ANNUAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES
Departemen Agama memiliki kerja besar terkait dengan pengembangan Islamic Studies. Yaitu acara Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke 9, yang dilaksanakan tanggal 2-5 Nopember 2009, di The Sunan Hotel Surakarta, dengan penyelenggaranya adalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Surakarta bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia. Acara ini merupakan puncak dari kegiatan akademis yang diselenggarakan setiap tahun oleh Departemen Agama. Di dalam acara ini disajikan berbagai hasil penelitian, makalah atau karya akademik yang terkait dengan pengembangan Islamic Studies.
Persoalannya adalah mengapa harus ada acara konferensi tahunan tentang Islamic Studies. Apa relevansinya dengan bangunan relasi antara agama, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Acara konferensi yang dilakukan setiap tahun ini memang memiliki makna penting, yaitu sebagai ekspose berbagai karya akademisi di Departemen Agama. Selain dihadiri oleh Menteri Agama, maka acara ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat eselon satu dan dua serta seluruh rektor PTAIN, Guru besar, nara sumber dan penyaji makalah terpilih.
Secara umum, materi yang disajikan adalah tentang: Merumuskan Kajian Keislaman di Indonesia, Pengalaman Mengelola Kajian Keislaman, Arah kajian Keislaman. Materi tersebut disajikan oleh ahli keislaman dalam dan luar negeri. Dari Mesir adalah Prof. Dr. Abd el Daim Nussair (Mantan Pembantu Rektor bidang Pascasarjana Universitas Al Azhar Kairo), Prof. Dr. Abdel Rahem Mohamed Adel Rahim Ibrahim (Direktur Pusat Studi Bahasa Arab dan mantan Dekan Fakulti Adab dan Humaniora Universitas Suez Canal Ismailia Mesir), Dr. Ghaleb El Arraisi (VP Finance & Administration Global University Beirut Lebanon).
Sedangkan hasil karya akademis dari Guru Besar dan Dosen PTAIN dapat dikategorikan sebagai berikut: Kajian Filosofis sebagai Dasar Pengembangan Kajian Keislaman di PTAI”, “Merumuskan Paradigma Kajian Keislaman di PTAI”, “Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman di PTAI”, “Posisi Kajian Keislaman dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Perspektif Ekonomi), “Posisi Kajian Keislaman dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Perspektif Hukum), “Integrasi-Interkoneksi Kajian keislaman di PTAI”, “Rekonstruksi Metodologi Kajian keislaman di PTAI”, “Relevansi Kajian Keislaman di PTAI dengan kemanusiaan dan Keindonesiaan”, “Posisi Kajian Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Perspektif Kesejahteraan Sosial).”Posisi Kajian Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Perspektif Pendidikan)”, “Posisi Kajian Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Perspektif Politik)”, “Posisi Kajian Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Perspektif Sosial Budaya dan Wawasan Kebangsaan)”, “Posisi Kajian Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Kajian Sains dan Teknologi)”.
Jika mengamati terhadap tema-tema diskusi di ACIS, maka tampak bahwa ada keinginan kuat untuk menjadikan PTAI sebagai pusat pengembangan Islamic Studies Multidisipliner. Setiap tema yang dibahas dikaitkan dengan berbagai pendekatan, seperti ekonomi, politik, budaya, sosial dan juga sains dan teknologi. Selain itu juga ada kecenderungan yang kuat untuk mendialogkan kebangsaan dan kenegaraan dalam kaitannya dengan pengembangan Islamic studies. Pengembangan ilmu keislaman yang seperti ini tidak akan dapat dicapai jika tidak menggunakan pendekatan multidisiplin. Makanya, diperlukan suatu proses saling menyapa antara ilmu-ilmu agama yang normatif dengan ilmu-ilmu sosial, humaniora, sains dan teknologi. Hasilnya adalah berbagai pendekatan yang disebut sebagai integrasi dan interkoneksi. Melalui pendekatan tersebut, maka yang dihasilkan adalah ilmu keislaman yang multidisipliner. Proses saling menyapa tersebut dianggap penting sebab dewasa ini ilmu pengetahuan akan dapat berkembang melalui proses saling menerima dan memberi yang menghasilkan pembidangan ilmu yang disebut ilmu pengetahuan multidisipliner.
Proses saling menyapa tersebut sudah banyak dilakukan oleh mahasiswa di tingkat doktoral. Ada banyak kajian disertasi yang ditulis dengan menggunakan pendekatan multidisipliner tersebut. Ambil contoh disertasi di Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, maka dapat diketahui bahwa banyak disertasi yang ditulis dalam relasi antara ilmu agama dengan ilmu sosial atau budaya. Di dalam kerangka ini, maka didapati kajian sosiologi fiqih, sosiologi hukum, sosiologi Islam, antropologi Islam, sosiologi politik Islam dan sebagainya.
Jika banyak kajian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan multidisipliner seperti ini, bukan berarti bahwa kajian Islam murni lalu ditinggalkan. Kajian ini tetap penting sebab mesti harus ada yang merawat dan mengembangkan kajian Islam murni dalam rangka pengembangan pure Islamic studies.
Dengan demikian, perbincangan tentang Islamic studies ke depan akan menjadi bermakna jika kita tetap menggunakan dua proses yang sama-sama seimbang, yaitu pengembangan Islamic studies multidisipliner dan pure Islamic studies. Jadi, sosok ilmu keislaman ke depan adalah sebagaimana menara kembar (twin towers) yang saling terhubung, yaitu ilmu keislaman multidisipliner yang antara satu dengan lainnya saling menyapa dengan tetap tegak mengembangkan ilmu keislaman murni sebagai core Islamic studies yang pernah berjaya di masa lalu.
Wallahu a’lam bi al-shawab.