• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGELOLA HAJI BAGI KEMENTERIAN AGAMA (1)

MENGELOLA HAJI BAGI KEMENTERIAN AGAMA (1)
Pemberitaan tentang haji selalu menarik. Ada human interest di dalam penyelenggaraan haji dimaksud, sehingga banyak mata yang selalu mengamati terhadap penyelenggaraan haji. Bahkan begitu besarnya minat para pemerhati tersebut, maka tidak dapat dipungkiri bahwa sering terjadi berbagai bias terkait dengan pemberitaannya.
Sesungguhnya, Kemenag tersebut menyelenggarakan ibadah haji karena amanah Undang-Undang No 13 Tahun 2008, tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, maka penyelenggara ibadah haji adalah pemerintah dan otoritas penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Kementerian Agama.
Memang penyelenggaraan haji di Indonesia sangatlah kompleks. Bukan hanya dari jumlah jamaah haji yang merupakan terbesar di dunia, akan tetapi juga variabilitas jamaah hajinya yang sangat variatif. Mulai dari pendidikan, status ekonomi, status pemahaman agama dan juga asal jamaah yang berasal dari seluruh Indonesia. Makanya kompleksitas penyelenggaraan haji sangatlah kentara.
Sebagai penyelenggara ibadah haji yang sudah bertahun-tahun dilakukannya, akan tetapi kenyataannya juga masih mengalami beberapa kendala. Misalnya, kendala tahun lalu (2015) di mana Visa untuk jamaah haji terlambat, sehingga memicu reaksi berlebihan dari beberapa elemen masyarakat kita. Seharusnya dipahami bahwa otoritas Visa itu adalah kewenengan Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia, sehingga tugas pemerintah adalah fasilitator dan bukan penentu. Sehingga jika ada keterlambatan tersebut tentu bukanlah kesalahan mutlak Kemenag sebagai penyelenggara Ibadah Haji.
Kemudian yang tidak kalah menarik adalah mengenai kuota Jamaah Haji. Pemerintah tentu sudah melakukan upaya maksimal untuk menyiapkan agar seluruh kuota terpenuhi. Kenyataannya memang sampai hari terakhir pengisian kuota terpenuhi. Namun di tengah jalan, setelah tidak memungkinkan pengusulan visa dilakukan karena sudah closed untuk pengusulan visa, maka jika kemudian terjadi kendala pemberangkatan haji, misalnya karena sakit, meninggal atau batal berangkat, maka itulah yang menyebabkan terjadinya gagal berangkat, sehingga kuota seakan-akan masih tersisa.
Yang sesungguhnya terjadi adalah ketidakmungkinan penggantian Jemaah haji lainnya sebab waktu yang tersedia untuk visa sudah tidak ada lagi. Beberapa tahun yang lalu, sisa kuota seperti ini bisa diisi dengan diskresi sebab jarak waktu pelunasan terakhir dengan penerbitan visa masih memungkinkan waktunya. Namun diskresi ini mengandung masalah sebab yang berangkat bukanlah orang yang sesuai dengan urutan. Asal mereka sudah terdaftar dan bisa melunasi dalam waktu yang cekak dan peluang untuk memperoleh visa masih mungkin, maka yang bersangkutan bisa berangkat.
Beberapa tahun terakhir Kemenag tidak lagi menggunakan kebijakan diskresi, artinya jika ada kuota yang tidak terisi, maka yang dilakukan dengan memberikan nomor porsi tersebut kepada urutan berikutnya. Demikian seterusnya. Dan berdasarkan pola ini, maka seluruh kuota sebanyak 165.800 jemaah haji bisa terisi. Jadi sampai closing date, maka seluruh kuota haji telah terpenuhi. Tidak ada sisa sedikitpun.
Hanya saja yang menjadi masalah adalah di kala proses visa sudah ditutup dan kemudian ada yang batal karena factor fisikal dan lainnya, maka dipastikan bahwa pengisian Jemaah atau seat yang kosong tidak akan bisa dilakukan. Inilah yang menyebabkan ada banyak seat kosong yang tidak bisa terisi di musim haji tahun berjalan. Problem inilah yang bisa memicu masalah sebab seakan-akan Kemenag membiarkan seat kosong, sementara jamaah haji tunggu jumlahnya mencapai ratusan ribu orang.
Di dalam konteks seperti ini, maka Kemenag mestinya tidak bisa disalahkan atau bahkan dianggap sebagai mismanagement dalam penyelenggaraan haji. Kesalahan ini benar-benar accident yang tidak mudah diselesaikan. Misalnya mengganti Jemaah yang meninggal, sakit atau sebab lain di saat visa sudah ditutup oleh Kedutaan Besar Saudi Arabia di Indonesia.
Apa yang bisa dilakukan jika situasi seperti ini terjadi. Makanya, menurut saya jika kemudian banyak orang yang merasa tiba-tiba menjadi ahli di bidang perhajian, maka orang tersebut sesungguhnya tidak memahami problem perhajian di Indonesia yang memang kompleks.
Memang harus diakui bahwa banyak orang yang merasa bisa menyelenggarakan haji secara perfect dengan membandingkan dengan pelaksanaan haji di tempat lain. Katakanlah Tabung Haji Malaysia. Tetapi orang lupa bahwa jumlah jamaah haji Indonesia itu sembilan kali lipat dibandingkan dengan jumlah Jemaah haji Malaysia.
Dengan demikian, seharusnya para ahli melihat persoalan haji di Indonesia dengan kompleksitas dan kekhasannya, sehingga para ahli itu tidak terjatuh ke dalam penilaian yang mengandung bias dan selalu “menyalahkan”.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..