DERADIKALISASI (3)
DERADIKALISASI (3)
Dunia digoncang lagi dengan terorisme. Kali ini yang menjadi sasarannya adalah Perancis tepatnya di Kota Nice. Terorisme ini terjadi bersamaan dengan perayaan Bastile Day, yaitu hari peringatan kebebasan Perancis atau kemerdekaan Perancis. Terror ini menewaskan sekurang-kurangnya 84 orang dan melukai sekurang-kurangnya 202 orang.
Pelaku terror adalah Mohammed Lahoueij Bouhlel, yang merupakan imigran Tunisia dan menjadi warga Negara Perancis. Mereka menabrakkan truknya ke kerumunan penonton kembang api di Promonade Des Anglais atau La Prom, sebuah tempat yang menawan di pinggir pantai Laut Mediterania.
Terlepas dari apa yang sesungguhnya menjadi motif dari terror yang dilakukannya, maka tindakan menabrakkan truk kepada kerumunan manusia dalam acara peringatan kemerdekaan adalah tindakan melawan kemanusiaan. Tindakan tersebut merupakan against humanism. Sebuah tindakan yang akan mendapatkan kutukan dari masyarakat atau Negara dan bahkan juga Tuhan. Menghilangkan nyawa orang dengan tujuan apapun merupakan tindakan criminal yang dapat disebut sebagai extra ordinary crime. Bisa dibayangkan bahwa dengan tindakan menabrakkan truk tersebut, maka sejumlah nyawa melayang dan lainnya luka-luka
Meskipun berdasarkan analisis berita (Jawa Pos, 16/07/16) dinyatakan bahwa tindakan tersebut berdasarkan atas motif pribadi, yaitu kegagalan hidup dan dipicu oleh perceraian, namun tentu tindakan tersebut lalu bisa dikaitkan dengan gerakan terorisme yang semakin marak akhir-akhir ini.
Bagi sekelompok orang yang selalu berpikir bahwa terorisme merupakan musuh bagi Negara-negara Barat, maka dengan kejadian ini secara serampangan juga bisa dinyatakan bahwa tindakan ini merupakan tindakan anti Barat yang dilakukan oleh orang Islam. Sebagaimana diketahui bahwa pelaku tindakan ini adalah imigran dari Negara Islam yang tentu bisa dengan mudah dikaitkan dengan terorisme yang “kebanyakan” anti Barat.
Yang sesungguhnya bisa dicari sebab musababnya adalah mengapa barat selalu menjadi “musuh” dikalangan kaum radikalis. Adakah penyebab eksternal yang kemudian memicu tindakan bom bunuh diri atau tindakan nekad untuk melakukan terror, penyanderaan dan sebagainya.
Saya berpandangan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang pasti ada in order to motif, baik yang bercorak individual maupun komunal. Bagi kelompok radikalis, bahwa Barat merupakan bagian dari ketidakadilan yang terjadi di dunia Islam. Barat dianggap sebagai musuh karena “kebanyakan” masalah yang terjadi di kalangan umat Islam adalah rekayasa Barat. Afghanistan, Irak, Syria, Lybia, Palestina, Tunisia, Sudan dan sebagainya yang selalu bermasalah merupakan rekayasa Barat untuk menghancurkan kekuatan Islam.
Di dalam global game yang terjadi dewasa ini, maka yang dapat menjadi kekuatan penyeimbang Barat hanyalah kekuatan Islam. Pasca kehancuran blok Timur, maka yang secara laten dianggap menjadi lawan Barat seimbang hanyalah umat Islam. Makanya di dalam global game itu yang dengan mudah bisa dipermainkan adalah Negara-negara Islam yang memang rawan konflik. Faksi-faksi di dalam berbagai Negara Islam memiliki “latent conflict” yang sangat tinggi dan dengan mudah bisa diadu domba. Konflik Syiah dan Sunni di beberapa Negara Timur Tengah dengan mudah bisa disulut untuk melakukan gerakan konfliktual.
Dengan demikian, kebencian terhadap Barat, sesungguhnya merupakan “because motive” atau motif penyebab dari tindakan kaum radikal untuk melakukan terror. Sedangkan “in order to motive” yang mendasar adalah karena tindakan Barat yang memperlakukan tidak adil di dalam relasinya dengan Negara-negara Islam. Perlakuan tidak adil itu juga bertali temali dengan tindakan Barat yang selalu ingin merusak tatanan masyarakat Islam.
Persoalan Palestina yang hingga kini tidak selesai dan juga tindakan Israel untuk menguasai Gaza dengan cara paksa dan merusak tatanan masyarakat di situ, tentu merupakan contoh dari bagaimana Barat selalu mendukung terhadap tindakan Israel di dalam relasinya dengan Palestina. Harap diketahui bahwa meskipun di Palestina juga terdapat faksi-faksi dan bahkan juga pemeluk agama lain, selain Islam, tetapi menyebut Palestina adalah sama dengan menyebut berdirinya Negara Islam.
State terrorism yang dilakukan Israel dengan dukungan Negara-negara Barat tentu menjadi motif penyebab mengapa perlawanan terhadap Barat selalu ada dan tumbuh. Jadi, tindakan Bouhlel yang menabrakkan truknya di dalam perayaan Bastile Day lalu diterjemahkan ke dalam konteks ini. Artinya, bahwa tindakan tersebut dianggap sebagai perlawanan terhadap dominasi Barat dengan segenap kekuatannya.
Namun demikian, kita harus tetap berada di dalam koridor bahwa tindakan untuk melukai umat, kapan dan di manapun, merupakan tindakan biadap yang harus dilawan. Jadi tindakan Bouhlel harus tetap dikecam dan dianggap sebagai extra ordinary crime. Semua harus setuju bahwa tindakan ini merupakan tindakan melawan kemanusiaan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
