• April 2025
    M T W T F S S
    « Mar    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

LEBARAN DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (3)

LEBARAN DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (3)
Indonesia memang kaya dengan tradisinya. Mungkin tidak ada negara lain dengan varian tradisi, bahasa dan budaya sebagaimana di Indonesia. Varian tradisi ini bisa saja memang karena factor etnis, suku bangsa dan bahasa yang sangat luar biasa banyaknya dan bisa juga karena masyarakat Indonesia memang pelestari tradisi yang hebat di dunia.
Bayangkan di seputar puasa saja ada macam-macam tradisi yang unik dan menarik. Semua merupakan tradisi yang genuine atau khas Indonesia. Misalnya tradisi megengan, colokan, wewehan, sedekahan dan silaturrahim yang telah menjadi tradisi nasional. Semua ini merupakan tradisi leluhur masyarakat Nusantara yang kemudian dilestarikan atau dikembangkan sesuai dengan perubahan zaman yang terjadi sekarang ini.
Pada tulisan ini saya ingin mengulas sedikit tentang tradisi mudik yang kiranya tidak ada di negara lain. Di negara tetangga, seperti Malaysia, saya kira tidak didapati tradisi mudik yang hingar bingar dan penuh pesona. Saya anggap penuh pesona sebab tradisi mudik telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari peristiwa hari raya. Rasanya tanpa mudik hari raya itu tidak ada artinya.
Bagaikan sayur tanpa garam, begitulah kiranya gambaran hari raya tanpa mudik. Makanya semua bersuka cita untuk melakukan mudik tanpa mengenal kata resiko perjalanan panjang berhari-hari dengan tingkat kemacetan yang luar biasa. Mudik tidak hanya dilakukan sekali, akan tetapi hampir setiap tahun dilakukannya. Dari Jakarta ke berbagai tempat di Indonesia.
Memang yang luar biasa adalah mudik dari Jakarta ke wilayah timur, Jawa Tengah dan jawa Timur. Luar biasa karena jauhnya, macetnya dan lamanya di perjalanan. Sungguh mudik merupakan tradisi khas yang melibatkan tidak hanya orang kebanyakan, akan tetapi juga para pejabat dan kaum intelektual. Semua terlibat di dalam acara tahunan, yang unik ini.
Tiket kereta api tentu sudah ludes tiga bulan yang lalu, demikian pula tiket pesawat terbang khususnya pada hari puncak mudik. Bagi yang tidak naik kereta atau pesawat, maka pilihannya adalah membawa kendaraan sendiri bersama seluruh keluarganya. Banyaknya kendaraan roda empat ke wilayah timur ini, maka menyebabkan antrian panjang di ruas jalan, misalnya ujung tol Cipali yang antrean panjangnya mencapai 18 Km. Lalu di kawasan Nagrek juga macet selama kurang lebih 11 jam. Meskipun demikian, kemacetan tidak menjadikan mereka menghentikan tradisi mudik ini. Bahkan juga menyebabkan terjadinya korban tewas sebagai akibat kelelahan atau lainnya.
Satu kata kunci yang dijadikan sebagai referensi mudik adalah “silaturrahim”. Mereka ingin menjalin tali kekerabatan dengan keluarganya yang masih ada di tempat semula. Mereka akan kembali merasakan dunia kekerabatan dan persahatan yang kental dengan kemanusiaannya. Selama setahun mereka bergulat dengan kehidupan kota yang complicated dengan kemacetan, ketegangan, kekerasan lingkungan dan kemudian setahun sekali pula mereka merasakan betapa hangatnya persaudaraan dan persahabatan di antara keluarga melalui mudik.
Mereka ingin sekali di dalam setahun merasakan masa-masa bersama dengan segenap kerabat, handai taulan, sahabat dan orang-orang dekatnya. Mereka merasa menyatu dengan alamnya yang lama dan yang lebih penting juga untuk menunjukkan keberhasilannya. Jika ada di antara mereka yang tidak menyempatkan diri pulang kampong, maka dianggapnya mereka telah melupakan asal usulnya. Bahkan yang lebih “mengerikan” jika tidak mudik dianggapnya sebagai orang yang gagal di dalam hidupnya.
Di dalam bayangan orang kampong, bahwa siapapun yang berani meninggalkan desanya, berani bekerja di kota adalah orang yang berani untuk menanggung kerja keras dan ukurannya adalah keberhasilannya. Itulah sebabnya kebanyakan mereka yang pulang kampong lalu pura-pura mendadak kaya dengan membagi-bagikan uang recehan dua ribuan, lima ribuan, sepuluh ribuan hingga dua puluh ribuan. Semua demi mudik.
Coba perhatikan bahwa menjelang hari raya selalu muncul pedagang dadakan “pedagang tukar uang”. Mereka menjajakan uang recehan untuk kepentingan mudik yang telah mentradisi. Sungguh mudik adalah tradisi khas Indonesia, yang tidak akan dijumpai di manapun termasuk di negeri asal agama Islam.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..