DERADIKALISASI (1)
DERADIKALISASI (1)
Saya telah berulang kali menulis tentang gerakan deradikalisasi khususnya di Indonesia. Hal ini saya tulis tentu terkait dengan semakin maraknya gerakan radikalisasi agama di Indonesia dan yang masih sering menjadi kenyataan adalah tindakan-tindakan untuk melakukan pengeboman di beberapa wilayah di Indonesia.
Kita belum melupakan kasus terorisme di Kompleks Pertokoan Sarinah beberapa saat yang lalu dan kemudian di tengah umat Islam menyelenggarakan ibadah puasa, tiba-tiba muncul bom bunuh diri di depan Mapolresta Solo. Tanpa perlu analisis yang tajam, maka semua mata lalu mengarahkan pandangannya pada gerakan ISIS yang memang telah menancapkan kukunya di Bumi Nusantara.
Kita tentu tidak bisa menyalahkan siapapun terkait dengan pengeboman ini. Jika ada orang yang menyalahkan Badan Intelejen Negara (BIN), Kepolisian, Densus 88 dan sebagainya, maka saya pikir bahwa ini adalah kesalahan kita semua. Bukankah masyarakat kita juga abai terhadap gerakan radikalisme berbaju agama ini. Masyarakat kita memang memberikan peluang bagi kaum radikalis untuk mengepakkan sayapnya di bumi Nusantara.
Mereka sekarang sudah memiliki landasan organisasional yang cukup kuat dengan militansi yang sangat baik. Mereka juga sudah bisa memasuki hampir seluruh sistem pemerintahan, baik sipil maupun militer. Di dunia pendidikan sudah tidak asing lagi. Mereka berhasil merekrut anak-anak muda pintar untuk menjadi calon penerus generasi radikal yang andal.
Merekalah yang kelak akan dijadikan sebagai penerus generasi Indonesia dengan faham radikal yang mumpuni. Strategi memasuki perguruan tinggi dengan berbagai program radikalisasinya adalah pilihan strategis jangka panjang yang kelak akan menentukan bagaimana Indonesia ke depan. Mereka dipersiapkan untuk mengisi tenaga pendidik di perguruan tinggi dan inilah tempat yang sesungguhnya sangat ideal di dalam kerangka mengemban tugas masa depan.
Gerakan radikalisasi sudah mengakar kuat di dalam kehidupan masyarakat kita. Lihatlah di beberapa instansi pemerintah. Tanda-tanda sebagai penganut agama yang radikal itu sangat kentara. Hampir seluruh kementerian didapati elemen-elemen seperti ini. Mereka adalah anak-anak muda dengan usia 30-40 tahun, yang telah benar-benar menjadi ideolog gerakan radikal ini. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah jika mereka juga masuk di dinas ketentaraan, atau kepolisian. Tetapi melihat stratagi sistemik dan terencana yang sudah dilakukan bukan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka sudah ada di sana juga.
Di dalam kerangka inilah, maka menurut saya negara harus hadir untuk mencegah semakin menguatnya pengaruh radikalisme di Indonesia. Di antara yang penting adalah bagaimana mencegah radikalisme melalui pendidikan. Jangan sampai lembaga pendidikan menjadi ajang strategis untuk mengembangkan agama yang radikal ini.
Lembaga pendidikan harus dan terus terjaga dengan nilai-nilai agama yang toleran, moderat dan rahmatan lil alamin. Bukan agama yang memberangus pemeluknya untuk mengembangkan sikap anti manusia lainnya yang berbeda keyakinan agamanya. Lembaga pendidikan haruslah menjadi institusi yang mengemban tugas dan fungsi untuk melestarikan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh para pendahulu kita. Yaitu agama yang mengedepankan pembelaan terhadap kemanusiaan kita. Agama yang tidak mengajarkan kekerasan dan terror kepada umat lainnya, bahkan saudara seiman sekepercayaan dengannya.
Untuk menggapai hal ini, maka kata kuncinya adalah pendidikan harus menghadirkan guru-guru atau pendidik yang memahami dan mendalami agama sebagaimana yang kita inginkan bersama. Saya membayangkan jika para guru atau pendidik lalu memiliki mindset yang bersearah dengan amalan kekerasan dan terror, lalu mau menjadi apa anak didiknya.
Yang diajarkan bukan kedamaian dan toleransi, akan tetapi kekerasan dan mencederai penganut atau pemeluk agama yang berbeda tafsirnya. Itulah sebabnya, pendidikan harus mereview ulang tentang tenaga pendidiknya, kurikulum pendidikannya dan bagaimana penerapan kurikulum tersebut terkait dengan agama dan keagamaan. Jadi memang dibutuhkan pendidikan yang memihak kepada pemahaman dan pengamalan agama yang berada di dalam koridor rahmatan lil alamin.
Oleh karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi perlu terus membangun sinergi untuk memahami tentang potensi masalah di masa depan terutama terkait dengan pemahaman peserta didik tentang Keindonesiaan, Keagamaan dan kemoderenan. Jangan sampai anak didik kita salah arah dalam memahami agamanya dan kemudian berpeluang membuat masalah di masa depan.
Pendidikan merupakan kata kunci untuk membentuk manusia Indonesia yang tangguh, berdedikasi dan bertanggungjawab terhadap kelestarian Indonesia di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
