KALEIDOSKOP KEMENTERIAN AGAMA 2015 (3)
Saya perlu untuk menambah tulisan mengenai kaleidoskop Kementerin Agama khusus berbicara mengenai pendidikan agama dan keagamaan. Hal ini saya lakukan mengingat bahwa di dalam penayangan acara Ensikla (Ensiklopedia dan Klasika) saya tidak cukup waktu untuk mengeksplorasi tentang aspek penting, pendidikan agama dan keagamaan ini.
Sebagaimana dipahami bahwa Kementerian Agama (Kemenag) memiliki fungsi penting yaitu mengemban tugas untuk melaksanakan amanat pendidikan agama dan keagamaan. Yaitu pendidikan agama dan keagamaan Islam yang berada dibawah Ditjen Pendidikan Islam, sementara pendidikan agama dan keagamaan Hindu, Budha, Kristen, Katolik, Konghucu berada di dalam program Ditjen agama-agama yang terkait.
Saya ingin melihat ulang tentang pendidikan agama dan keagamaan (khususnya pendidikan Islam), sebab programnya menjadi roh dari Kemenag. Dilihat dari banyaknya program dan anggaran yang didayagunakan oleh Ditjen Pendis mencapai angka 80 persen lebih dari anggaran Kemenag. Hal ini menandakan bahwa selain core pengembangan kehidupan beragama, maka pendidikan Islam juga menjadi core penting bagi kemenag.
Jika dilakukan flashback, maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 merupakan tahun peningkatan kualitas pendidikan Islam. Jika pada tahun 2013 dan 2014 merupakan tahun peletakan dasar pendidikan Islam berkualitas, misalnya dengan pencanangan Program Madrasah Riset Nasional (Pro-Madrina), pencanangan program pesantren dan pemberdayaan masyarakat, pencanangan MAN Insan Cendekia (MAN IC), penguatan slogan “Madrasah Lebih Baik dan lebih Baik Madrasah” serta perubahan status pendidikan tinggi Islam, penguatan program distingsi dan ekselensi Pendidikan Tinggi Islam, maka tahun 2015 menjadi saksi tentang bagaimana program pendidikan Islam ditingkatkan kualitasnya.
Program-program ini sudah bisa dilihat hasilnya. Melalui program Riset Madrasah, maka semakin mengokohkan bahwa madrasah ternyata memiliki potensi yang sangat kuat untuk berkompetisi dengan sekolah. Tidak hanya di dalam peringkat nasional, tetapi juga di peringkat internasional. Semakin banyak anak-anak madrasah yang menjadi juara di peringkat internasional dalam olimpiade sains dan sebagainya.
Lalu, dewasa ini kita juga melihat bagaimana respon masyarakat terhadap madrasah kita. Peminat madrasah makin membludak. Madrasah-madrasah negeri telah menjadi pilihan utama dan bukan lagi pilihan alternative. Sebuah prilaku yang tidak terbayangkan selama ini, sebab di masa lalu, madrasah hanya berposisi sebagai lembaga pendidikan alternative. Jika sudah tidak diterima di mana-mana, maka yang terakhir masuk ke madrasah. Gaung MAN Insan Cendekia sudah sedemikian kuat, sehingga banyak provinsi dan kabupaten/kota yang menginginkan didirikannya MAN IC tersebut.
Tahun 2015 juga ditandai dengan perlunya diversifikasi lembaga pendidikan, yaitu penguatan pendidikan madrasah berbasis penguasaan agama yang ditempatkan di pesantren, pendidikan kejuruan yang diintregrasikan dengan potensi wilayah dan pendidikan akademis yang relevan dengan tuntutan untuk studi lanjut. Semuanya didayagunakan di dalam kerangka menjemput perlunya kompetisi bangsa di era yang akan datang.
Dunia pesantren pun telah memasuki era baru, yaitu pesantren untuk mendidik tenaga ahli yang berbasis agama. Pendidikan macam apapun bisa dilakukan atau ditempatkan di pesantren, akan tetapi satu hal mendasar bahwa core pendidikan tersebut harus berbasis agama. Melalui kerja sama dengan perbankan, kerja sama dengan dunia usaha dan kerja sama dengan berbagai instansi pemerintah maupun swasta, maka santri diharapkan menjadi lokomotif bagi perubahan dunia kerja.
Santri harus memiliki kemampuan kompetitif di era MEA dan pasar global. Makanya, santri harus diajari dengan berbagai keahlian yang relevan dengan kepentingan. Meskipun demikian, ciri santri sebagai ahli di bidang agama tetap akan dilestarikan.
Pesantren akan diarahkan untuk berbasis keunggulan wilayah, misalnya pesantren yang berbasis pertanian, perikanan, perindustrian dan sebagainya, selain juga pesantren harus menjadi lokomotif bagi pengembangan wilayah tiga T, yaitu wilayah terluar, tertinggal dan terbelakang. Sudah ada puluhan pesantren yang khusus dikembangkan di wilayah perbatasan.
Di antara yang menjadi mercusuar pendidikan Islam adalah keberadaan institusi pendidikan tinggi. Di antara yang mengedepan di tahun 2014 dan 2015 adalah perubahan status PTKIN yaitu dari STAIN menjadi IAIN dan dari IAIN menjadi UIN. Perubahan ini harus diikuti dengan perubahan kualitas dosen, maka lalu dicanangkan program 5000 doktor untuk mendukung SDM PTKI. Pada tahun 2015 sudah dikirim sebanyak 100 orang dosen lebih untuk belajar ke luar negeri, baik di Barat maupun Timur dan juga ribuan yang belajar di dalam negeri. Mereka belajar ilmu agama dan juga ilmu “non agama”. Melalui program ini, maka ke depan diharapkan akan semakin memperkokoh kajian Ilmu Keislaman multidispiliner dalam proyek nasional “Integrasi Ilmu”.
Ke depan tentu diharapkan agar PTKIN memiliki distingsi, ekselensi dan destinasi. Ke depan bukan lagi kita bangga mengirimkan mahasiswa ke luar negeri, akan tetapi justru bangga menjadi tempat tujuan mahasiswa luar negeri. Jadi, melalui distingsi, ekselensi dan destinasi yang jelas, maka diharapkan PTKIN akan makin bisa bersaing dengan perguruan tinggi lain, dan juga alumninya dapat bersaing di era kompetisi bebas dewasa ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.