• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PMA 68 TAHUN 2015 DAN PENGEMBANGAN PTKIN (2)

PMA 68 TAHUN 2015 DAN PENGEMBANGAN PTKIN (2)

Saya merasakan bahwa selama empat tahun saya berkiprah di Kementerian Agama sebagai Pejabat Eselon I, maka baru kali ini sebuah PMA diuji dengan berbagai kerumitan. Ada puluhan PMA yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, akan tetapi selama ini tentu tidak menjadi persoalan yang krusial.

PMA 68 Tahun 2015 tentu dirumuskan juga dengan sangat hati-hati. Bahkan sekian banyak pertemuan dilakukan untuk membahas RPMA ini. Tidak hanya antara Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Dirdiktis) dengan Biro Hukum dan KLN Kemenag, akan tetapi juga melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan para akademisi dan intelektual dan juga antar pejabat Eselon I dan bahkan dengan Pak Menteri Agama RI. Sungguh PMA ini sangat seksi di tengah upaya untuk menata regulasi terkait dengan pengembangan Pendidikan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).

Sesungguhnya PMA ini lahir sebagai respon atas situasi kampus di bawah Kemenag. PTKIN diharapkan bisa menjadi motor bagi pengembangan akademis yang unggul atau memiliki distingsi dan ekselensi. Selain itu juga tuntutan untuk mengembangkan kompetensi dan kompetisi. Ada tiga pertimbangan yang mengemuka terkait dengan situasi PTKIN kita.

Pertama, latar sosial untuk pengembangan PTKIN. Perguruan tinggi kita didirikan untuk menjawab akan kebutuhan umat mengenai Islam yang damai, yang memberi rahmat. Dari PTKIN diharapkan agar muncul agen-agen Islam dengan karakter seperti ini. Namun kenyataannya, bahwa ada banyak problem yang dihadapi oleh PTKIN terkait dengan pemilihan rektor. Ada sejumlah konflik yang terus menguat keberadaannya. Bahkan tidak jarang berakhir di pengadilan. Situasi yang tidak kondusif ini akan memicu terus munculnya perluasan area konflik dan tentu akan berakibat pimpinan PTKIN tidak bisa focus mengurus pendidikan tinggi.

Kedua, latar akademis untuk pengembangan pendidikan tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan tinggi mengemban tugas yang sangat besar dalam aspek akademik dan professional. Pendidikan tinggi diharapkan menjadi ladang bagi penumbuhan etos akademik dan kesiapan menghadapi perubahan sosial dan budaya yang sangat cepat. Jika pendidikan tinggi tidak menyiapkan mahasiswa dengan bekal yang memadai untuk menghadapi tantangan kehidupan yang makin kompleks berarti pendidikan tinggi tersebut gagal untuk menyiapkan generasi mendatang.

Di dalam Higher Education Long Term Strategy, maka misi utama pendidikan tinggi adalah menyiapkan anak bangsa yang kompetitif atau nation’s competitiveness. Oleh karena itu tugas besar institusi pendidikan tinggi adalah untuk menyiapkan agen-agen masa depan yang memiliki kemampuan akademik dan professional yang memadai, sehingga ke depan akan mampu berkompetisi dengan bangsa lain.

Ketiga, latar politis. Pemilihan rektor hakikatnya adalah peristiwa politik. Bagaimanapun juga harus dipahami bahwa pemilihan rektor adalah peristiwa politik praktis di dunia akademik. Makanya, di dalam pemilihan rektor selalu terdapat gerakan-gerakan politik yang di dalamnya sarat dengan strategi politik untuk memenangkan pilihan rektor. Dengan demikian aksi dukung mendukung dalam politik praktis pun mengedepan di institusi pendidikan tinggi ini. Upaya untuk memenangkan calon pilihan pun sebagaimana pilkada atau pilpres. Saling mendukung, saling mengungkapkan kelemahan dan kekuatan calon rektor pun menjadi perbincangan yang memanas. Dan yang juga tidak bisa dihindarkan adalah character assassination. Oleh karena itu, pilrek adalah kawasan politik praktis sebagaimana pesta demokrasi di masyarakat. Di antara kelompok yang bersaing juga melibatkan mahasiswa untuk saling mendukung dan menolak. Demonstrasi mahasiswa untuk pilrek juga tidak terhindarkan. Jadi, pilrek merupakan representasi politik praktis di dalam kampus.

Yang justru menjadi masalah adalah problem dampak ikutannya. Melalui pilrek yang bercorak demokrasi liberal, one man one vote, maka perseteruan ternyata terus berlangsung sampai akhir masa jabatan yang bersangkutan. Saya menjadi teringat ada salah seorang rektor PTKIN yang selama empat tahun hanya terlibat menyelesaikan konflik di kampusnya. Sungguh ironis sebab institusi pendidikan tinggi semestinya menjadi lahan penyemaian akademik yang unggul tetapi yang terjadi justru kesebalikannya, yaitu menjadi ladang politik praktis.

Berdasarkan atas analisis empiris tersebut, maka diteribitkan PMA Nomor 68 Tahun 2015 tentang Tatacara Pemilihah Rektor PTKN. Di dalam PMA ini memang dilakukan perubahan yang sangat mendasar, terutama tentang tatacara pemilihan rektor. Jika di dalam PMA sebelumnya tatacara pemilihan rektor menggunakan system one man one vote oleh Senat PTKN, maka di dalam PMA yang baru ini berubah sangat mendasar. Senat tidak melakukan pemungutan suara di dalam pemberian pertimbangan calon rektor. Mereka hanya memberikan pertimbangan kualitatif melalui pengisian borang pilrek, yang terdiri dari integritas, pengalaman, karya akademik, kerja sama dan sebagainya. Sebelum diberikan pertimbangan secara kualitatif oleh anggota senat, maka calon rektor harus memaparkan visi dan misi pengembangan PTKIN di hadapan senat dan civitas akademika. Hasil pertimbangan oleh senat lalu dikirim ke Menteri Agama via Dirjen Pendidikan Islam untuk dilakukan fit and proper test oleh Komisi Seleksi yang terdiri dari akademisi, birokrat, professional dan tokoh masyarakat.

Dengan demikian, yang dikembangkan adalah proses seleksi dan bukan elektasi. Bukan demokrasi liberal akan tetapi demokrasi berbasis musyawarah. Yaitu musyawarah oleh seluruh anggota senat untuk memberikan pertimbangan mana dan siapa calon rektor yang visioner. Dan melalui fit and proper test oleh komisi seleksi yang independen, maka dipastikan akan dihasilkan rektor yang memenuhi kebutuhan pengembangan institusi pendidikan.

Jadi, rasanya terlalu dini jika kemudian dinyatakan bahwa di dalam proses ini ada unsur politisasi oleh Menteri Agama dan jajarannya untuk memutuskan siapa rektor yang terpilih.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..