SEKALI LAGI PORNOGRAFI (2)
SEKALI LAGI PORNOGRAFI (2)
Di dalam kenyataan bahwa sumbangan besar yang diberikan oleh pornografi bagi sebuah masyarakat adalah terjadinya berbagai penyimpangan seksual. Saya kira seandainya ada penelitian tentang hal ini, saya kira jawabannya dapat dipastikan membenarkan proposisi ini. Ada korelasi yang signifikan antara akses pornografi dengan berbagai penyimpangan perilaku seksual.
Kita sungguh merasa prihatin bahwa banyak anak-anak sekolah dasar yang sudah mengakses pornografi. Kita merasakan bahwa betapa permissivenessnya masyarakat kita, sehingga anak-anak yang masih bau kencur sudah bisa dengan leluasa mengakses pornografi. Negara-negara barat yang secular saja masih menggunakan takaran kebolehan untuk mengakses pornografi, sementara masyarakat kita begitu permisif untuk urusan yang sangat rahasia ini.
Data-data yang diangkat oleh Pak Peri Farok, Pendiri JBDK (jangan Bugil Depan Kamera), 1) Menduduki rata-rata ke 4 sedunia sebagai pengakses pornografi dengan kata kunci “sex”. 2) Akses konten pornografi berasal dari kota-kota dengan konsentrasi pelajar/mahasiswa. 3) Per Mei 2007 beredar 500 lebih video porno asli Indonesia, dengan kecenderungan berlipat setiap tahun. 4) 90 persen pelaku video porno adalah pelajar/mahasiswa dengan kecenderungan usia yang makin muda, pelaku yang makin berani dan dilakukan di ruang yang semakin terbuka.
5) menduduki peringkat 1 untuk 7 tahun berturut-turut dengan pencarian video porno Asia. 6) Menduduki peringkat 1 sebagai peserta kamar-kamar chat video 18 plus, yang berbagi perbincangan/tayangan porno. 7) Pengunggah tertinggi pornografi gratis. 8) Pengunggah tertinggi klip video music dangdut porno melalui internet. 9) Perilaku sexting atau berbagai konten porno melalui gadget di kalangan remaja.
Melihat data ini maka sesungguhnya kita menjadi khawatir bahwa pornografi akan sungguh-sungguh merusak mental generasi muda Indonesia. Bisa dibayangkan bahwa seluruh posisi tertinggi diduduki oleh pengakses Indonesia. Dan juga dapat dipastikan bahwa pengunggah terbesar adalah kaum terpelajar di kota, baik yang masih menduduki pendidikan menengah atau pendidikan tinggi.
Hal ini menjadi santat ironis sebab kita mestinya mempersiapkan generasi emas Indonesia tahun 2045 atau 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Di kala kita menyiapkan hal tersebut ternyata problem yang membelit adalah mengenai tayangan pornografi yang luar biasa dahsyatnya mempengaruhi generasi muda Indonesia.
Realitas ini yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai darurat pornografi. Kondisi pornografi sudah sangat memprihatinkan semuanya. Itulah sebabnya penanganan pornografi tidak bisa dilakukan orang perorang, akan tetapi harus sistematis dan terstruktur. Pemerintah dan masyarakat harus saling bahu membahu agar problem pornografi dapat direduksi bahkan dihilangkan sedemikian rupa.
Oleh karena itu, melawan pronografi tidak bisa diserahkan kepada kementerian tertentu, akan tetapi harus antar kementerian. Kementerian Agama, kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pemuda dan Olahraga dan kementerian lain yang memiliki keterkaitan dengan barang haram, pornografi.
Organisasi sosial keagamaan juga mesti terlibat di dalamnya. Misalnya NU, Muhammadiyah, Nahdlatul Wathon, Jamiyatul Washliyah, PUI, Mathlaul Anwar, Persis, dan sebagainya. Demikian pula asosiasi sosial keagamaan, seperti MUI, WALUBI, PGI, MATAKIN, Parisadha Hindu, dan sebagainya juga memiliki tanggungjawab yang sangat besar untuk mengemban tugas anti pornografi. Demikian pula organisasi-organisasi profesi lainnya.
Saya kira gerakan anti ponografi apapun harus kita dukung secara maksimal. Sebagai pimpinan Gugus Tugas Pornografi, maka harus menjadi leading sector di dalam gerakan anti pornografi. Itulah sebabnya beberapa waktu terakhir ini, Kemenag menyelenggarakan berbagai meeting untuk membahas mengenai gerakan anti pornografi. Dimulai dengan pertemuan teknis, lalu pertemuan setara pejabat eselon I dan kemudian di tingkat menteri.
Berbagai meeting ini diharapkan akan menghasilkan kerja bareng untuk menyelesaikan masalah porngrafi di Indonesia. Jika semakin banyak kementerian/lembaga yang tertarik untuk terlibat di dalam pemberantasan pornografi, maka tentu hasilnya akan menyejukkan.
Jadi, memang diperlukan kerjasama dengan berbagai elemen agar program Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi memiliki pengaruh yang signifikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.