• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KESEJAHTERAAN LAHIR DAN BATIN ITULAH KEBAHAGIAAN (1)

KESEJAHTERAAN LAHIR DAN BATIN ITU BAHAGIA (1)
Saya ingin membahas sekali lagi tentang penjelasan saya pada waktu memberikan arahan di dalam kerangka pemilihan Keluarga Teladan Nasional. Saya sebenarnya gamang juga kala memberikan pengarahan ini, sebab dari sisi usia, pengalaman dan pengabdian kehidupan tentu keluarga-keluarga yang terpilih di dalam ajang kompetisi keluarga sakinah ini sudah tidak diragukan lagi.
Tetapi karena factor struktual, sehingga saya harus berbicara di tengah perhelatan untuk menemukan keluarga teladan tingkat nasional yang memang dilakukan setiap tahun. Saya merasakan bahwa mereka yang hadir sebagai kontestan di dalam ajang kompetisi keluarga sakinah ini merupakan orang yang memang benar-benar menjadi teladan dalam upaya pengembangan masyarakat dalam kapasitasnya masing-masing.
Saya terus terang yang sering melakukan kritik terhadap pengukuran kebahagiaan yang lebih menggunakan ukuran fisikal ketimbang spiritual. Berdasarkan ukuran fisikal itu lalu ditentukan berapa indeks kebahagiaan yang didapatkan oleh keluarga Indonesia. Jadi ukurannya adalah seberapa pencapaian fisikal yang didapatkannya.
Pandangan kebahagiaan dari fisikal adalah tipe pemikiran positifistik yang selalu berproposisi bahwa ukuran untuk menentukan segala sesuatu adalah fisik atau materi dan terukur secara kuantitatif. Melalui pengukuran kuantitatif ini maka akan dikategorikan berapa besaran kebahagiaan yang diperoleh secara makro dan agregat. Dengan demikian, kebahagiaan diukur berdasarkan indikasi-indikasi fisikal atau material yang lebih menggambarkan hal-hal yang bercorak lahiriyah.
Cobalah kita simak beberapa indicator kebahagiaan itu, yaitu: pekerjaan, pendapatan, pendidikan, keadaan rumah tangga, keadaan anak, keamanan lingkungan, hubungan dengan lingkungan sosial, status sosial dan sebagainya. Semua ini merupakan indikasi fisikal seseorang di dalam dunia sosialnya. Dengan kata lain, bahwa kebahagiaan tidak menggambarkan posisi spiritual yang bersangkutan.
Di dalam konsepsi agama, maka kehidupan itu tidak hanya terdiri dari hal-hal yang bercorak fisikal, akan tetapi juga yang bercorak spiritual. Kebahagiaan merupakan perpaduan antara kehidupan fisikal dan spiritual itu. Makanya, di dalam banyak hal, banyak orang kaya tetapi hidupnya tidak menyenangkan, terpuruk bahkan berbunuh diri. Ada banyak orang yang secara sosial sangat berpengaruh, tetapi jiwanya kosong tidak berisi. Sementara ada orang yang secara material mestinya jauh dari kata bahagia, akan tetapi mereka merasakan kehidupannya yang cukup.
Lalu, pertanyaannya apakah ukuran fisikal itu relevan untuk mengukur kebahagiaan. Jawabannya tidak cukup. Saya kira Rudolf Wage Soepratman sangat bagus menciptakan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dengan baitu “bangunlah Jiwanya, Bangunlah badannya untuk Indonesia Raya.” Lagu yang sangat indah dalam kerangka memberikan arahan tentang pembangunan di Indonesia. Kita tidak boleh terlena hanya membangun fisiknya saja akan tetapi juga membangun rohani atau jiwanya.
Islam mengajarkan bahwa harus ada keseimbangan antara dunia fisik dan spiritual. Ada banyak ayat dan hadits Nabi Muhammad saw yang mengajarkan tentang hal ini. Islam sangat mengajarkan tentang ketentraman batin atau keselamatan batin. Ketenangan batin bukan ditentukan oleh banyaknya finansial yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi ditentukan oleh sebarapa yang bersangkutan ingat atau dzikir kepada Tuhannya. Dzikir merupakan instrument untuk memenuhi gelegak spiritualitas yang diperlukan oleh manusia. Manusia bukan hanya makhluk fisik tetapi juga makhluk rohani.
Manusia adalah eksistensi ruh Tuhan yang ditiupkan kepadanya. Makanya, manusia selalu berada di dalam kerinduannya dengan Tuhannya itu. Jika ada manusia yang sama sekali tidak pernah mengingat Tuhannya, maka sebenarnya hal itu merupakan pengingkarab terhadap eksistensinya sendiri. Saya berkeyakinan bahwa di saat berada di dalam kesendirian, kesepian atau dalam nuansa krisis yang sangat berat, maka manusia akan merasakan betapa kecil dirinya itu dibandingkan dengan dunia yang luas. Di saat itulah maka manusia akan mengingat penciptanya atau Tuhannya.
Orang yang mengingkari keberadaan Tuhan saya kira sungguh keterlaluan. Berdasarkan penelitian-penelitian psikhologi, bahwa orang sedang berada di dalam kesulitan makin banyak menyebut nama Tuhan. Artinya, bahwa mereka ingin menghadirkan Tuhan dan memberikan pertolongannya. Jadi, sebenarnya eksistensi Ruh Tuhan di dalam dirinya dalam bentuk nilai spiritual itu ingin dibangkitkannya.
Dengan demikian, untuk mengindikasikan kebahagiaan yang juga penting adalah bagaimana harus ada ukuran tentang kesejahteraan lahir dan batin. Tugas ilmuwan adalah menemukan indicator kebahagian yang lebih komprehensif.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..