GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL (GNRM) (3)
GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL (GNRM) (3)
Sebagaimana yang kita tahu bahwa ada tiga pilar GNRM, yaitu integritas, etos kerja dan gotong royong. Ketiga pilar ini harus menjadi bagian integral di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, jika kita menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Sebagaimana yang sering menjadi ungkapan kita adalah gerakan dari “kami” menjadi “kita”, sehingga dengan mengurangi kalau bukan menihilkan mengenai “keakuan” dan mengembangkan serta memperkuat “kekitaan”, maka akan bisa dirajut “kebersamaan”. Sungguh hanya dengan “kekitaan, kebersamaan” saja kita akan bisa menyelesaikan masalah nasional.
Ke depan harus dikembangkan nilai strategis-instrumental dengan memperkuat implementasi nilai-nilai kewargaan, memperkuat dan mengembangkan kepercayaan public, juga menjadi pribadi yang mandiri dan kreatif dan yang lebih mendasar di dalam kerangka membangun “kekitaan” adalah dengan memompa semangat kegotongroyongan dan saling menghargai.
Sebagaimana yang saya tulis kemarin, bahwa sekarang sedang terjadi degradasi semangat kegotongroyongan pasca terjadinya system “upah”, demikian pula terdegradasinya sikap saling menghargai. Di dalam banyak kasus, penghargaan terhadap “kekitaan” tersebut makin digerus oleh semangat “egoism” dan “keakuan”. Melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental ini, maka semangat kehidupan yang sangat baik dan keindonesiaan tersebut dapat ditata ulang, direkonstruksi dan disesuaikan dengan semangat zaman yang terus berubah. Intinya, bahwa harus tetap ada nilai dasar yang menjadi pattern for behavior bagi bangsa Indonesia untuk tetap menjadikan enam nilai strategis-instrumental ini sebagai pedoman tindakan.
Sebagaimana gerakan-gerakan social lainnya, maka GNRM juga membutuhkan agen-agen yang akan menjadi corong bagi implementasi nilai-nilai strategis Revolusi Mental ini. Untk menjadi corong bagi gerakan ini tidak cukup hanya dengan peran pemerintah, akan tetapi yang justru sangat penting adalah agen-agen masyarkat yang ergabung di dalam asosiasi-asosiasi yang sudah mapan.
Diperlukan actor dari berbagai pihak untuk kepentingan ini. Misalnya, Orang muda, Seniman, Tokoh Kepercayaan & adat, Akademisi, Perempuan, Sektor Privat, Media, birokrat dan budayawan. Mereka inilah yang nantinya akan menjadi agen di dalam kerangka gerakan Revolusi Mental. Sebagai actor penggerak, maka mereka tentu harus dibekali dengan seperangkat visi, misi dan tujuan, sehingga mereka akan memiliki visi dan misi yang sama tentang gerakan revolusi mental ini. Jangan sampai mereka bergerak sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan kerja sama.
Untuk mencapai Indonesia Ramah, Indonesia Mandiri dan Indonesia Kita, maka prasyaratnya adalah pada kerukunan nasional. Tanpa kerukunan nasional maka tidak aka nada Indonesia Ramah, Indonesia mandiri dan Indonesia Kita. Oleh karena itu betapa pentingnya kerukunan umat beragama tersebut di dalam konteks membangun masa depan Indonesia yang lebih cerah.
Konsep Indonesia ramah akan menghadirkan program aksi untuk menghadirkan birokrasi di masyarakat. Sebagai ujung tombak Gerakan Revolusi Mental, maka aparat birokrasi harus terus mengembangkan senyum, sopan, cepat, tanggap, peduli, tulus, andal, terpercaya, menjaga mutu pelayanan. Lalu mengubah kebijakan yang menghambat penguatan nilai strategis-instrumental. Kemudian, membangun system monitoring dan evaluasi berbsis IT yang menyatu dengan perencanan, implementasi dan evaluasi program. Kemudian memberikan 1000 penghargaan kepada phlawan sehari-hari, menjadi pelatan public yang terbaik, bangun portal partisipasi warga dalam pembangunan, blusukan tematik dan bangun system penegakan hokum.
Indonesia yang mandiri akan bisa dicapai dengan: memperkuat kemitraan antara pengusaha besar dan kecil, insentif pengurangan pajak bagi pengusaha Indonesia yang memproduksi produk local inovatif, kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha penyelenggara pameran di luar negeri, instruksi presiden agar pengusaha media memberitakan mengenai revolusi mental, mendukung inisatif pengusaha kecil untuk membukapasar/sentra menjual produknya dan pengembangan lembaga keuangan mikro di desa.
Indonesia kita, melalui program ini maka yang disasar adalah memperkuat rasa “kekitaan” antar warga. Diperlukan fasilitasi penghargaan kepada seniman, atlet, dan ilmuwan muda yang berprestasi, pendidikan untuk pembentukan karakter bangsa, mengembangkan kurikulum guru, kolaborasi antara pemerintah, pengusaha dan LSm untuk memfaslitasi fasilitas umum, melakukan sayembara tentang berbagai bidang, mensinergikan antara program yang dibutuhkan masyarakat dengan program pemerintah dan simulasi pembuatan film layar lebar atau film mini seri untuk mengembangkan revolusi mental.
Melalui berbagai diversifikasi program ini, maka diharapkan bahwa gerakan Revolusi Mental akan menjadi kesadaran baru di kalangan masyarakat di dalam berbagai tingkatannya.
Revolusi mental yang sesungguhnya diunduh dari kekayaan budaya Indonesia tersebut akan menjadi bermakna jika diimplementasikan di dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, yang diperlukan adalah aksi dan reaksi.
Wallahu a’lam bi al shawab.