KEPROTOKELERAN DAN KUALITAS LAYANAN MASYARAKAT
Hari Kamis yang lalu, saya diundang oleh Pak Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Agama untuk memberikan pengarahan pada acara Pengembangan SDM Keprotokolan Kementerian Agama yang dihadiri oleh seluruh protokoler Pejabat Eselon I pusat dan pejabat eselon II daerah. Yang menjadi nara sumber adalah orang-orang hebat yang telah malang melintang di dunia protokoler Indonesia dan juga Master Ceremony yang andal. Ada yang dari protokoler kepresidenan dan juga dari TVRI.
Saya sebenrnya diminta untuk menghadiri acara Pembukaan, namun karena waktunya bersamaan dengan acara Anugrah Konstitusi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), maka saya terpaksa tidak bisa hadir di acara ini, sebab harus mewakili Pak Menteri Agama di acara Anugrah Konstitusi di Puncak. Tetapi saya berkesempatan hadir saat sessi acara hari berikutnya, Jum’at, 26 Nopember 2015.
Saya memang secara teoretik tidak menguasai mengenai ilmu ini. Tetapi saya selalu mengambil arah yang terkait dengan kebijakan dan membangun kesadaran bahwa program Kementerian Agama harus berhasil dan memiliki dampak bagi meningkatnya kualitas pelayanan masyarakat. Inti dari birokrasi sebenarnya adalah bagaimana masyarakat merasa puas dengan pelayanan yang kita lakukan.
Ada dua hal yang saya sampaikan pada kesempatan ini, pertama: bahwa keprotokolan yang berkualitas akan menentukan terhadap peningkatan citra kementerian. Pencitraan Kementerin/Lembaga dan juga organisasi juga dapat disebabkan oleh kualitas prokolernya. Makin baik kualitas protocol maka akan makin baik kualitas citra yang dihasilkannya. Hamper semua masyarakat memahami bahwa protocol sangat menentukan terhadap kualitas acara. Tanpa protocol yang baik, maka acara bisa saja tidak maksimal.
Di dalam konteks kepresidenan, misalnya maka protocol memiliki otoritas mengatur acaranya presiden. Di zaman pak SBY, maka acara yang akan dihadiri oleh beliau tentu sudah dibahas sekurang-kurangnya seminggu atau dua minggu. Makanya, acara Pak SBY selalu perfect sebab memang sudah didesain dengan sangat matang oleh staf protokolernya. Tentu masing-masing presiden memiliki gaya dan cita rasa yang berbeda, akan tetapi tetap saja bahwa acara presiden harus sukses dan menarik dan hal itu sangat tergantung pada kualitas protokolernya.
Bisa dibayangkan bahwa sebuah acara kenegaraan mengalami masalah. Makanya protokoler memiliki kewenangan untuk menentukan apa dan bagaimana tatacara yang harus ditempuh sesuai dengan standart protocol dan prosedur tetap (protap) baku yang sudah disepakati oleh acara-acara kenegaraan. Saya kira seharusnya memang protokoler itu memiliki keahlian yang sangat memadai dan juga memahami protap dan standart keprotokolan. Oleh karena itu, protokoler harus memperoleh pengetahuan standart tentang ilmu keprotokoleran, sehingga ketika yang bersangkutan memandu acara apapun yang dibebankan kepadanya akan menuai kesuksesan.
Kedua, bahwa keprotokoleran memiliki kaitan dengan kepribadian. Artinya, bahwa agar menjadi staf protocol yang baik, maka harus memiliki kepribadian yang baik pula. Kepribadian merupkan bagian yang yang tidak terpisahkan dari setiap ranah pekerjaan kita. Staf protocol sebagai garda depan penyelenggaraan acara-acara penting tentu juga harus memiliki kepribadian yang menakjubkan. Apa yang sebenarnya berpengaruh terhadap kepribadian? Saya menyebutkan ada tiga hal, yaitu: 1) external beauty, ialah kecantikan luar yang sangat menentukan terhadap penampilan, keberanian dan kepercayaan diri. Seseorang yang memiliki external beauty, maka yang bersangkutan akan percaya diri di dalam menghadapi segala medan yang berada di sekelilingnya.
