang sangat panas tentu membakar dedaunan pohon tersebut. Saya pun berpikir bagaimana pohon bisa hidup di tengah terik panas matahari yang membakar tersebut. Dengan nada gurau Pak Syafrizal menyatakan bahwa di Arab ini langitnya pendek atau buminya yang tinggi, sehingga udaranya panas sekali.
Sepanjang perjalanan tidak didapati lalu lalang orang. Seingat saya ada ada seorang yang berjalan di pinggir jalan. Hanya ada mobil-mobil berbagai merek dengan laju yang sangat tinggi. Juga ada beberapa bangkai kendaraan yang kelihatannya terbakar. Saya terpikir bagaimana di tempat seperti ini terdapat kehidupan. Bagi saya alam sungguh tidak bersahabat. Selain itu juga ada beberapa bekas bangunan yang ditinggalkan begitu saja. Rasanya, bangunan itu adalah bekas tempat usaha makanan yang ditinggalkan karena izin usahanya yang telah habis.
Saya, Pak Syihab, Pak Syafrizal, Pak Buchori dan Pak Farid bergegas ke Masjidil Haram. Kami turun di tol samping masjid dan langsung ke Toilet untuk buang air kecil dan juga berwudlu. Kami menuju Ka’bah melalui pintu King Fahd. Kami langsung ke Ka’bah untuk mengerjakan umrah. Sungguh senang bisa kembali hadir di Rumah Allah yang suci ini. Tanpa terasa meleleh air mata bening membasahi pelupuk mata. Ada rasa haru, senang dan bahagia. Mungkin inilah yang membuat orang ingin berkali-kali datang ke Rumah Allah yang suci ini. Perasaan yang campur aduk, bergerak-gerak di antara keharuan, kesenangan dan kebahagiaan.
Prosesi untuk umrah pun kami lakukan. Kami bersama-sama bergerak untuk melakukan shalat, thawaf dan juga berdzikir. Acara di seputar Ka’bah diakhiri dengan shalat dan berdoa di Hijir Ismail. Di sinilah rasanya semua ingin disampaikan kepada Allah subhanallahu wata’ala. Karena lamanya Pak Syihab berdoa lalu menjadi bahan godaan. Akhirnya beliau menyatakan bahwa dia berdoa “Ya Allah kembalikan WTP-ku”. Selalu ada hal-hal yang bisa ditertawakan bersama.
Kami menuju ke tempat melakukan Sya’i. melalui pintu hijau, kami menuju tempat Shafa. Di situ kami berniat dan berdoa dan melambaikan tangan ke arah Ka’bah. Prosesi sya’i dari Bukit Shafa ke Marwah pun dilakukan. Di tahun 2000 dan tahun 2003 kala saya melakukan ibadah haji, maka kaki kita bisa menyentuh bebatuan di bukit Shafa dan Marwah. Tetapi kini tempat bebatuan itu sudah ditutup dengan pembatas kaca. Pasca menyelesaikan sya’i, saya katakan, bahwa diperlukan kaca pembatas di bebatuan Bukit Shafa dan Marwah, sebab ada kekhawatiran bebatuan itu dicungkil untuk dijadikan Batu Akik. Kami berlima pun tertawa lepas.
Sungguh bahwa putaran thawaf di Ka’bah itu merupakan sesuatu yang sangat religious. Kita bisa berdoa sambil air mata bercucuran, bisa menangis, bisa merasakan kekuatan adi kodrati yang tidak bisa dirasakan di tempat lainnya. Saya berkeyakinan bahwa Rumah Suci Allah ini memang memiliki kekuatan spiritual yang sangat menakjubkan. Di saat seperti ini segala doa untuk diri, keluarga, bangsa dan negara bisa dilantunkan. Orang bisa berdoa untuk istri atau suaminya, anak-anaknya, cucu-cucunya, keluaga lainnya bahkan juga untuk bangsa.
Oleh karena itu tidak salah kiranya, jika di setiap keberangkatan jamaah haji lalu Menteri Agama dan para pejabat lainnya menitipkan doa untuk bangsa, agar bangsa ini menjadi lebih baik di masa depan. Indonesia ke depan menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Wallahu a’lam bi al shawab.
