KEMENTERIAN AGAMA BERINTEGRITAS (2)
KEMENTERIAN AGAMA BERINTEGRITAS (2)
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Pak Menteri, bahwa aparat Kemenag haruslah memiliki jiwa yang tangguh, tidak mudah putus asa, harus professional dan yang juga penting harus memiliki integritas yang sangat baik. Kita telah memiliki modal dasar ikhlas beramal, sehingga kita juga harus bekerja keras untuk mencapai tujuan atau misi Kemenag.
Di dalam kerangka membangun integritas, maka telah dicanangkan lima nilai budaya kerja yang tentunya harus diimplementasikan di masa sekarang dan akan datang. Lima nilai budaya kerja tersebut bukan untuk dipancang di kantor-kantor atau untuk dihafalkan, akan tetapi yang lebih penting adalah untuk dilakukan di dalam kehidupan birokrasi sehari-hari.
Kemenag telah mengalami pasang surut di dalam perjalanannya. Pernah juga mengalami masa-masa yang paling sulit yaitu rendahnya public trust yang disebabkan oleh kelalaian dan kesalahan kita di masa lalu. Tindakan koruptif dan penyalahgunaan kekuasaan yang pernah terjadi menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap kementerian ini nyaris berada dititik nol.
Makanya, di kala kenyataan kemenag seperti itu, yang terbersit di setiap jajaran birokrasi kemenag adalah bagaimana caranya untuk membangun kembali marwah kemenag yang sempat down. Oleh sebab itu yang sangat diperlukan adalah bagaimana membangun kembali integritas yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari gerakan reformasi birokrasi.
Untuk kepentingan tersebut, maka pencanangan lima nilai budaya kerja oleh Pak Menag menjadi titik balik di dalam upaya untuk mendongkrak semangat kerja dan kepercayaan diri para aparat kemenag baik di pusat maupun di daerah. Perlahan tetapi pasti bahwa citra kemenag menjadi makin baik. Upaya Pak Lukman Hakim Saifuddin, Menag, dengan berbagai event wawancara dengan berbagai media, ternyata secara pasti membawa arah baru bagi pencitraan berbasis realitas di kemenag.
Dan kita semua aparat Kemenag patut bersyukur sebab pada tahun 2015, meskipun tertatih-tatih dalam seraan anggaran yang disebabkan oleh perubahan akun 57 ke 52, akan tetapi serapan anggaran kita masih sama dengan tahun sebelumnya. Yaitu sebesar 89,23 persen. Memang target di dalam Rencana Strategis Kemenag sebesar 93 persen tidak tercapai. Namun dengan serapan anggaran yang sama dengan tahun lalu saja sudah cukup menggembirakan. Jadi, dengan tingkatan serapan yang hanya 89,23 persen tentu memberikan gambaran bahwa ada banyak program yang belum bisa direalisasikan.
Di antara program yang tidak bisa direalisasi secara maksimal antara lain ialah program bantuan pemerintah, yang dulu disebut sebagai bantuan sosial, pengalihan perjalanan dinas, pembangunan infrastruktur kerukunan umat beragama, pembangunan kantor KUA, pembanguna kantor pemerintah dan sebagainya. Program ini terkendala oleh perubahan regulasi yang terjadi di masa-masa akhir tahun 2015, sehingga mengalami kesulitan untuk mengeksekusinya.
Namun demikian, dengan kerja keras akhirnya pencapaian target terendah sebagaimana tahun lalu bisa dilakukan. Kita tentu berharap bahwa serapan anggaran pada tahun 2016 akan jauh lebih baik. Untuk menyongsong serapan anggaran yang lebih baik, maka seluruh jajaran kemenag harus melakukan perubahan strategi serapan anggaran. Makanya pada awal tahun harus dilakukan berbagai pertemuan untuk membahas strategi yang mendasar bagaimana pembagian serapan anggaran pada setiap triwulan bisa dilakukan.
Sebagaimana setiap tahun, bahwa kita sudah memiliki rencana serapan anggaran pertriwulan. Sebagai contoh pada triwulan pertama diproyeksikan serapan itu adalah 20 persen, lalu triwulan kedua 25 persen, triwulan ketiga 30 persen dan triwulan ke empat 25 persen. Namun demikian, dalam pengalaman selama ini, maka serapan anggaran itu menumpuk di akhir tahun.
Di dalam kerangka ini, maka perencanaan serapan tersebut harus dibenanhi dengan membuat perencanaan yang lebih implementatif. Pertemuan untuk membahas serapan anggaran dengan unit eselon satu dan seluruh kanwil untuk merumuskan perencanaan serapan. Oleh karena itu maka perlu dirumuskan tentang di mana saja anggaran yang jumlahnya trilyunan rupiah tersebut tidak terserap, pada jenis program dan kegiatan apa saja, serta apa hambatan dan problem yang dihadapi untuk penyerapannya.
Mariks seperti ini diperlukan untuk menjadi acuan di dalam upaya untuk merumuskan jalan keluar menghadapi hambatan serapan anggaran ini. Dengan demikian, yang diharapkan ke depan adalah bagaimana agar serapan anggaran akan lebih baik, sehingga pencapaian renstra kemenag dengan besaran serapan anggaran akan bisa dilampaui. Dengan demikian seluruh aparat kementerian agama haruslah bekerja keras untuk memastikan bahwa pada akhir tahun serapan anggaran kita akan makin baik.
Serapan anggaran yang besar saja tentu tidak cukup sebab yang menjadi fondasinya adalah bagaimana menegakkan integritas di dalam serapan anggaran tersebut. Kemenag berintegirtas memang menjadi tuntutan masyarakat.
Oleh karena itu perbaikan system mengenai perencanaan, penyerapan dan evaluasi serapan anggaran tentu menjadi prioritas untuk dikedepankan. Kita semua berkeyakinan bahwa melalui integritas yang makin baik maka public trust akan didapatkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.