• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SEKALI LAGI PORNOGRAFI (1)

SEKALI LAGI PORNOGRAFI (1)
Indonesia sudah darurat kekerasan seksual. Itulah pernyataan akhir-akhir ini terkait dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang melanda masyarakat kita. Masih terngiang di telinga kita tentang kasus Yuyun yang membetot mata media, bahkan dunia internasional, maka kemudian muncul kasus yang sama di Sulawesi Utara dan yang juga fenomenal adalah kasus Surabaya yang melibatkan anak-anak di bawah usia.
Bisa dibayangkan bahwa Bunga (nama samaran) sudah mengenal seks semenjak usia 4 tahun dan pelaku lelakinya berusia sembilan tahun. Dan sekarang kala si Bunga berusia 13 tahun, maka dia berbuat mesum dengan delapan anak-anak yang usianya Sembilan tahun hingga 14 tahun. Anak usia SD hingga SMP telah melakukan relasi seksual yang seharusnya hanya dikenal oleh orang dewasa. Bahkan menurut Jawa Pos, 13/05/2016, bahwa Bunga sudah ketagihan seks di usianya yang baru 13 tahun. Makanya, terkadang dia yang meminta dan bukan lelakinya yang mengajaknya.
Tidak hanya ketagihan seks, akan tetapi juga ketagihan pil koplo jenis L 10. Jika dia tidak memiliki uang untuk menebus pil koplo yang harganya Rp10.000,oo tersebut, maka dia rela mengemis atau barter dengan seks. Sungguh peristiwa yang memilukan bahwa generasi masa depan Indonesia terkena masalah seperti ini. Selalu ada korelasi antara narkoba dengan perilaku seks menyimpang. Artinya, bahwa narkoba memang menjadi masalah serius bagi masa depan remaja kita.
Lalu yang juga memantik rasa keprihatinan adalah anak kelas III SD berumur sembilan tahun yang juga ikut terlibat bersama kawan-kawannya untuk melakukan pencabulan atau juga tindakan seksual. Ternyata mereka mengenal seks melalui tontonan di rental video di sekitar rumahnya. Di rental video dan juga warnet inilah mereka mengenal tentang seksualitas dan liku-liku seks orang dewasa. Dengan polosnya anak-anak ini menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang seks melalui persewaan video di sekitar rumahnya.
Hal ini tentu menambah keyakinan bahwa dunia persewaan vodeo atau warnet ternyata memang menjadi tempat transaksi yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Anak-anak yang seharusnya tidak diperbolehkan mengakses video porno ternyata diperkenankan untuk melakukannya. Jadi dunia bisnis tidak mengenal norma agama atau etika sosial yang seharusnya dijunjung tinggi. Bisnis tidak mengenal halal atau haram. Semua serba permissiveness. Ada pembeli ada yang menjualnya.
Kita memang dikenal sebagai masyarakat religious, akan tetapi di dalam banyak hal ternyata berlaku permissiveness. Termasuk memperkenankan anak-anak di bawah usia menonton video porno.
Masyarakat barat dikenal sebagai masyarakat sekuler, akan tetapi batasan kepantasan dan perkenan itu dijaga cukup kuat. Waktu saya ke Kanada, tahun 2007, maka ketika kita mengunjungi sebuah toko yang menjajakan peralatan dewasa, maka ditulis dengan huruf besar “tidak untuk anak-anak dibawah usia 17 tahun”. Dan penjaga toko sangat menghormati terhadap kaidah ini. Jadi ada batasan mana yang boleh dan mana yang tidak.
Jumlah warnet di Indonesia, pada tahun 2008, sebanyak 12.000 buah. Mungkin pada tahun ini bisa mencapai angka 15.000 buah. Saya tidak mendapatkan data yang kongkrit mengenai jumlah warnet ini. Akan tetapi seirama dengan perkembangan teknologi Hand Phone, maka dunia warnet mengalami stagnasi. Sebenarnya juga sudah dilakukan sweeping terhadap warnet dalam kaitannya dengan ekspose pornografi. Namun nyatanya bahwa masih banyak warnet yang bisa mengekspose konten pornografi.
Yang sungguh kita sesalkan adalah mengapa para pengusaha rental video atau warnet masih terus memborbadir anak-anak kita dengan tayangan pornografi. Apakah mereka tidak menyadari bahwa dengan terus menerus menayangkan video porno maka berarti mereka memiliki andil untuk merusak bangsa ini. Bukankah seharusnya mereka menyadari bahwa anak-anak ini adalah generasi penerus bangsa, yang jika mereka rusak, maka rusaklah bangsa ini. Atau mereka berpikir business is business, sehingga tidak lagi mengenal kata etika, norma agama, tatanan masyarakat dan sebagainya.
Di sinilah negara harus hadir untuk menyelamatkan generasi mudanya. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: pertama, Kementerian Komunikasi dan Informasi harus mengetati terhadap berkembangnya situs-situs porno di Indonesia. Kemenkoinfo harus berani melakukan tindakan untuk menutup terhadap situs-situs yang berindikasi mengandung conten pornografi, kapanpun dan dimanapun. Kedua, masyarakat harus melakukan perhatian secara optimal terhadap warnet atau video rental yang di dalam banyak hal menjadi tempat untuk mengakses pornografi. Masyarakat jangan abai terhadap kebobrokan moral masyarakat kita yang cenderung permissiveness dalam memperjualbelikan conten pornografi di sekeliling kita. Ketiga, berikan hukuman secara maksimal terhadap pelanggar pornografi terutama yang memberikan peluang untuk akses pornografi.
Cara ini harus ditempuh mengingat bahaya pornografi yang sudah menjarahrayah terhadap pikiran sehat para generasi muda Indonesia. Jangan biarkan mereka menjadi korban terhadap desain perusakan generasi muda Indonesia, sekarang dan akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..