PUASA DAN RASA KEMANUSIAAN (15)
PUASA DAN RASA KEMANUSIAAN (15)
Orang yang melakukan puasa adalah orang yang bisa menahan hawa nafsu. Semua umat Islam memahami hal ini. Apakah dia kaum awam Muslim sampai kyai atau ulama pastilah memahami tentang hal ini. Penjelasan tentang puasa melalui berbagai sumber informasi sudah menggambarkan tentang hal ini.
Persoalannya adalah apakah benar kita sudah melakukannya di dalam kehidupan kita. Atau apakah menahan nafsu biologis makan dan minum sudah menjadi kebudayaan kita atau menjadi kenyataan di dalam kehidupan kita. Ini merupakan pertanyaan umum yang saya kira bisa ditanyakan kepada diri kita di tengah suasana pelatihan menahan nafsu biologis ini.
Secara umum, semua orang yang berpuasa pastilah bisa menahan makan dan minum dan juga nafsu syahwat. Tiga larangan ini sudah menjadi pengetahuan semua orang yang berpuasa. Soal lainnya, misalnya menahan menggunjingkan orang, berkata kasar yang menyakiti orang, tingkah laku yang tidak menyenangkan, bahkan terbersit niat untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam mungkin masih tanda tanya. Namun secara umum yang terkait dengan hal-hal yang fisikal tentu masih bisa dilakukan.
Sebagai salah satu ajaran yang mendedahkan tentang pentingnya berempati terhadap mereka yang kurang dan tidak beruntung, maka sesungguhnya ada pertanyaan penting yang bisa diajukan, yaitu apakah kita sudah juga mengembangkan sikap tidak berlebihan di dalam mengonsumsi makanan pada malam hari atau kita juga berhemat untuk kepentingan konsumtif lainnya serta hasil penghematan itu lalu diberikan kepada yang sangat membutuhkan. Puasa saya kira tentu sangat menghargai kala kita bisa berhemat dan kemudian hasilnya didayagunakan untuk kepentingan kaum miskin, misalnya.
Sungguh suatu pemandangan yang juga kurang berkaitan dengan perintah untuk hidup sederhana dalam banyak hal, misalnya dalam hal makan, yaitu dengan ramainya rumah-rumah makan berkelas dengan tarif berkelas juga. Kalau kita jalan di berbagai Mall dan hotel yang di situ ada rumah makannya, maka kita akan bisa melihat bagaimana ramainya pengunjung dengan indikasi mereka berbuka puasa, misalnya dari cara berpakaian, dan saat menunggu waktu berbuka.
Semua ini memberikan gambaran bahwa justru bulan puasa menjadi bulan yang memperkuat “kesadaran” berkuliner di rumah-rumah makan berkelas. Mungkin ada yang berpikir hal ini dilakukan setahun sekali, sehingga dianggapnya hal yang lumrah atau biasa. Jika yang berpikir hal lumrah sedikit, mungkin masih bisa ditolelir, namun jika yang berpikir seperti itu banyak berarti bahwa akan terjadi peluberan orang yang memanfaatkan rumah makan berkelas di bulan puasa.
Saya yakin bahwa ada di antara kita yang berpandangan bahwa puasa itu setahun sekali, dan menahan nafsu makan selama 12 jam itu juga perjuangan yang berat, maka ketika datang malam hari, maka semuanya seakan mau dimakan atau diminum. Makanya, konsumsi gula, buah-buahan, daging dan makanan kaleng lainnya juga meningkat di bulan puasa.
Pemerintah juga mengantisipasi lonjakan kebutuhan sembilan bahan pokok di bulan puasa. Permintaan terhadap produk-produk makanan menjadi sangat meningkat di bulan puasa. Hal ini menandakan bahwa terjadi lonjakan komsumsi terhadap kebutuhan bahan makanan. Bagi yang melakukannya tentu bukanlah hal yang salah. Sebab untuk mau makan atau minum di manapun tentu merupakan hak bagi setiap individu. Mau makan di rumah saja juga tidak ada masalah. Hal ini juga menyangkut selera dan kemauan yang bersangkutan.
Namun demikian, menghadapi bulan puasa yang oleh orang Jawa dianggap sebagai “bulan tirakat” maka semestinya kita juga membatasi agar pemenuhan nafsu biologis ini tidak diumbar sedemikian rupa. Harus ada etika untuk menghormati bulan puasa sebagai bulan yang penuh makna dengan benar-benar memanej pemenuhan nafsu biologis secara ketat dan terkendali.
Kata kuncinya adalah pengendalian diri ini. Melalui ajaran puasa sebenarnya kita tidak hanya diajari untuk tidak makan dan minum di siang hari serta berhubungan seks di siang hari. Bukan hanya ini, akan tetapi yang juga penting adalah bagaimana kita memanej kebutuhan biologis (makan dan minum) di malam hari dengan cara mengatur sesuai dengan pemenuhan kebutuhan secara proporsional.
Jadi puasa juga mengatur agar kita bisa berhemat dalam pemenuhan kebutuhan biologis (makan dan minum) dan hasilnya bisa didayagunakan untuk memberikan “kesenangan” kepada orang lain yang belum beruntung di dalam kehidupannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.