• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGENANG JASA GURU-GURUKU (1)

MENGENANG JASA GURU-GURUKU (1)
Mendadak nama Samhudi menjadi terkenal. Guru yang sehari-hari mengajar di SMP Raden Rahmat Sidoarjo ini dikenai hukuman selama 3 bulan dan denda sebesar Rp250.000,00. Guru SMP yang sudah mengajar selama puluhan tahun tersebut harus menerima kenyataan menerima putusan hukuman dari Hakim, sebab dianggap melakukan kekerasan terhadap anak didiknya.
Ihwal terjadinya peristiwa tersebut bermula dari tindakan Samhudi untuk menghukum siswanya, yang ketepatan anak tentara. Samhudi mencubit dan dan memukul siswa tersebut di punggungnya. Hukuman itu diberikan karena yang bersangkutan mangkir kala diminta untuk shalat dhuha. Ada beberapa siswa yang mangkir dan dikenai hukuman. Akan tetapi tiba giliran menghukum siswa yang ketepatan anak tentara, maka kemudian Samhudi dilaporkan ke kepolisian karena dianggap melakukan tindakan kekerasan.
Setelah melalui proses yang panjang, maka jaksa menentukan bahwa Samhudi diancam pidana selama 6 bulan dengan denda sebesar Rp250.000,00. Hakim menetapkan putusan 3 bulan penjara dan denda Rp250.000,00 dengan catatan bahwa Samhudi tidak usah masuk ke penjara, tetapi apabila dalam masa percobaan enam bulan, Samhudi melakukan kesalahan, maka dia harus masuk penjara.
Saya tentu tidak akan membicartakan apakah keputusan pengadilan tersebut adil atau tidak, sebab para hakimlah yang mengetahui bagaimana fakta hukum yang terjadi dan bagaimana keputusan hakim itu harus dibuat. Biar mereka yang mempertangungjawabkan secara hukum, baik di dunia maupun di akherat. Saya tidak memiliki kapasitas untuk menilainya.
Namun demikian, yang ingin saya ceritakan adalah pengalaman saya dan mungkin juga bisa saja menjadi pengalaman yang lain dalam relasinya dengan guru kala di sekolah. Di zaman dahulu, seorang murid ditempeleng oleh guru itu bukan hal yang luar biasa. Bahkan ditendang pun juga bukan hal yang luar biasa. Tempelengan atau tendangan tersebut tentu tidak untuk mencelakakan apalagi diniatkan untuk mencelakakan muridnya. Hal yang demikian itu dilakukan karena sebagai siswa terkadang kita memang melakukan kesalahan.
Saya masih teringat ketika ditempeleng oleh guru saya sewaktu saya masih duduk di Sekolah Menengah Pertama. Saya keluar kelas kala guru kelas pada waktu itu tidak hadir. Saya tentu masih ingat bagaimana Kepala Sekolah saya itu melakukannya. Saya tidak bercerita kepada keluarga saya tentang apa yang dilakukan oleh Pak Kasek tersebut. Saya memastikan kalau saya jujur bercerita kepada Bapak saya atau ibu saya, pasti saya yang akan dimarahi sebab saya melakukan pelanggaran keluar kelas tersebut. Bapak saya adalah orang tua yang disiplin mendidik saya dan saya masih merasakan didikan kerasnya itu. Kala saya menulis ini, saya merasakan betapa saya belum bisa membalas budi baiknya kepada saya. Maklum beliau dipanggil Tuhan kala saya masih duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Saya masih teringat perkataannya menjelang Beliau kembali kepangkuan Tuhan pada tanggal 1 Ramadlan pada tahun masehi 1972, bahwa Beliau ingin saya berpendidikan tinggi. Beliau menyatakan: “kepingin menyekolahkan kamu saja kok berat rasanya”.
Ditempeleng guru seperti itu tentu bukan sekali saja. Saya juga memperoleh cubitan atau bahkan jeweran kuping, akan tetapi hal itu bukan halangan bagi saya untuk tidak menghargai guru-guru saya. Bahkan saya selalu datangi Kepala Sekolah saya itu setiap lebaran, ketika saya sudah berhasil mengarungi kehidupan sebagai dosen di IAIN Sunan Ampel Surabaya (kini UIN Sunan Ampel Surabaya).
Saya merasa bahwa perlakuan guru-guru saya itu merupakan bagian tidak terpisahkan tentang cara beliau mengajar saya dan mendisiplinkan saya. Saya sungguh berhutang budi kepada Beliau atas ilmu yang diajarkannya kepada saya. Nama-nama guru saya itu satu persatu dan bahkan mata pelajaran yang diajarkannya masih saya hafal. Memang tidak semua saya ketahui rumahnya, akan tetapi saya masih mengenal bayangan wajahnya dengan sebaik-baiknya. Kyai saya yang mengajarkan kitab-kitab keislaman juga masih selalu dalam ingatan saya. Mereka mengajari saya tentang Ilmu Al Qur’an, Ilmu tafsir, ilmu hadits, bahasa Arab dan sebagainya. Guru SD maupun SMEP, PGA bahkan para dosen saya kala di IAIN Sunan Ampel maupun di Universitas Airlangga masih saya ketahui dengan baik.
Untuk menghargai guru ini, saya selalu teringat dengan ucapan Sayyidina Ali RA, bahwa Beliau akan mengabdikan hidupnya untuk guru yang mengajarnya meskipun hanya satu huruf. Padahal kita diajar oleh guru-guru kita itu lebih dari satu huruf. Terpujilah para guru yang telah mengajarkan kepada kita ilmu pengetahuan. Melalui bimbingan beliaulah kita semua bisa menjadi seperti sekarang. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menghargainya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..