External beauty bukan ditentukan oleh wajah atau badan seseorang. Akan tetapi external beauty ditentukan oleh penampilannya. Oleh karena itu, pemilihan pakaian, keserasian antara sepatu, ikat pinggang, jam tangan, bahkan juga cincin sangat menentukan dimensi external beauty ini. Banyak di antara kita yang tidak memahami bagaimana menyerasikan pakaian itu. Contoh, coba lakukan analisis terhadap bagaimana pakaian Ibu Chairiani dari TVRI ini, maka akan menunjukkan tingkat keserasian yang sangat mendalam. Jilbab, dan pakaian terusan atasan dan bawahannya betapa sangat serasi. Dipandu dengan asesori yang manis dan sepatu yang relevan, maka akan menggambarkan betapa serasi gaya berpakian yang bersangkutan.
Selain itu juga senyum yang terus menyungging, tutur kata yang merdu dan menawan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bagaimana seseorang menghandle acara yang penting. Coba lakukan analisis terhadap cara berbicara, cara senyum, cara berdiri, cara duduk dan sebagainya tentu hal ini menggambarkan bahwa semuanya serba didesian namun kemudian menjadi tabiat dan kebiasaan yang sangat baik. Yang diharapkan tentu bukan senyuman yang terpaksa atau kehalusan bahasa yang terpaksa. Semuanya harus alami dan menggambarkan kenaturalan penampilan.
2) internal beauty, ialah kecantikan dari dalam lalu memancar keluar dalam bentuk sikap, tindakan, tutur kata, ekspressi wajah, senyuman, dan sebagainya. Internal beauty merupakan ekspressi yang memancar ke luar dari diri seseorang. Makanya, jika seseorang telah memiliki pancaran internal beauty ini tentu akan melakukan sesuatu yang tidak akan merugikan dirinya sendiri dan juga diri orang lain. Sungguh merupakan kebahagiaan jika orang sudah memiliki inner beauty seperti ini.
Seorang protocoler adalah orang yang akan menghandle acara-acara dengen segala pernak-perniknya, makanya dia haruslah orang memiliki inner beauty ini. Sikap keikhlasan, kerja keras akan memancar di dalam pekerjaannya. Mereka juga akan mencintai pekerjaannya. Ikhlas dalam melayani dan kerja karas agar yang dilayani merasa nyaman dan aman. Oleh karena itu, agar seorang protokoler berhasil di dalam mengembang tugasnya ini, maka serangkaian prasyarat untuk berhasil juga harus dimilikinya.
3) spiritual beauty ialah ekpressi rasa keberagamaan yang mengiringi semua langkah-langkah kerjanya. Dia bekerja dipandu oleh keridlaan, kesabaran, tawakkal dan taubat kepada Allah. Ridla bahwa tugasnya adalah melayani pimpinan yang dicintainya, sabar di dalam menghadapi tantangan yang tidak sedikit di dalam menjalankan tugas keprotokolannya, tawakkal artinya selalu berserah diri setelah semua usaha dilakukan untuk menyukseskan acara yang menjadi tanggungjawabnya dan kemudian bertaubat atas semua hal yang dirasa kurang memuaskan.
Saya yakin bahwa ekspressi orang yang memiliki basis spiritualitas dan yang tidak memiliki basis spiritualitas pastilah akan berbeda di dalam menangani pekerjaan.
Dengan demikian, andaikan ada di antara para peserta pengembangan SDM keprotokolan yang ingin benar-benar menjadi protocol yang berhasil, maka dua hal yang saya jelaskan ini akan menjadi panduan umumnya dan setelah itu pelatihan yang benar akan menjadikannya dalam kesuksesan.
Wallahu a’lam bi al shawab.