PELAJARAN PENTING DARI PARIWISATA BALI
Pada Sabtu lalu, 31/10/2009, saya berkesempatan –dalam bahasa kerennya –tour de Bali. Memang tidak ke seluruh Bali, namun paling tidak bisa rekreasi di Bali. Setelah rapat evaluasi Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada malam harinya sampai larut malam, maka paginya secara sengaja seluruh rektor PTN bersama-sama mengikuti acara anjangsana di Bali. Meskipun tidak bisa menjejakkan kaki ke seluruh tempat rekreasi, tetapi sekurang-kurangnya telah melihat tari Barong, Pulau Penyu, Garuda Wisnu Kencana dan tempat wisata belanja lainnya. Bali memang tempat wisata yang eksotik. Pantaslah jika Bali menjadi tujuan wisata, baik wisatawan domestik maupun asing yang memang ingin menyaksikan eksotisitas Bali dengan pulau dewatanya.
Saya terkesan tentang bagaimana mereka menjual Bali bagi wisatawan, baik wisatawan domestik maupun asing. Saya yang sudah berulang kali datang ke Bali juga harus menyaksikan bagaimana caranya para pemandu wisata memperkenalkan Bali kepada semua yang datang. Mereka jual Pulau Penyu yang sesungguhnya merupakan tempat penangkaran penyu di dalam kolam. Selain juga bisa menyaksikan aneka satwa yang lain. Hanya saja ke depan Pulau Penyu mestilah ditata secara lebih baik agar para wisatawan benar-benar bisa merasakan eksotisitas pulau Penyu yang menarik tersebut. Andaikan koleksi penyu dan binatang lain disajikan di sini dengan didesain dengan sangat memadai, maka akan melengkapi keindahan Pulau Dewata yang menakjubkan tersebut.
Garuda Wisnu Kencana memang luar biasa. Hanya sayangnya pembuatan patung untuk menandai keperkasaan dan kehebatan Wisnu sebagai Dewa penting di dalam struktur agama Hindu tersebut belum selesai. Tempatnya di ketinggian bukit yang dipadu dengan bekas penggalian batu di sekitarnya menjadikan tempat ini luar biasa. Warna kehijauan yang muncul sebagai akibat campuran tembaga dengan baja menjadikan warna yang sangat baik. Dewa Wisnu merupakan dewa pemelihara yang sangat penting di dalam struktur kepercayaan agama Hindu. Makanya, penciptaan patung Wisnu ini tidak hanya untuk kepentingan pelesiran akan tetapi juga memiliki nuansa ritual yang diagungkan dalam agama Hindu. Berbeda dengan wisata ziarah bagi para pelaku ziarah di Makam Walisanga, di mana pelaku ziarah sekaligus melakukan ritual ziarah, maka di sini suasananya memang berbeda. Di sini para wisatawan memang benar-benar menjadi penikmat kehebatan patung Wisnu. Namun bagi orang Bali, patung tersebut adalah bagian dari persembahannya terhadap dunia religiositasnya.
Yang menarik tentunya adalah tarian Barong yang memang disajikan bagi para wisatawan. Melihat bentuk Barongnya saya menjadi teringat dengan tarian Barongsai yang khas Cina. Menurut ceritanya bahwa tarian ini merupakan prosesi pelepasan Dewi Uma atau Dewi Durga dari kutukan Sang Hyang Syiwa. Seperti diketahui bahwa Sang Hyang Syiwa memiliki sakti atau istri yang sangat cantik jelita. Makanya, Sang Hyang Syiwa sekali waktu cemburu karena kecantikan saktinya tersebut.
Menurut cerita, bahwa suatu ketika Sang Hyang Syiwa ingin menguji kesetiaan istrinya. Maka Sang Hyang Syiwa berpura-pura sakit. Maka pontang pantinglah Dewi Uma untuk mencarikan obat bagi kesembuhan suaminya. Akan tetapi semua obat ternyata tidak mempan untuk menyembuhkannya. Suatu ketika, Sang Hyang Syiwa menyatakan bahwa agar dirinya bisa sembuh maka harus diobati dengan susu sebelanga yang diambil dari mayapada. Maka pergilah Dewi Uma ke dunia untuk mencari susu. Akan tetapi tanpa diketahuinya, Sang Hyang Syiwa juga turun ke dunia untuk menyamar sebagai penggembala yang memiliki sejumlah sapi dan susunya. Ketika Dewi Uma berjalan seorang diri di hutan, maka bertemulah dirinya dengan penggembala sapi. Maka secara spontan bertanyalah sang penggembala kepada Dewi Uma tentang apa yang dicarinya. Dewi Uma menyatakan bahwa dirinya sedang mencari obat yang berupa susu sebelanga. Sang penggembala menyatakan bahwa dia memiliki susu tersebut. Dewi Uma meminta agar susu yang dimiliki penggembala tersebut dapat ditukar dengan emas atau uang. Akan tetapi sang penggembala justru meminta agar Sang Dewi menemaninya tidur hanya untuk semalam saja. Ada pikiran paradoks di dalam diri Sang Dewi, antara menuruti kehendak sang penggembala akan tetapi berarti dia berselingkuh atau dia tidak melakukannya yang berarti suaminya akan terus dalam penderitaan. Maka diputuskanlah dia mau menemani tidur semalam kepada sang penggembala. Sesampainya di kahyangan, maka Sang Dewi bercerita bahwa susu tersebut diperoleh melalui proses tukar menukar emas. Karena yang menjadi sang penggembala adalah Sang Syiwa maka ketahuan bahwa Sang Dewi berdusta. Saat itulah maka Sang Dewi dikutuk oleh Sang Hyang Syiwa menjadi seorang raksasi yang jelek wajahnya dan berperilaku sangat buruk.
Maka putra Dewi Kunti yang bernama Saha Dewa yang kemudian dapat menyembuhkannya. Saha Dewa yang berubah menjadi Barong ternyata dapat mengalahkan semua musuhnya, dan akhirnya dapat juga mengakhiri kutukan yang dilakukan oleh Sang Hyang Syiwa. Barong adalah sejenis Singa yang memiliki kekuatan luar biasa karena anugrah dewa yang diterimanya.
Dengan menyaksikan pagelaran tari Barong, maka ada sejumlah pelajaran tentang bagaimana Orang Bali mengemas dunia tariannya agar dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia wisata yang terus dikembangkannya. Tentu tidak semua wilayah dapat menjadikan wisata sebagai aset penting pemerintah daerah. Namun setidaknya ada pelajaran penting bahwa pengembangan wisata harus by design dan bukan by accidence. Jadi daerah lain yang ingin mengembangkan wisatanya, maka mau tidak mau harus belajar ke Bali untuk kepentingan tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.