TANTANGAN IKATAN PESANTREN INDONESIA (IPI) (2)
TANTANGAN IKATAN PESANTREN INDONESIA (IPI) (2)
Acara Rapat Pleno Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) ini dihadiri oleh Ketua Umum IPI, KH. Zaini dan seluruh pimpinan Pusat IPI. Acara ini dibuka dengan bacaan Fatihah dan dilanjutkan dengan sambutan pembukaan oleh Ketua Umum IPI.
Di dalam tulisan ini, saya akan melanjutkan tulisan sebelumnya yang sudah membahas dua tantangan IPI ke depan.
Ketiga, tantangan mempertahankan Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Keberagaman. Salah satu tantangan terbesar bagi bangsa ini di tengah gelegak munculnya ideology Trans-nasional, yaitu Gerakan Khilafah Dunia. Ada sebagian pandangan di kalangan anak muda bahwa Pancasila sudah tidak lagi bisa menjadi perekat bangsa. Di kalangan mereka ini menyatakan bahwa yang bisa menjadi perekatnya adalah Khilafah. Itulah sebabnya mereka memperjuangkan dengan segenap pikiran dan tindakannya untuk mewujudkannya.
Hanya saja bahwa langkah yang ditempuh justru salah strategi. Mereka alih-alih memperjuangkannya melalui jalan damai akan tetapi justru menggunakan jalan kekerasan. Berbagai kegiatan bom bunuh diri yang dilakukan, misalnya di Solo dan Jakarta adalah bagian dari upaya mereka untuk menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat Indonesia.
Apa yang dilakukan itu bukan menumbuhkan simpati dari masyarakat, akan tetapi justru menimbulkan antipati yang sangat tinggi. Bahkan juga menodai kesucian Islam, agama yang sangat menjunjung tinggi keselamatan, kedamaian dan ketentraman. Dengan demikian, upaya untuk mendirikan khilafah ini justru kontraproduktif.
Masyarakat dan organisasi Islam mestilah menyatukan langkah untuk menghadapi gerakan ini demi mempertahankan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Keberagaman sebagai consensus bangsa. Empat pilar ini harus dipertahankan sampai kapanpun dan di manapun. Jangan ada di kalangan masyarakat Indonesia yang memiliki visi dan misi berbeda dengan semangat menjaga empat pilar consensus kebangsaan ini.
Keempat, tantangan penyebaran narkoba. Jumlah pengguna narkoba dari tahun ke tahun semakin meningkat. Setiap tahun meningkat kira-kira 500.000 orang. Sekarang sudah berada di posisi lima juta orang dan perkiraannya tiga kali lipatnya. Jadi kira-kira sudah ada sebanyak 15 juta orang Indonesia yang terindikasi pengguna narkoba.
Dewasa ini, narkoba sudah menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Meskipun hukuman mati sudah diterapkan, akan tetapi ternyata mereka tidak juga jera di dalam berbisnis narkoba. Sudah banyak di antara mereka yang dihukum mati, akan tetapi bisnis ini tetap jalan terus. Memang perdagangan yang sangat menguntungkan. Makanya berbagai modus terus dilakukan oleh para sindikat pedagang narkoba, baik jaringan dalam maupun luar negeri.
Sekarang memang ada perubahan paradigma terkait dengan hukuman terhadap para pengguna narkoba. Negara lebih mengedepankan pada prinsip ada yang dianggap korban, sehingga harus dibina dan dikembalikan kepada jalan yang benar, sementara ada juga Bandar narkoba yang harus dihukum berat sampai hukuman mati. Sudah banyak yang dihukum berat akan tetapi mereka juga tidak kapok untuk terus mengembangkan jaringan bisnis gelap ini.
Sasaran bisnis gelap ini sudah menyasar kepada semua lapisan masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, akan tetapi juga kaum pelajar. Bahkan ada warga lembaga pendidikan yang sudah dimasuki oleh bisnis ini. Rasanya tidak ada tempat yang steril dari sasaran bisnis narkoba.
Di dalam konteks ini, maka kewaspadaan dini perlu dikembangkan. Setiap warga masyarakat harus menyadari bahwa efek narkoba akan sangat merugikan masa depan generasi muda kita. Para kyai, ustadz, guru, dosen, pemimpin lembaga pendidikan dan pimpinan kementerian dan lembaga juga harus terlibat secara aktif untuk menaggulangi masalah narkoba ini.
Di sinilah saya kira IPI memiliki peran strategis untuk bekerja sama dengan berbagai stake holder yang peduli terhadap gerakan anti narkoba. Semua harus berholobis kuntul baris, bersama-sama untuk menggerakkan anti narkoba agar bangsa ini terhindar dari kemadlaratan yang disebabkan oleh Narkoba.
Kelima, tantangan pornografi. Tidak kalah dahsyatnya adalah tantangan persebaran pornografi yang sangat tinggi. Bayangkan setiap hari ada sebanyak 25.000 pemula sebagai pengakses baru pornografi. Jika ini terus terjadi, maka bisa dibayangkan ke depan akan terjadi degradasi moral anak bangsa yang luar biasa.
Indonesia sudah menjadi Negara dengan peringkat kedua sebagai pengakses pornografi. Dan ke depan diperkirakan bahwa untuk pengakses terbesar pornografi di Asia, adalah Jakarta, Bangkok dan Saigon. Ini berarti bahwa pornografi sudah menjadi penyakit akut masyarakat Indonesia. Pornografi tidak kalah dahsyat pengaruh negatifnya terhadap fisik dan pikiran pengaksesnya. Makanya, kita harus menyatakan perang terhadap persebaran narkoba.
Pesantren dan para kyai dan ustadznya harus menjadi agen gerakan anti narkoba. Jangan pernah lengah menghadapi penyakit masyarakat ini kapan dan di manapun. Makanya, IPI harus juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari mereka yang anti pornografi. Kita tingkatkan kepedulian kita terhadap Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi (GAPP) agar tahun Indonesia Emas ke depan akan menjadi masa depan yang menjanjikan kesejahteraan dan kebahagiaan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
