MANAJEMEN KINERJA KEMENTERIAN AGAMA (2)
MANAJEMEN KINERJA KEMENTERIAN AGAMA (2)
Sebagaimana dipahami bahwa manajemen kinerja sudah menjadi arus utama di dalam dunia birokrasi pemerintahan Indonesia. Semua kementerian dan lembaga (K/L) tidak terkecuali harus menyelenggarakan pemerintahan dengan birokrasi berbasis manajemen kinerja.
Sebagaimana yang telah saya jelaskan bahwa yang dijadikan ukuran mengenai manajemen kinerja adalah ditetapkannya sasaran kinerja, indicator kinerja dan capaian kinerja. Sasaran kinerja dirumuskan melalui perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan dan kemudian dalam enam bulan atau akhir tahun lalu dilakukan evaluasi kinerja untuk mengetahui seberapa tingkat ketercapaian targetnya.
Di dalam banyak hal, bawahan dibiarkan untuk mencapai target kinerjanya. Mereka memamg diberikan keleluasaan di dalam mencapai target kinerjanya bahkan seakan dibiarkan dengan kemampuan dirinya untuk mencapai target kinerjanya itu. Makanya, kesuksesan atau kegagalan untuk mencapai target kinerja tentu sangat tergantung pada apa yang dilakukannya sendiri.
Berbasis pada pengalaman manajemen kinerja yang seperti ini, maka Maybank Indonesia, yang merupakan bank Malaysia yang telah melakukan akuisisi terhadap Bank International Indonesia, lalu melakukan strategi baru yang disebutnya sebagai Manajemen Performa Berkesinambungan. Berdasarkan uraian dari Majalah Swa, yang pernah saya abaca di Garuda dalam perjalanan Jakarta- Surabaya, maka mereka melakukan autokritik terhadap penerapan manajemen performa semacam ini.
Kritik yang dilakukan adalah dengan mempertanyakan kembali efektivitas manajemen kinerja yang berlebihan memberikan fungsi kepada bawahan untuk menyelesaikan sendiri pekerjaannya tanpa melakukan komunikasi dengan atasannya. Kritik ini ditujukan justru pada kelompok atasan yang abai terhadap masalah yang dihadapi oleh kelompok bawahannya.
Kelompok atasan selalu berpikir bahwa kelompok bawahannya akan bisa menyelesaikan sendiri terhadap problem pekerjaannya. Dianggapnya bahwa profesionalitas bawahannya dipastikan untuk bisa menyelesaikan setiap problem yang dihadapinya. Itulah sebabnya setiap persoalan perusahaan hanya berhenti dilevel kelompok bawahan. Problem teknis selalu menjadi kewenangan bawahan untuk menyelesaikannya.
Melalui manajemen kinerja berkesinambungan, maka seorang bawahan harus merumuskan sasaran kinerja, target kinerja dan capaian kinerjanya dalam bentuk perjanjina kinerja, sama seperti implementasi manajemen kinerja, akan tetapi bedanya bahwa di dalam manajemen performa berkesinambungan, maka ditekankan pada aspek guidance atau pendampingan selama program atau kegiatan dilakukan sepanjang tahun.
Jika di dalam manajemen kinerja bawahan diabaikan di dalam bekerja untuk menyelesiakan targetnya, maka di dalam manajemen kinerja berkesinambungan atasan selalu terkibat di dalam penyelesiakan setiap masalah baik yang bercorak strategis maupun teknis. Ada forum-forum yang didesaian untuk membincang mengenai hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh bawahan.
Bisa jadi dilakukan kegiatan coffee morning atau sejenisnya untuk membahas berbagai hal yang terkait dengan perbincangan tentang tantangan dan hambatan yang duhadapi bersama. Melalui program seperti ini, maka semua yang berada di dalam program akan merasakannya sebagai bagian dari pengembangan lembaga atau unit usaha yang ditekuninya.
Saya kira dewasa ini banyak perkantoran yang menyelenggarakan acara informal, seperti coffee morning, yang didesain untuk membangun kebersamaan di antara pimpinan dan staf Kementerian/Lembaga. Saya kira program ini akan memiliki manfaat yang sangat signifikan untuk membangun kebersamaan. Yang digunakan untuk menyelesaikan masalah bukanlah rapat formal yang tersistem dengan kaku, akan tetapi melalui perbincangan yang satara antara pimpinan dan bawahan.
Rapat formal digunakan untuk menentukan keputusan terstruktur berdasarkan atas presensi dan masukan-masukan yang terstruktur pula. Yang bisa memberikan masukan atau tanggapan hanyalah “orang yang memiliki nomor punggung”, sementara lainnya hanyalah menjadi penggembira dalam meeting tersebut. Rapat formal hanyalah untuk memberi stempel dan untuk mengetuk palu saja.
Yang sesungguhnya menjadi penting adalah perbincangan di dalam pertemuan informal dalam rupa coffee morning atau jamuan makan siang bersama. Dengan demikian, kesepakatan demi kesepakatan sudah didapatkan dan rapat formal hanyalah akan menjadi sarana untuk memformalkan informal meeting dengan kesepakatan yang sudah dirumuskan.
Wallahu a’lam bi al shawab.