MENCERMATI ANGGARAN KEMENTERIAN AGAMA 2016 (1)
MENCERMATI ANGGARAN KEMENTERIAN AGAMA 2016 (1)
Rencana Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU-APBN) 2016 sudah disahkan menjadi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU-APBN) oleh Pemerintah bersama DPR RI. Tahun 2016, total APBN sebesar Rp2.095,7 Trilyun dengan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp784,1 Trilyun.
Sebagaimana diketahui bahwa pembahasan mengenai RUU-APBN ini dilakukan dalam waktu yang relatif panjang sebab memang ada beberapa perbedaan pendapat tentang APBN tahun 2016 tersebut. Seluruh Fraksi di DPR menerima dengan catatan tentang UU-APBN 2016. Anggaran Kemenag untuk tahun 2016 sebesar Rp57.120.500.963.000,- atau turun dibanding dengan Anggaran Kemenag tahun 2015 sebenar Rp60,1 T.
APBN tahun 2016 memang mengalami beberapa kali perubahan. Ada yang dipotong dan ada juga yang ditunda. Pemotongan terhadap APBN didasarkan atas kenyataan bahwa pendapatan negara tahun 2016 diperkirakan tidak akan dapat dipenuhi. Hal ini disebabkan oleh ketidaktercapaian pendapatan dari sektor pajak. Pemerintah memang mematok pendapatan pajak sangat tinggi, akan tetapi seirama dengan adanya keinginan untuk kemudahan iklim investasi dan juga program pengampunan bagi penunggak pajak, maka terdapat kecenderungan ketidaktercapaian pendapatan negara dari sector pajak ini.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya juga neraca perdagangan dengan luar negeri belum menguntungkan dan menambah devisa negara. Surplus hasil ekspor belum menjadi penyumbang signifikan bagi pendapatan negara. Selain itu juga krisis ekonomi yang menjadi penyebab lemahnya ekspor Indonesia ke negara lain. Akibat krisis ekonomi dunia juga menyebabkan terjadinya devaluasi nilai mata uang China yang ternyata juga berpengaruh terhadap ekonomi global.
Di dalam konteks ini, maka pagu sementara yang sudah ditetapkan oleh pemerintah lalu mengalami pengurangan. Pemotongan anggaran pemerintah kira-kira sebanyak Rp90 trilyun. Lalu beban pemotongan terhadap pendidikan sebesar kira-kira Rp23 Trilyun. Dari pemotongan anggaran pendidikan ini, maka dampaknya adalah anggaran fungsi pendidikan di Kemenag terpotong sebesar Rp3,933 Trilyun.
Dari berbagai pembicaraan di Kemenko Perekonomian, maka akhirnya dicarikan peluang anggaran transfer daerah yang bisa untuk dikembalikan ke pusat. Akhirnya ditemukan anggaran sebesar Rp1,1 Trilyun. Angka ini lalu dibagi Rp500 Milyar untuk penambahan anggaran fungsi pendidikan di Kemenag dan Rp600 Milyar untuk penambahan anggaran fungsi pendidikan di Kemendikbud. Dengan demikian, pemotongan anggaran fungsi pendidikan di Kemenang sebesar Rp3,433 Trilyun.
Pemotongan anggaran fungsi pendidikan sebesar ini tentu sangat mengagetkan. Hal ini bertentangan dengan semangat untuk memberikan layanan yang baik bagi madrasah dan pendidikan tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa kualitas madrasah memang harus ditingkatkan. Dan mengingat bahwa mayoritas madrasah tersebut adalah madrasah swasta, maka ketergantungan terhadap pemberian bantuan dari Kemenag tentu sangat tinggi. Melalui pemotongan sebesar ini, maka praksis bahwa RKP untuk rehabilitasi lembaga pendidikan dan penambahan ruang/kelas baru dan peningkatan sarana prasarana pendidikan madrasah pastilah tidak akan tercapai.
Yang sangat menyesal dengan pemotongan anggaran fungsi pendidikan sebesar ini adalah lembaga pendidikan tinggi. Bisa dibayangkan bahwa anggaran pengembangan sarana dan prasarana pendidikan tinggi di Kemenag hanya tersisa sebenar Rp600 Milyar. Tahun sebelumnya masih menyisakan angka Rp.800 Milyar. Pengembangan sarana dan prasarana ini mendapatkan pinjaman dari SBSN sebesar Rp400 Milyar. Bandingkan dengan Pendidikan Tinggi di bawah Kemenristekdikti, yang anggarannya mencapai Rp.40,6 Trilyun.
Anggaran pendidikan di Kemenag, sesungguhnya baru mencapai angka 11 persen dari anggaran pendidikan pusat dan transfer daerah. Jumlah anggaran pendidikan keseluruhan adalah Rp420 Trilyun. Sementara anggaran fungsi pendidikan di Kemenag hanya sebesar Rp46,840 Trilyun. Bandingkan juga dengan anggaran pendidikan di Kemendikbud pusat sebesar Rp49,2 Trilyun dan anggaran transfer daerah untuk fungsi pendidikan sebesarRp240 Trilyun. Dengan demikian terjadi ketidakproporsionalitasan anggaran dimaksud.
Sebenarnya di dalam banyak kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI, bahwa anggaran fungsi pendidikan pada Kemenag ini sungguh tidak mencerminkan asas proporsionalitas anggaran. Seharusnya angka persentase anggaran fungsi pendidikan untuk Kemenag adalah sekurang-kurangnya 15 persen, sehingga pengembangan sarana prasarana pendidikan yang selama ini dikeluhkan sangat rendah akan bisa diselesaikan. Sayangnya bahwa hasil RDP tentang membangun proporsi penganggaran fungsi pendidikan tersebut kurang greget dan gaungnya.
Kita sesungguhnya sama-sama dituntut untuk meningkatkan pelayanan pendidikan melalui program perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Kita juga dituntut untuk meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Akan tetapi perlakuan anggaran kita yang sungguh belum berkeadilan akan menyebabkan keterlambatan peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.
Jika proporsi anggaran fungsi pendidikan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan dimensi keadilan dan pemerataan sasaran, maka saya percaya bahwa peningkatan kualitas pendidikan kita akan makin baik.
Jadi, sesungguhnya yang tidak berpihak kepada kualitas pendidikan itu adalah kita semua yang tidak kunjung memiliki kesadaran tentang bagaimana meningkatkan anggaran pendidikan berbasis pada sasaran program pendidikan kita.
Wallahu a’lam bi al shawab.