• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENUMBUHKAN SEMANGAT INTEGRITAS DI KEMENTERIAN AGAMA

MENUMBUHKAN SEMANGAT INTEGRITAS DI KEMENTERIAN AGAMA
Kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kementerian Agama (Kemenag) sudah lama dijalin. Kerjasama ini tentu saja dimaksudkan sebagai wahana untuk membangun kesepahaman tentang pentingnya penegakan integritas di kalangan Aparat Sipil Negara (ASN) Kemenag.
Terkait dengan kerjasama ini, maka sudah beberapa kali dilakukan Training of Trainers (ToT), baik untuk eselon satu maupun eselon dua. Semua pejabat eselon satu juga sudah mendapatkan pelatihan untuk tunas integritas. Kemarin (Senin, 25/07/2016) di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung diselenggarakan ToT untuk pejabat eselon dua yang beberapa bulan lalu belum mendapatkan kesempatan untuk memperoleh ToT. Acara ini diselenggarakan oleh Biro Organisasi dan Tata Kelola (Ortala) Kemenag.
Di dalam kesempatan itu, saya menyampaikan dua hal penting sebagai pokok bahasan untuk menjadi renungan semua di antara ASN Kemenag. Pertama, mengapa perlu perubahan. Sebagaimana diketahui bahwa pasca reformasi memang terjadi banyak perubahan terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan. Di antara yang kemudian menjadi problem utama pemerintahan adalah korupsi. Banyak pejabat dan pengusaha yang kemudian terjerat kasus hukum terkait dengan tindakan koruptif yang dilakukannya.
Melalui konsep transparansi dan akuntabilitas, maka semua Kementerian/Lembaga (K/L) harus menerapkan dua konsep ini di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Maka dikenal istilah good governance and clean government sebagai perwujudan dari upaya untuk membangun reformasi birokrasi. Pada titik inilah kemudian semua K/L lalu merumuskan apa yang disebut sebagai nilai budaya kerja, yang dirumuskan atas dasar kesepahaman di antara mereka itu. Pada Kemenag, maka dikenal lima nilai budaya kerja, meliputi: integritas, profesionalitas, inovasi, tanggungjawab dan keteladanan. Lima nilai budaya kerja ini sungguh sudah sangat share di kalangan ASN Kemenag.
Perubahan memang harus dilakukan. Sebagaimana masyarakat Indonesia yang paternalis, maka perubahan yang kiranya mujarab adalah perubahan yang dilakukan melalui pimpinan atau atasan. Perubahan tersebut harus dimulai dengan perubahan pada level pimpinan dan kemudian terus berkembang ke bawahan. Bagi masyarakat dengan tingkat paternalitas yang relative tinggi, maka perubahan harus dilakukan secara gradual dan sistematis yang dimulai dari pimpinan pemerintahan atau perusahaan dan kemudian terus berkembang dan menggelinding ke lapisan yang paling bawah.
Perubahan tersebut tentu juga berpola mengambil yang baru. Secara konseptual bahwa perubahan mengenal dua pola, yaitu kembali ke masa lalu dengan segenap kelebihan dan kekurangannya atau mengambil pola baru dengan tetap mengambil nilai lama yang baik atau mengambil pola baru sama sekali. Bagi kita, pola yang diambil adalah pola kedua. Yaitu mengadaptasi nilai lama yang baik dan melakukan perubahan yang bernilai lebih baik.
Di dalam konteks tindakan koruptif, maka yang harus dibenahi adalah agar tindakan koruptif tidak dilakukan dan kemudian membangun tradisi baru untuk melakukan perubahan menuju good governance dan clean government tersebut. Di dalam keyakinan kita, bahwa tentu masih ada nilai-nilai lama yang baik dan bermanfaat yang dapat didayagunakan untuk kebaikan bangsa tetapi juga tidak menutup pintu untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Islam mengajarkan hal ini.
Korupsi bukan tradisi atau kebudayaan bangsa. Korupsi adalah penyakit individu atau sejauh-jauhnya adalah penyakit masyarakat. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi melalui pemberian hukuman dan penanggulangan kiranya memang tepat. Dengan hukuman diharapkan bahwa akan terjadi kejeraan dan dengan penanggulangan diharapkan bahwa yang lain tidak tertular virus korupsi ini. Di tengah penghargaan terhadap materi berlebihan, maka penularan keberhasilan ekonomi meskipun berbasis pada tindakan salah bisa dianggap sebagai “kewajaran”. Makanya, penyakit korupsi harus dihilangkan secara optimal, sehingga ke depan akan tercipta generasi yang berintegritas, bersih dan melayani terhadap masyarakat untuk mencapai kebahagiaan.
Kedua, tema pelatihan ini adalah “melakukan perubahan secara sistematis menuju Kementerian Agama yang berintegritas”. Tema ini tentu sangat baik di tengah upaya untuk memberantas korupsi di dalam level birokrasi. Keberhasilan reformasi birokrasi adalah ketika korupsi bisa dihilangkan. Makanya upaya KPK tentu harus didukung oleh semua pihak agar tindakan koruptif makin menghilang.
Di dalam level dunia, tingkat korupsi kita masih besar, yaitu peringkat 88 tahun 2014 dan pada tahun sebelumnya berada di level 107. Artinya dalam setahun ini kita bisa memperbaiki peringkat korupsi kita 19 tingkat. Sebagaimana diketahui bahwa lima Negara yang tingkat korupsinya nyaris tidak ada adalah Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia dan Belanda. Finlandia adalah Negara dengan kualitas pendidikan terbaik. Lalu pertanyaannya adalah apakah ada korelasi antara tingkat kualitas pendidikan dengan ketiadaan korupsi di Negara tersebut.
Pertanyaan ini penting untuk menjadi renungan kita semua. Tingkat kualitas pendidikan di Indonesia berada di peringkat 69, lalu tingkat korupsi kita berada pada level 88. Rasanya, seperti ada korelasi antara kualitas pendidikan dengan tingkat korupsi ini. Hal ini tentu masih merupakan hipotesis yang bisa saja dilakukan penelitian yang mendalam. Kita semua tentu menginginkan kualitas pendidikan kita makin baik, daya saing kita makin bagus dan korupsi juga makin hilang.
Dengan demikian –sebagaimana pandangan akademisi yang menganggap korupsi sebagai penyakit sosial—maka upaya penanggulangan korupsi melalui penumbuhan tunas integritas dirasa sebagai pendekatan yang tepat. Harapannya adalah agar korupsi makin berkurang dan kesejahteraan masyarakat makin meningkat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..