• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PROBLEM JAMAAH HAJI SETIAP TAHUN

 Salah satu problem Departemen Agama yang selalu dijumpai setiap tahun adalah penyelenggaraan haji. Semenjak Pak Muhammad Maftuh Basyuni menjadi Menteri Agama, maka prioritas program yang diancangkannya adalah membenahi sistem haji. Hal itu disadari betul sebab penyelenggaraan haji selalu bermasalah dari tahun ke tahun. Problem kuota sampai pemondokan dan bahkan penyelenggaraan haji terus menuai kritik. Makanya, selama lima tahun menjabat menteri agama perhatian Pak Maftuh selalu terkait dengan perhajian. Dan sebagai wujud kongkrit perjuangan beliau untuk membenahi sistem haji telah  memperoleh pengakuan dari lembaga akademik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menganugerahinya gelar Doktor Honoris Causa.  Gelar akademik yang sangat bergengsi.

Memang salah satu problem yang mendera departemen agama dalam upaya untuk membangun good governance adalah persoalan pelayanan haji. Departemen ini pernah menjadi departemen terkorup sebagai akibat penyelenggaraan haji yang menuai banyak masalah. Pelayanan  haji  banyak unsur nepotisme dan kolusi. Makanya penertiban yang pertama dilakukan oleh jajaran departemen agama di era Pak Maftuh adalah membatasi haji aparat dan haji gratis yang diberikan oleh departemen agama kepada banyak pihak. Pembatasan ini didasari oleh kenyataan bahwa ongkos naik haji (ONH) bisa menjadi membengkak karena banyaknya orang yang diberangkatkan secara gratis tersebut.

Belum lagi kolusi soal pemberangkatan jamaah haji. Ada banyak penyimpangan yang dilakukan tentang siapa yang diberangkatkan, kapan dan berapa banyak. Bisa saja orang yang datang belakangan tetapi memperoleh jatah lebih dahulu karena kemampuannya untuk melakukan kolusi dengan petugas haji. Sistem koordinasi Haji (Siskohat) yang seharusnya menjadi sistem penyaring siapa yang terdahulu adalah siapa yang harus berangkat ternyata hanya isapan jempol saja. Itulah sebabnya Pak Maftuh menggagas dan mengimplementasikan konsep first come first serve. Siapa yang datang dulu, dialah yang dilayani dulu.

Meskipun demikian, problem seakan tidak mau berhenti. Ketika problem first come first serve berhasil dilakukan, pemangkasan jumlah haji gratis dikibarkan, kemudian ada yang tidak tuntas yaitu  problem pemondokan. Bahkan juga pernah terjadi problem catering yang rumit. Problem pemondokan memang problem yang seakan menjadi problem tahunan. Problem ini seakan enggan pergi. Tahun kemarin merupakan tahun yang sangat berat mengenai pemondokan itu. Jarak yang sangat jauh dari Masjidil Haram, lokasi yang terisolir dan kelangkaan transportasi seakan menggenapi problem penyelenggaraan haji. Jarak tempuh 15 Km dari Masjidil Haram tentu sangat berat di saat kesulitan transportasi. Bahkan ketika mereka diberi kompensasi uang pun tidak ada artinya. 

Memang harus diakui bahwa Indonesia mengalami kesulitan luar biasa dalam menghadapi problem pemondokan ini. Jumlah jamaah haji yang mencapai angka 220.000-an tentu memiliki problem tersendiri dalam penempatan di Makkah maupu  Madinah. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya mengirim jamaah haji sebanyak 20.000-an jamaah haji. Makanya tentu tidak sebanding. Akibatnya banyak jamaah haji yang tidak bisa berada di ring satu atau ring dua.  Mereka menjadi terpencar-pencar di beberapa tempat. Bahkan saling berjauhan.

Tahun ini pun masalah pemondokan masih problematik. Berdasarkan pantauan JP, 27/10/09 bahwa masih terdapat problem pemondokan di Makkah. Dari sebanyak 407 rumah yang disewa, 41  tidak layak dihuni, misalnya tidak memiliki tangga darurat dan pemadam kebakaran. Disamping masih ada rumah yang dihuni penghuni lama. Rumah pondokan tersebut di wilayah ring I sebanyak 115 rumah dengan kapasitas huni 52.499 orang. Di ring II terdapat 292 rumah dengan kapasitas 143.603 orang. Wilayah ring I paling jauh dua kilometer, sedangkan wilayah ring II berjarak 2-7 kilometer dari Masjidil Haram.

Jika melihat posisi hunian di tahun ini, maka jarak pemondokan dengan Masjidil Haram jauh lebih baik dibanding tahun lalu. Artinya bahwa jarak pemondokan  di ring II pun masih dalam jarak jangkau untuk dari dan ke Masjidil Haram. Disadari betul bahwa untuk bisa memasukkan ke ring I semua jamaah tentu mengalami kesulitan. Jamaah haji yang luar biasa banyak tentu mengharuskan untuk mengambil lokasi pemondokan yang terkadang harus agak jauh dari Masjidil Haram. Meskipun jaraknya jauh, yang sesungguhnya penting adalah sarana transportasi yang memadai. Sebab problem utama ketika di Makkah adalah pada sarana transportasi tersebut. Keterjangkuan wilayah karena kemudahan transportasi menjadi sangat urgen.

Pak Menteri Suryadharma Ali, tentu sudah membaca problem haji setiap tahun. Pengalaman beliau menjadi menteri sebelumnya dan aktivis partai politik  tentu menjadi bekal utama bagaimana menata manajemen haji menjadi lebih baik. Kritisisme aktivis partai politik tentu menjadi variabel penting untuk melakukan analisis dengan cepat tentang problem dimaksud. Demikian pula pengalaman menata birokrasi di departemen sebelumnya juga menjadi modal penting baginya untuk melakukan penataan dan menyelenggarakan good governance.

Oleh karena itu, jika Pak Suryadharma Ali dapat melanjutkan reformasi sistem haji yang telah dilakukan oleh Pak maftuh dan kemudian berhasil melaksanakannya secara memadai maka keberhasilan pengelolaan departemen agama sudah ada di tangan. Makanya, tugas Pak Suryadharma Ali adalah melanjutkan pola dan model pengelolaan perhajian melalui prinsip yang tegas, transparan dan akuntabel sehingga pelaksanaan haji akan menuai keberhasilan. Melalui penuntasan problem jamaah haji, terutama pemondokan, transportasi dan manajemen berbasis efektivitas dan efisiensi maka akan menjadikan citra departemen agama akan menjadi semakin baik.

Selamat Pak Surya untuk memimpin Departemen Agama. Wallahu a’lam bi al shawab.   

Categories: Opini