PELAJARAN DARI TURKI (2)
PELAJARAN DARI TURKI (2)
Turki pernah menjadi ikon peradaban Islam. Di antara yang hingga hari ini menjadi kebanggaan umat Islam adalah masjid Biru (Masjid Sultan Ahmad) di Istambul Turki. Kita tentu bersyukur, bahwa perubahan semangat sekularisme yang didukung oleh pemerintah kala itu tidak serta merta menghilangkan berbagai symbol agama, khususnya masjid. Sebagai pusat peribadatan umat Islam, masjid masih dihargai oleh pemerintah secular tersebut.
Kepemimpinan di Turki tentu terus berganti, sampai kemudian terjadilah kepemimpinan sipil di era sekarang ini. Erdogan sebagai presiden Turki lebih bersemangat membangun kehidupan beragama. Konon katanya, Erdogan begitu konsern untuk menjadikan agama sebagai ruh pembangunan di Turki. Bahkan masjid-masjid di Turki penuh sesak dengan jamaah kala shalat shubuh. Bahkan keramaiannya menyamai shalat Jum’at. Turki memang telah berubah menjadi lebih religious di era sekarang.
Meskipun pemerintah memisahkan urusan agama dengan negara, di masa sebelum Erdogan, akan tetapi lembaga-lembaga charity diberikan kesempatan untuk mengambil peran secara maksimal. Ada sangat banyak lembaga charity yang mendarmabhaktikan organisasinya untuk membantu masyarakat, khususnya di bidang pendidikan.
Di antara yang menonjol dalam urusan pendidikan adalah Lembaga Charity Passiad dan Pesantren Sulaimaniyah. Dua lembaga ini “bersaing” dalam memberikan bantuan untuk pembiayaan pendidikan. Donasi yang diberikan juga sangat menonjol. Passiad terkenal kerjasamanya dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republk Indonesia dengan memberikan bantuan pendidikan dalam bentuk Pendidikan Bilingual, sedangkan Sulaimaniyah memberikan bantuan pendidikan kepada pesantren dan bekerjasama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kita tentu tidak bisa melupakan terhadap upaya Pesantren Sulaimaniyah yang mengembangkan program hafalan Al Qur’an kepada para santri di Indonesia. Ratusan siswa yang dididik di Pesantren Sulaimaniyah di Indonesia. Yang menjadi ikon adalah metode pembelajaran yang dapat mengantarkan seseorang untuk bisa menghafal Al Qur’an dalam waktu kurang dari dua tahun. Bahkan ada di antara anak Indonesia yang hafal Al Qur’an dalam waktu hanya lima bulan. Pasca pembelajaran di Indonesia tersebut kemudian diberi peluang untuk belajar lebih mendalam mengenai Al Qur’an di Pesantren Sulaimaniyah di Turki.
Lembaga Pendidikan Sulaimaniyah, mungkin di Indonesia sama dengan Nahdlatul Ulama. Ada banyak aktivitas yang menyerupai relasi keagamaan tersebut. Sebagaimana NU, maka Lembaga Pendidikan Sulaimaniyah juga memiliki dan mengembangkan pesantren-pesantren. Baik di Turki maupun di Indonesia, Lembaga ini mendirikan pesantren sebagai tempat khususnya pendalaman Al Qur’an. Semula pesantren yang didirikan oleh United Islamic Cultural Center of Indonesia (UICCI) hanya memiliki pesantren di Jakarta, akan tetapi sekarang sudah berkembang di beberapa kota, misalnya Surabaya, Semarang, Bandung dan lain-lain.
Sebaliknya, Passiad lebih dekat dengan gerakan modernis. Di Indonesia mungkin mirip dengan Organisasi Muhammadiyah. Tentu tidak sama persis. Hanya sekedar penggambaran selintas saja. Tema-tema yang menjadi pikiran Organisasi Passiad adalah bagaimana menggerakkan modernisasi Turki dengan ruh Keislaman. Oleh karena itu, Passiad bisa dikaitkan dengan Gerakan Pemikiran Fathullah Gulen yang memang mencirikan gerakannya dengan modernisasi Turki berbasis agama.
Di Indonesia, Passiad kemudian menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di antara program yang dibina adalah mengenai Sekolah Bilingual. Hampir setiap tahun diadakan pemberian penghargaan kepada siswa dan siswi yang berprestasi di dalam kerjasama lembaga pendidikan di Indonesia dengan Passiad ini. Tentu saja, yang berprestasi tersebut adalah lembaga-lembaga pendidikan yang berbagai ragam. Bisa saja Sekolah Katolik atau Sekolah Islam dan Sekolah Negeri yang berkualitas dalam program bilingual dimaksud.
Masyarakat Indonesia juga bisa berkaca pada pengalaman Turki ini. Di antara yang penting adalah bagaimana agar lembaga-lembaga sosial, agama dan pendidikan bisa menyatu dengan pemerintah dalam kerangka pembangunan nasional. Kita tentu bersyukur bahwa semua organisasi berbasis pendidikan memiliki visi pendidikan secara riil mendukung terhadap upaya pemerintah.
Lembaga pendidikan di bawah Muhammadiyah dan NU atau lembaga pendidikan seperti Jamiyatul Washliyah, Perti, Nahdlatul Wathan dan yang beraliran Ahlu Sunnah Wal jamaah semuanya memiliki visi dan misi yang sama dengan pemerintah Indonesia, yaitu mengembangkan pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM Indonesia.
Hanya yang perlu dipikirkan adalah munculnya lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis pada mindset yang berbeda dengan arus utama agama di Indonesia. Mereka menyadari betul bahwa pendidikan merupakan proses penyemaian paham agama yang diinginkannya. Oleh karena itu, pemerintah saya kira perlu melakukan tindakan preventif agar pendidikan di Indonesia tetap berada di dalam kerangka menegakkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan.
Ke depan kita tidak ingin bahwa dari lembaga pendidikan akan muncul orang-orang yang anti terhadap consensus kebangsaan yang sudah menjadi visi dan misi kita sebagai bangsa Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.
