PENGEMBANGAN AKADEMIK PENDIDIKAN TINGGI INTERNASIONAL
PENGEMBANGAN AKADEMIK PENDIDIKAN TINGGI
Salah satu hal penting yang saya garis bawahi di dalam pertemuan dengan Pak Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, (Kamis, 21/07/2016) adalah tentang pentingnya membuat terobosan pendidikan tinggi Islam. Baginya, bahwa Indonesia tidak boleh lagi tertinggal dari negara lain di dalam pengembangan pendidikan Islam dan juga ekonomi Islam.
Acara pagi itu terkait dengan pembahasan lebih lanjut tentang pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di kantor Wakil Presiden. Acara ini dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Bappenas, Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepala Badan Pertanahan Nasional, lalu Wamen luar Negeri, Wamen Keuangan dan sejumlah pejabat eselon satu lainnya. Saya hadir mewakili Pak Menteri Agama, sebab Beliau sedang ada tugas kenegaraan ke Libanon dan juga ke Mesir. Selain itu juga hadir, Prof. Komaruddin Hidayat, Prof. Bachtiar Effendi, Prof. Dr. Patdono dari Kemenristekdikti, Rini Windiastuti dari Kemenpan RB, Oemar, Ses Wapres, dan beberapa Deputi Wapres yang memang hadir di acara ini.
Pembahasan tentang UIII memang sudah dilakukan beberapa kali di kantor Wapres. Beliau sendiri yang memimpin acara pertemuan ini. Satu hal yang saya catat terkait dengan pemikiran beliau tentang pendidikan adalah bagaimana agar di Indonesia yang mayoritas umat Islam ini memiliki perguruan tinggi Islam bertaraf internsional dan menjadi rujukan pendidikan dalam akademik dan risetnya.
Berulang kali beliau menyatakan bahwa Indonesia harus menjadi kiblat pendidikan Islam. Ke depan kita tidak lagi menjadikan lembaga pendidikan di Timur tengah untuk menjadi kiblat pendidikan Islam. Dengan nada sedikit mengeluh beliau sampaikan bahwa sekarang ini pendidikan di Timur tengah sudah tidak bisa menjadi rujukan. Bagaimana akan menjadikan mereka sebagai rujukan, sementara konflik antar mereke sendiri tidak kunjung selesai.
Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi kiblat dunia di dalam kajian keislaman. Indonesia yang bisa menyelaraskan antara demokrasi, modernitas dan Islam adalah contoh yang sangat baik dalam pengembangan pendidikan. Islam Indonesia yang sangat unik, tetapi maju dan modern melalui prinsip “Islam wasathan, atau Islam moderat” kiranya bisa menjadi jawaban atas berbagai problem yang dihadapi oleh manusia modern. Melalui prinsip Islam rahmatan lil alamin, maka Islam Indonesia bisa menjadi contoh bagaimana membangun peradaban berbasis pada Islam.
Menurut beliau kita tidak boleh lagi menyia-nyiakan peluang untuk membangun pendidikan Islam bertaraf internasional. Dulu kita ditawari oleh OKI untuk membangun universitas Islam bertaraf internasional dan kita tolak sehingga peluang itu diambil oleh Malaysia. Demikian juga kala kita akan mengembangkan perbankan Islam, maka juga ditolak oleh otoritas perbankan di sini. Sekarang kala perbankan syariah dan jasa keuangan syariah menjadi ikon baru ekonomi dunia, maka kita tertinggal, dan sekali lagi Malaysia diuntungkan dengan keadaan ini.
Itulah sebabnya, beliau mendorong agar momentum kepemimpinan pemerintahan sekarang, mari digunakan secara maksimal untuk menjadikan universitas Islam sebagai lembaga pendidikan yang bertaraf internasional dan kemudian menjadi sarana untuk menjadikannya sebagai soft diplomacy di tengah masyarakat dunia.
Tugas kita adalah mendirikan kampus yang memiliki keunggulan. Jangan membangun kampus seperti membangun museum. Beda kampus dan museum adalah jika museum dibangun untuk masa lalu, akan tetapi kampus dibangun untuk masa depan. Kampus harus memiliki bangunan yang futuristic. Harus berorientasi masa depan. Jadi bangunan fisik dan isinya harus mencerminkan bagaimana kita akan membangun masa depan bangsa. Baik bangunan fisik maupun bangunan akademisnya haruslah futuristic.
Oleh karena itu, bangunan fisiknya harus diambil dari contoh perguruan tinggi terbaik di dunia dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Sama halnya dengan kala membangun bandara. Maka jangan membangun bandara untuk masa lalu, tetapi bangun bandara untuk masa depan. Kala mau membangun bandara Makasar, maka diminta untuk melihat bandara tercanggih di dunia lalu bikin modifikasinya untuk Indonesia. Dengan cara seperti ini akan lebih cepat. Tidak hanya diskusi dan perbincangan tetapi langsung bekerja dan selesai.
Jadikan kampus itu bangunan yang mengesankan bagaimana membangun manusia Indonesia di masa depan, sehingga desain akademiknya juga harus mempertimbangkan bagaimana Indonesia ini di masa yang akan datang. Indonesia harus terlibat aktif di dalam membangun peradaban dunia, maka kampus harus terlibat untuk urusan ini. Jadi keterlibatan mahasiswa dan alumninya terhadap pembangunan peradaban menjadi sangat penting. Itulah sebabnya, program studi di UIII dirancang hanya untuk post graduate. Lalu mahasiswanya kebanyakan dari luar negeri, sehingga alumninya bisa menjadi duta Indonesia untuk masyarakat luar negeri. Mereka akan menjadi agen-agen untuk menyebarkan Islam Indonesia yang rahmatan lil alamin.
Di sinilah arti pentingnya kenapa perguruan tinggi ini harus didukung oleh banyak pihak, tidak hanya Kementerian Agama, akan tetapi juga Kementerian Luar Negeri, agar tujuan soft diplomacy tersebut akan mudah bisa dilakukan. Jadi, yang kita bangun bukan perguruan tinggi untuk kepentingan akademis saja akan tetapi untuk mengembangkan Islam Indonesia yang moderat untuk dunia.
Wallahu a’lam bi al shawab.
