• March 2025
    M T W T F S S
    « Feb    
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    24252627282930
    31  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MAKNA PUASA DALAM KONTEKS SOLUSI MASALAH (5)

MAKNA PUASA DALAM KONTEKS SOLUSI MASALAH (5)
Manusia sekarang memiliki tantangan kehidupan yang lebih kompleks dibandingkan 30-40 tahun yang lalu. Masalah yang mendasar tersebut terkait dengan perkembangan dunia yang makin cepat, sementara kemampuan manusia untuk mengikutinya tentu sangat terbatas. Salah satu di antara masalah sosial yang mendasar tersebut adalah mengenai kehidupan masyarakat perkotaan yang makin kompleks.
Di dalam ceramah agama yang saya sampaikan di Masjid Istiqlal dalam kerangka shalat jamaah tarawih (08/06/2016) tersebut saya sampaikan bahwa kehidupan masyarakat perkotaan semakin komplek pada akhir-akhir ini. Bagi kita yang hidup di Jakarta, maka begitu sangat terasa mengenai kompleksitas kehidupan tersebut. Tekanan jumlah penduduk yang makin banyak sehingga ruang kehidupan juga semakin sesak. Benturan kepentingan juga semakin tinggi terkait dengan ketenagakerjaan, pengupahan, pekerjaan dan sumber daya kehidupan lainnya. Melalui ledakan jumlah penduduk yang tidak terkendalikan, maka banyak terjadi wilayah slum area. Permukiman kumuh dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Selain itu juga terjadinya perebutan fasilitas dan ruang pekerjaan yang sangat ketat. Dengan demikian, pemenuhan sandang, pangan dan papan yang semakin membesar juga tidak terhindarkan. Lalu dampak ikutannya tentu adalah semakin banyak kekerasan sosial dan kekerasan fisik yang sering terjadi.
Cobalah kita lihat betapa kemacetan kota Jakarta ini. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya anggota masyarakat kita yang mengakses jalan raya, sementara itu ruas jalan tidak bisa diperlebar atau diperluas sebagaimana yang kita inginkan. Orang berdesakan di jalan raya, di alat transportasi umum, di permukiman dan sebagainya. Orang bisa berada di jalan raya dalam waktu yang panjang. Jarak 3-4 kilo meter bisa ditempuh dalam waktu 2 sampai 3 jam. Sungguh hal ini bukanlah pemandangan aneh di kota seperti Jakarta. Untuk menempuh jarak dari satu titik ke titik lain di Jakarta, bukanlah sesuatu yang prediktif. Sungguh tidak bisa diprediksi.
Suasana kehidupan kota seperti ini tentu bisa mendorong orang untuk mudah emosional, seperti mudah tersinggung, pemarah, dan bahkan stress ringan atau berat. Orang menjadi egois, keras kepala dan mau menang sendiri. Perasaan individual makin menguat sementara perasaan sosialnya makin mengecil bahkan hilang sama sekali. Kira-kira mindsetnya menjadi “yang penting gue dapat”, “yang penting gue sampai” dan seterusnya.
Jika tekanan demi tekanan kehidupan kota ini terus mengeksis di dalam kehidupan setiap hari, maka sangat wajar jika ada di antara kita yang mudah terkena stroke, jantung coroner, dan penyakit lain yang terkait dengan seringnya emosional. Pelampiasan emosi terkadang juga tidak tepat, sehingga sesiapapun yang berhubungan dengannya akan terkena imbasnya.
Di dalam konteks seperti ini, maka puasa menjadi penting adanya. Di dalam puasa diajarkan justru untuk meredam terhadap masalah-masalah yang terus menerus mendera individu dan masyarakat ini. Puasa mengharuskan seseorang untuk menepis semua tindakan emosional yang ada di dalam diri. Semua harus ditekan sampai titik nol jika dimungkinkan. Oleh sebab itu, puasa dengan ajaran kesabaran, kepasrahan dan kepatuhan yang tinggi akan menjadi pengantar agar kita dapat mereduksi dan bahkan menihilkan semuanya itu.
Allah mengajarkan agar di kala kita menghadapi masalah adalah dengan berdizikir kepada Allah. Di saat kita sedang menghadapi persoalan, maka yang diajarkan adalah dengan mengembalikan semuanya itu kepada Allah semata. Maka diajari agar kita menyatakan “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Yang arti secara umumnya adalah “semua adalah milik Allah dan akan kembali kepadanya”. Allah yang memberikan dan Allah pula yang akan mengambilnya.
Kala kita sedang terjebak macet, jangan berpikir yang negative, jangan menggerutu, jangan berkeluh kesah, akan tetapi gunakan waktu tersebut untuk berdzikir kepadanya. Ada yang menganjurkan membaca “Allahumma yassir wa tu’assir” yang maknanya adalah “Ya Allah permudah jangan persulit”. Lantunkan kalimat thayyibah, baca doa dan ayat al Qur’an yang kita hafal.
Jika bisa seperti ini, maka masalah terkait dengan kemacetan di Jakarta bukanlah menjadi persoalan akan tetapi justru mendatangkan waktu secara khusus tanpa kita desain untuk berdzikir kepada Allah. Alangkah indahnya jika kita bisa seperti ini. Kemacetan yang menyesakkan menjadi waktu dan ruang untuk mengekspresikan keberagamaan kita. Makanya, masalah bisa menjadi berkah. Dengan demikian, bagaimana kualitas kehidupan kita sesungguhnya sangat tergantung pada bagaimana kita memaknai kehidupan.
Jika kita bisa berpikir positif, maka juga akan menghasilkan energy positif. Dan insyaallah kehidupan akan menjadi semakin berkah. Sekali lagi “masalah menjadi berkah”.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..