PUASA DAN ELIMINASI NAFSU DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (28)
PUASA DAN ELIMINASI NAFSU DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS (28)
Setiap tindakan terror pastilah akan meninggalkan trauma, yang di dalam konsepsi sosiologis disebut sebagai trauma social, yaitu perasaan umum yang dirasakan oleh sebuah komunitas berdasar atas pengalaman yang tidak mengenakkan. Misalnya terjadinya pengeboman yang tentu meninggalkan bekas trauma di kalangan masyarakat yang terkena dampak langsung.
Trauma bukan saja merupakan pengalaman individual, akan tetapi juga pengalaman sosial manakala penyebab trauma itu dirasakan oleh banyak orang. Peperangan, terror atau kekerasan yang dilakukan terhadap sejumlah orang akan menyebabkan terjadinya trauma social dimaksud. Peristiwa di Palestina hingga sekarang tentu menyebabkan terjadinya trauma sosial ini.
Pengeboman di Bali dalam tragedy 11 September 2011 tentu masih meninggalkan trauma pada sebagian orang yang memiliki pengalaman langsung dengan terror dimaksud. Demikian pula kasus bom bunuh diri di beberapa tempat lainnya. Yang masih terngiang adalah tentang kekerasan yang terjadi di Pusat Perbelanjaan Sarinah beberapa saat yang lalu. Kemudian juga bom bunuh diri di Mapolresta Solo beberapa hari yang lalu.
Untungnya bahwa daya ledak bom bunuh diri di Mapolres Solo tidak sekuat beberapa peledakan di Bali atau lainnya. Namun demikian tetap saja bahwa peledakan tersebut akan membawa trauma bagi mereka yang berada di dekat terjadinya peristiwa tersebut. Maka saya juga berkeyakinan, sebagaimana peledakan di kompleks pertokoan Sarinah tempo hari bahwa beberapa orang yang berada di sekitar peristiwa tersebut menjadi trauma dan takut keluar rumah.
Harus diakui bahwa tensi kekerasan di Indonesia memang meningkat akhir-akhir ini. Berapa tingkat intensitas dan kualitasnya tentu memerlukan penelitian lebih lanjut, namun dari beberapa pernyataan oleh pihak yang memiliki otoritas, bahwa memang terjadi skala kenaikan kekerasan agama tersebut. Ada di antara mereka yang berafiliasi dengan organisasi yang mengusung tema “khilafah Islamiyah”, ada yang tergabung di dalam “daulah Islamiyah” dan ada juga yang memang bersemangat untuk menerapkan syariah Islam yang kaffah di Indonesia.
Akan tetapi mereka yang melakukan gerakan pengeboman itu ternyata memiliki keterkaitan dengan gerakan ISIS yang sedang berkecamuk di Timur Tengah. Pernyataan otoritas keamanan mensinyalir bahwa berbagai peledakan dan terror tersebut dilakukan oleh jaringan ISIS di Indonesia. Jaringan ini memang bergerak seperti sel yang terus merembet dengan pasti. Jika ada yang mati, maka tumbuh sel baru yang meneruskannya. System ini merupakan cara yang efektif untuk terus menegakkan prinsip yang mereka yakini, dan secara nyata menghasilkan “pengantin-pengantin” yang siap untuk melakukan tindakan bom bunuh diri.
Bagi masyarakat Islam Indonesia pada umumnya, tindakan bom bunuh diri bukanlah jihad fi sabilillah, sebagaimana tafsiran jumhur ulama, akan tetapi tindakan tersebut dianggapnya sebagai tindakan extra ordinary crime, yang dilarang oleh agama. Ada banyak cara untuk melakukan jihad fi sabilillah dan bom bunuh diri bukan cara elegan untuk jihad fi sabilillah.
Puasa adalah jihad besar sebab di dalam puasa terdapat prinsip untuk melawan hawa nafsu jahat yang menguasai manusia. Nafsu lawwamah dan nafsu ammarah yang mempengauhi manusia untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keselamatan dan perdamaian. Puasa mengajarkan kita agar menjaga harkat dan martabat kemanusiaan dengan cara mengembangkan nafsu mutmainnah atau nafsu yang mengarahkan manusia kepada kebenaran dan jalan yang diridloi Tuhan.
Nabi menyatakan kala selesai Perang Badar yang terkenal di dalam sejarah Islam, beliau menyatakan bahwa “kita baru pulang dari peperangan kecil untuk menuju peperangan yang lebih besar, yaitu perang melawan hawa nafsu”. Pernyataan Nabi Muhammad saw ini memberikan indikasi bahwa perang melawan hawa nafsu adalah perang besar melebihi Perang Badar yang sangat terkenal tersebut.
Perang melawan hawa nafsu inilah yang sesungguhnya ingin dipesankan oleh Rasulullah Muhammad saw. Perang melawan hawa nafsu merupakan perang besar karena ia berada dan bersama dengan kehidupan manusia secara terus menerus. Berbeda dengan Perang Badar yang berbatas waktu, tempat dan kualitasnya, akan tetapi perang melawan nafsu adalah perang abadi di dalam kehidupan manusia. Tempat dan waktunya serta kualitasnya juga makin kompleks, serumit besarnya keinginan manusia untuk saling menguasai. ISIS sebagaimana diketahui bukan perang Islam melawan yang lain, akan tetapi adalah perang untuk memperoleh kekuasan dan menguasai.
Dan terutama yang dominan adalah kekuasan dan penguasaan ekonomi atau sumber daya ekonomi. Mereka ingin menguasai ladang-ladang minyak di Timur Tengah lalu kemudian menguasai masyarakat dan pemerintahan yang ada. Jadi, sebenarnya perang yang dilakukan oleh kelompok ISIS dengan lainnya, termasuk di bulan puasa, merupakan perang untuk perebutan kekuasaan politik.
Jika seperti ini, lalu di mana jihad fi sabilillah yang dijanjikan. Bagi kita, umat Islam Indonesia, kiranya berjuang untuk menyejahterakan masyarakat merupakan tugas mulia yang bisa dinilai sebagai jihad fi sabililah dimaksud.
Walahu a’lam bi al shawab.