• March 2025
    M T W T F S S
    « Feb    
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    24252627282930
    31  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF DI INDONESIA

TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF DI INDONESIA
Hari ini, Ahad, 22 Mei 2016, saya memperoleh kesempatan untuk menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI. Acara ini diikuti oleh seluruh jajaran pejabat di Kakanwil Kementerian Agama Provinsi dari seluruh Indonesia.
Acara yang diselenggarakan di Hotel Aston Bengkulu ini dilaksanakan selama tiga hari, mulai hari Jumat, 20 Mei 2016 yang lalu. Acara sosialisasi dan penguatan pengelolaan wakaf ini memang menjadi acara rutin yang diselenggarakan oleh Direktorat Wakaf untuk menyamakan wawasan mengenai pengelolaan wakaf di seluruh Indonesia.
Saya menyampaikan tiga hal mengenai apa dan bagaimana tantangan wakaf di Indonesia, khususnya menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang sekarang sudah berlangsung. Sebagaimana diketahui bahwa kita memang tertinggal di dalam pengelolaan wakaf, misalnya oleh Singapura maupun Malaysia. Kedua Negara ini telah menyelenggarakan perwakafan dengan pengelolaan yang lebih baik dibanding dengan pengelolaan perwakafan di Indonesia.
Pertama, bahwa wakaf sesungguhnya bisa menjadi instrument pemberdayaan atau pengembangan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam Rencana Strategis Kementerian Agama, salah satunya adalah meningkatkan potensi ekonomi umat melalui lembaga-lembaga keagamaan. Dengan demikian, sebenarnya keberadaan wakaf dan termasuk juga zakat, infaq dan shadaqah telah menjadi medium penting di dalam pemberdayaan ekonomi umat. Dengan dimuatnya potensi ekonomi umat melalui lembaga keagamaan di Kementeraian Agama, berarti bahwa keberadaan wakaf, zakat, infaq dan shadaqah telah merupakan bagian tidak terpisahkan dari fungsi lembaga-lembaga agama untuk dikembangkan menjadi potensi pemberdayaan ekonomi umat.
Potensi wakaf untuk pemberdayaan ekonomi umat sebenarnya luar biasa besar. Hal ini tentu terkait dengan jumlah tanah wakaf yang sangat besar dan juga potensi wakif dalam bentuk uang atau wakaf tunai yang sangat besar. Besarnya tanah wakaf yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia tentu bisa menjadi kekuatan raksasa untuk membangun ekonomi. Jadi, ada potensi tersembunyi yang belum termanfaatkan secara maksimal.
Kedua, bahwa potensi wakaf belum optimal. Hal ini saya kira merupakan pemahaman umum bahwa wakaf uang dan wakaf harta tidak bergerak sebenarnya sangat besa potensinya. Hanya saja problemnya adalah tingkat capaian wakaf uang hanya kira-kira 5%-6% saja dari potensi wakaf uang dari seluruh umat Islam di Indonesia. Kemudian yang tidak kalah serunya juga masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk wakaf, baik wakaf uang maupun wakaf benda tidak bergerak. Dan yang tidak kalah penting juga wakaf uang atau wakat tunai juga belum secara maksimal didayagunakan untuk kepentingan produktif. Seharusnya dipikirkan bagaimana membangun manfaat wakaf uang untuk investasi jangka panjang, misalnya penguatan pendidikan atau penguatan usaha di kalangan masyarakat.
Lalu, wakaf harta tidak bergerak juga masih terlilit problem sertifikasi yang belum tuntas. Masih sangat banyak tanah wakaf kita yang tidak bersertifikat dan kemudian menuai masalah hukum. Ada sejumlah orang yang menuntut dikembaikannya tanah wakaf kepada ahli waris disebabkan tanah wakaf tersebut belum diserfikatkan. Di sisi lain juga tanah wakaf yang kebanyakan idle atau tidak didayagunakan untuk kepentingan yang lebih luas. Makanya, diversifikasi usaha yang dilakukan oleh Nadzir terkait dengan wakaf juga belum memberikan dukungan yang memadai untuk kepentingan pemberdayaan ekonomi umat. Meskipun saya tidak memperoleh data terkait dengan produktivitas tanah wakaf, tetapi secara commonsense dapat saya nyatakan bahwa produktifitas tanah wakaf kita masih rendah.
Ketiga, di dalam pengelolaan wakaf di Indonesia juga kebanyakan masih menggunakan cara-cara konvensional. Belum didukung oleh SDM pengelola yang andal, belum didukung oleh data yang akurat dan belum didukung oleh teknologi IT yang memadai. Ke depan yang diharapkan adalah pengelolaan wakaf haruslah menggunakan pengelolaan atau manejemen modern. Pengelolaan wakaf harus diukung oleh SDM yang memiliki basis pengetahuan dan kapasitas manajerial yang memadai. Sudah bukan saatnya wakaf dikelola dengan cara-cara atau manajemen apa adanya atau manajemen tradisional.
Para pengelola wakaf harus memiliki visi dan misi pengembangan manfaat wakaf berbasis pada pemikiran modern, di mana basis data, IT dan SDM yang mengelolanya memiliki kapasitas yang memadai. Jika hal ini tidak dilakukan saya khawatir bahwa potensi wakaf kita yang luar biasa besar tidak akan bisa digarap sesuai dengan fungsinya bagi masyarakat Indonesia.
Negara seperti Malaysia, Singapura dan juga Mesir sudah mampu memanfaatkan wakaf untuk diversifikasi kemanfataannya. Di Mesir, maka Al Azhar University adalah lembaga pendidikan yang digerakkan melalui wakaf yang diversifikatif.
Oleh karena itu, sesuai dengan Undang-Undang Wakaf, maka sesungguhnya dengan wakaf maka kita akan bisa menjadikannya sebagai instrument untuk ibadah di satu sisi dan di sisi lain juga untuk kemanfaatan umum, yang di dalam hal ini adalah untuk mengembangkan ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Jika wakaf bisa didayagunakan dalam tiga aspek ini saja, maka manfaat wakaf bagi pembanguunan manusia Indonesia yang sejahtera dan bahagia akan bisa didorong lebih cepat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..