• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERAN PTKIN DALAM PENGEMBANGAN AKADEMIK DAN KELEMBAGAAN

PERAN PTKIN DALAM PENGEMBANGAN AKADEMIK DAN KELEMBAGAAN
Saya memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan para pimpinan Universitas Sultan Syarif Kasim, Riau (04/08/2016). Acara ini dihadiri oleh segenap jajaran pejabat di UIN Sultan Syarif Kasim, Riau: Rektor, Prof. Mundzir Haitami, Para Wakil Rektor, Para Dekan, Wakil Dekan, Direktur PPs., Kepala Lembaga, Kabiro, dan para pejabat structural lainnya. Selain itu juga hadir, Prof. Dr. Mohammad Nadzir, Rektor pada periode sebelumnya.
Di dalam kesempatan ini, saya kemukakan tiga hal yang harus dilakukan oleh segenap civitas akademika pendidikan tinggi, yaitu: pertama, mandat untuk mengembangkan program Integrasi Ilmu. Saya tidak pernah lelah untuk terus menerus berbicara tentang pentingnya pengembangan Integrasi Ilmu, sebab di sinilah letak kekuatan PTKIN di dalam percaturan kelembagaan dan akademik PT di Indonesia.
Di dalam setiap kesempatan bertemu dengan civitas akademika PTKIN selalu saya dengungkan tentang visi ke depan PTKIN, yaitu pengembangan akademik dan kelembagaan tersebut. PTKIN tidak boleh berhenti di dalam pengembangan distingsi dan ekselensi ini. Harus dipahami bahwa kehadiran PTKIN dengan berbagai program studi non-Keislaman, tentu dikandung maksud bahwa PTKIN harus menghadirkan pengkajian akademik yang berbeda dengan PT lainnya.
Jika UI menghadirkan ilmu kedokteran, maka UIN Jakarta harus menghadirkan ilmu kedokteran profetik. Jika UA menghadirkan ilmu politik, maka UIN Sunan Ampel harus menghasilkan ilmu politik profetik, jika UGM menghasilkan ilmu sosial, maka UIN Sunan Kalijaga harus menghasilkan ilmu sosial profetik, jika Universitas Riau menghasilkan sains, maka UIN Suska harus menghasilkan Sains Profetik.
Inilah visi dan misi pengembangan IAIN menjadi UIN. Makanya, tidak ada kata berhenti untuk terus mengembangkan integrasi ilmu ini untuk menjawab “keraguan” orang tentang apakah PTKIN di bawah Kementerian Agama bisa berkembang dengan ciri khas dan prospektif ke depan.
Akademisi lain masih meragukan hal ini, sehingga tugas berat untuk menyongsong masa depan PTKIN adalah harus secara continue mengembangkan integrasi ilmu secara sistematik dan terstruktur. Tugas untuk meyakinkan public bahwa PTKIN “bisa” merupakan tugas seluruh civitas akademika yang tidak ringan. Pimpinan PTKIN harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa dengan kerja keras dan cerdas ternyata PTKIN bisa mewujudkan harapan seluruh jajaran Kementerian Agama dan masyarakat bahwa pengembangan akademik dan kelembagaan tersebut bisa dilakukan secara optimal. Program jaring laba-laba, program pohon ilmu, program twin towers, program wahyu memandu ilmu, dan program integrasi ilmu lainnya harus bisa terwujud sebagai varian pengembangan integrasi ilmu.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan tinggi juga harus relevan dengan perubahan managerial di kalangan pemerintahan. Di era reformasi birokrasi, maka yang digunakan adalah manajemen performa, yaitu managemen yang bertumpu pada perjanjian kinerja yang berisi penetapan sasaran kinerja, indicator kinerja, pengukuran kinerja dan pencapaian kinerja. Oleh karena itu, semua pejabat di bawah Rektor harus menandatangani perjanjian kinerja pada awal tahun dan mengevaluasinya setiap tri wulanan atau tengah tahunan dan akhir tahunan.
Evaluasi ini tentu dimaksudkan agar pelaksanaan program dan kegiatan akan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang sudah digariskan. Dengan demikian, setiap pejabat akan bertanggungjawab secara total di dalam melaksanakan programnya. Itulah sebabnya pengukuran dan pencapaian program menjadi sangat penting di dalam manajemen performa ini. Setiap pejabat harus bertanggungjawab secara maksimal terhadap pencapaian program. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, maka target akademik dan kelembagaan tentu menjadi prioritas yang sangat mendasar.
Melalui evaluasi yang tepat, maka pimpinan juga akan bisa mengetahui siapa di antara pejabat tersebut yang kompeten dan pekerja keras. Dengan demikian, maka setiap pejabat akan bisa dinilai kinerjanya dan bagaimana pencapaian kinerja tersebut. Pencapaian kinerja akan dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan bagaimana keberlangsungan jabatan bagi semua ASN.
Ketiga, merumuskan perencanaan berbasis pada kebutuhan yang mendesak. Di masa lalu, perencanaan itu bukanlah jabatan penting. Akan tetapi di era perencanaan berbasis kebutuhan atau perencanaan berbasis bottom up, maka pekerjaan perencanaan sangat menentukan performance lembaga atau institusi. Jika perencanaan baik, maka juga akan berimbas pada kebaikan institusi. Demikian pula sebaliknya.
Perencanaan tentunya harus berbasis pada data yang akurat. Melalui data yang akurat, maka kita akan bisa mempertahankan usulan program tersebut di Bappenas maupun Kementerian Keuangan. Perdebatan di Bappenas selalu berdasar atas akurasi data yang disajikan terkait dengan program yang diajukan.
Setiap perencanaan program harus didasarkan pada akurasi data yang menggambarkan betapa pentingnya program tersebut. Jika kita ingin membangun tambahan ruang kuliah, misalnya, maka harus ada data yang kuat tentang perkembangan mahasiswa di perguruan tinggi itu.
Perencanaan tidak bisa didasarkan atas commonsense saja. Ia harus didukung oleh basis data yang akurat sehingga bisa meyakinkan para pengambil kebijakan untuk menyetujui usulan kita.
Selain data yang kuat juga harus didukung oleh kemampuan agensi yang baik. Agen yang baik adalah agen yang mampu melakukan serangkaian komunikasi dan lobbi yang baik. Data yang valid saja tidak cukup jika tidak didukung oleh personal yang mumpuni untuk mengawal usulan dimaksud.
Oleh karena itu, kedua hal ini bisa menjadi tolok ukur apakah performance anggaran kita akan stagnan, naik atau turun. Jadi memang diperlukan kemampuan lebih untuk menghasilkan perencanaan yang ekselen.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..