• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TRADISI REUNI DAN HALAL BI HALAL

TRADISI REUNI DAN HALAL BI HALAL
Hari ini, Sabtu 16 Juli 2016, saya hadir di dalam acara Reuni Alumni PGA Tuban Angkatan Tahun 1977. Reuni ini terasa penting sebab sudah sangat lama Reuni tidak digelar ataupun kalau digelar lalu saya tidak bisa hadir. Namun hari ini saya menyempatkan hadir di dalam acara reuni ini sekaligus pulang kampung.
Tahun ini memang saya tidak menyempatkan diri untuk pulkam pada saat hari raya. Saya sengaja datang ke kampung saya sebelum hari raya untuk “nyekar” sebagai tradisi yang setiap tahun saya lakukan. Sebagai orang yang mentradisikan “nyekar” di dalam kerangka kehidupan ini, maka rasanya menjadi tidak etis kalau saya tidak memenuhi kewajiban saya kepada Bapak saya, Almarhum Bapak Sabar bin Sabat, yang telah meninggal pada tahun 1973. Ibu saya yang masih hidup bisa “nelangsa” jika saya tidak hadir menjelang hari raya untuk “nyekar” tersebut.
Acara reuni dan halal bi halal ini dihadiri oleh Para Guru saya, Kyai Cholilur Rahman, Kyai Mashad, Ibu Wiwik Afifah, Ibu Basyirah, Kyai Masduki dan sahabat saya, H. Saifun Nasir, Ismail, Suhardi, Poniran, Mas’ud, Tarmuji, Shofwan, Muslih, Nur Ali, Kasniti, Marhamah, Makmun, Imam Suyuti, Indrayati, Sri Afinah, Muthmainnah, Imam S., Muchit dan beberapa lainnya yang tidak saya sebutkan.
Acara yang diselenggarakan di Pantai Mangrove Center, Jenu Tuban ini menarik sebab bisa bertemu lagi dengan sahabat-sahabat lama yang dahulu pernah bersama-sama mengenyam ilmu pengetahuan di PGA Tuban. Semua sahabat di PGA dulu bercita-cita menjadi guru agama. Meskipun kenyataannya kemudian ada yang menjadi pengusaha atau birokrat. Kita masih ingat kala diajar ilmu Al Qur’an oleh Kyai Cholilur Rahman, diajar ilmu Hadits oleh Pak Asnawi, diajar akhlak dan tasawuf oleh Pak Masyhad, diajar ilmu sosial dan Antropologi oleh Pak Salamun, diajar Ilmu Pendidikan oleh Pak Imam Hanafi, diajar Bahasa Indonesia oleh Ibu Wiwik Afifah, diajar Sejarah Kebudayaan Islam oleh Pak Dayari, diajar Balaghah oleh Ibu Basyirah dan diajar Tafsir Al Qur’an oleh Pak Zawawi, diajar Nahwu dan sharaf oleh Pak Zawawi dan juga diajar Ilmu Berhitung oleh Pak Anas Yohanes.
Saya juga bersyukur sebab hampir setiap hari raya, saya selalu menyempatkan diri untuk bertandang ke rumah guru-guru saya. Sebelum Pak Asnawi wafat, maka juga saya sempatkan untuk sowan ke rumah beliau, demikian pula ke Kyai Cholil dan Kyai Mashad. Hanya pada saat itulah saya bisa bertemu dengan guru-guru saya itu.
Sebagaimana biasanya acara reuni dan halal bi halal, maka acara ini juga diisi dengan acara tahlilan dan taushiyah. Acara tahlilan dipimpin oleh Kyai Mashad dan ceramah agama oleh Kyai Cholil. Saya sungguh merasakan kebahagiaan sebab masih berkesempatan untuk mendengarkan taushiah Kyai saya. Saya kira Kyai Cholil merupakan kyai yang paling senior di Tuban dewasa ini. Sebab ada beberapa sahabat saya yang sudah lebih dulu menghadap ke hadirat Illahi Rabbi, seperti Muhdi, Warpin, Zulaikhah, Marfuatun, Sriyono dan beberpa yang lain, yang tentu saja sekarang sudah di alam kubur.
Meskipun saya sudah berhasil dalam merengkuh gelar tertinggi di dunia pendidikan dengan menjadi professor dan juga menjadi birokrat tertinggi di dunia birokrasi, yaitu sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, akan tetapi bagi saya bahwa guru-guru saya itu sangat layak untuk saya beri penghormatan. Siapa tahu bahwa dengan keikhlasan beliau, maka ilmu yang saya kuasai ini akan bermanfaat.
Di antara taushiyah Kyai Cholil yang penting untuk dicamkan adalah tentang pentingnya belajar secara terus menerus. Beliau mengingatkan bahwa dengan belajar secara terus menerus, maka ilmu kita akan menjadi tambah. Coba bayangkan bahwa dengan mengajar, maka ilmu kita akan terawat dan bahkan akan bertambah. Makna menjadi guru itu adalah bisa menularkan ilmu dan sekaligus merawat dan mengembangkan ilmu. Itulah sebabnya profesi sebagai guru merupakan profesi yang paling utama.
Sabda Nabi Muhammad saw yang menyatakan “utlub al ilma min al Mahdi ila al lahdi” itu maknanya bahwa orang tidak boleh berhenti menimba ilmu pengetahuan. Bahkan sesudah menjadi guru besar atau professor pun orang harus tetap belajar dan belajar. Tidak boleh berhenti belajar sampai ujung akhir kehidupan. Berhentinya mencari ilmu adalah manakala nyawa sudah tidak lagi dikandung badan.
Allah sangat menghargai orang yang mencari ilmu pengetahuan. Di dalam al Qur’an dinyatakan “yarfa’illahu al ladzina amanu minkum wa al ladzina utu al ilma al darajad” yang artinya kurang lebih “bahwa Allah akan mengangkat derajad orang yang beriman dan orang-orang yang mencari ilmu pengetahuan”. Jadi yang diangkat derajadnya oleh Allah adalah orang yang beriman dan pencari ilmu pengetahuan. Orang beriman saja tidak cukup, akan tetapi harus ditambah dengan orang yang mencari ilmu pengetahuan.
Para pendidik itu adalah orang yang beriman dan sekaligus pencari ilmu dan ditambah lagi sebagai penyebar ilmu pengetahuan. Makanya, para guru atau pendidik yang ikhlas di dalam bekerja, maka yang bersangkutan akan memperoleh derajat yang sangat tinggi. Ada tiga derajat yang dimilikinya, yaitu derajad orang yang beriman, derajad orang yang mencari ilmu dan derajad orang yang menyebarkan ilmu pengetahuan.
Di dalam konteks inilah maka posisi dan status sosial para pendidik itu menempati rangking yang tinggi. Tidak hanya di mata manusia ketinggian status sosialnya itu, akan tetapi juga di mata Allah swt. Berbahagialah kita semua yang menjadi pendidik. Dipastikan bahwa dengan menjadi pendidik yang ikhlas dan tujuannya adalah untuk mengabdi kepada agama, maka dipastikan bahwa pahalanya adalah keridloan Allah swt.
Pendidik yang baik adalah pendidik yang merasa bangga karena siswanya berhasil meraih keberhasilan yang lebih tinggi di dalam masyarakat, pemerintahan, pendidikan dan agama.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..