PERCEPATAN PENGADAAN DAN PENGUATAN EKONOMI RIIL
PERCEPATAN PENGADAAN DAN PENGUATAN EKONOMI RIIL
Salah satu problem pemerintah yang terus dirasakan semenjak Pemerintahan Presiden SBY sampai Presiden Jokowi adalah mengenai rendahnya serapan anggaran pembangunan. Kita tidak tahu pasti penyebabnya, akan tetapi di antara yang mengemuka adalah tentang rendahnya serapan anggaran untuk pengadaan barang dan jasa.
Itulah sebabnya Presiden Jokowi lalu mengeluarkan berbagai paket percepatan serapan anggaran pembangunan melalui paket kebijakan ekonomi, misalnya tidak diperbolehkannya untuk melakukan kriminalisasi terhadap pembuatan kebijakan, serta berbagai kemudahan regulasi dan percepatan untuk pengeluaran pembiayaan pembangunan.
Menyadari akan lemahnya regulasi mengenai percepatan pengadaan barang dan jasa, maka Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres No. 1 Tahun 2015 dan perubahan Perpres No 54 tahun 2010 menjadi Perpres No. 4 tahun 2015. Yang intinya adalah untuk percepatan serapan anggaran pembangunan. Kemudian untuk menindaklanjuti kemudahan-kemudahan itu, maka Menteri Keuangan juga mengeluarkan PMK No. 168 Tahun 2015 untuk mempercepat bantuan pemerintah sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi sebagai pengganti bantuan sosial yang rumit di dalam tatacara penyalurannya.
Di dalam konteks ini, maka di kementerian Agama (Kemenag) dilakukan kegiatan Sosialisasi Inpres No 1 tahun 2015 dan juga Perpres No 4 Tahun 2015 dengan harapan semua pejabat sampai di tingkat daerah akan dapat memahami dengan benar mengenai regulasi yang memberikan solusi dan kemudahan ini. Acara yang dilakukan pada 02/11/2015 ini, dinisiasai oleh Kepala Biro Umum ini tentu sangat penting untuk dijadikan sebagai wahana mendiskusikan dengan para pakar di bidang pengadaan barang dan jasa, misalnya LKPP, yang memang memiliki otoritas untuk memberikan penjelasan di seputar masalah yang sering dihadapi oleh pejabat pengadaan barang dan jasa.
Sebagai pejabat yang memiliki keterkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, maka saya memberikan empat hal yang saya anggap penting untuk disampaikan kepada para audiences terkait dengan acara ini, yaitu:
Pertama, mengapa pemerintah harus mengeluarkan kebijakan percepatan serapan anggaran pembanguna? Harus dipahami bahwa dewasa ini sedang terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diprediksi akan mencapai angka 6 persen lebih ternyata anjlok sampai batas rendah, yaitu sekitar 4,8 persen. Hal ini dipicu oleh ketidaktercapaian pembayaran pajak, rendahnya ekspor, menguatnya dolar terhadap rupiah dan devaluasi mata uang asing yang mempengaruhi terhadap perekonomian dunia.
Percepatan penyerapan anggaran pembangunan tentu diharapkan akan dapat menghidupkan kembali ekonomi riil di masyarakat kita yang disebabkan rendahnya daya beli masyarakat terkait dengan problem penguatan harga berbagai komoditas di Indonesia. Barang-barang hasil pabrikan menjadi lesu di pasaran. Orang lebih mementingkan dapurnya ngebul daripada melakukan renovasi atau membangun gedung. Makanya, penyerapan anggaran khususnya untuk pengadaan barang dan jasa akan kembali menggairahkan pasar yang lemah tersebut.
Kedua, memberikan pemahaman yang sama dan komprehensif. Setiap regulasi yang hadir di tengah-tengah masyarakat selalu memperoleh tafsir yang aneka ragam. Misalnya di dalam pengadaan barang dan jasa, maka masing-masing klasifikasi besaran anggaran akan menentukan bagaimana teknis pertanggungjawabannya. Tidak bisa disamakan. Makanya, persyaratan pertanggungjawabannya juga sesuai dengan regulasi yang ada. Hanya saja terkadang pengawas atau pemeriksa tidak memiliki bahasa yang sama atas regulasi dimaksud. Di dalam konteks ini, maka akan menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku pekerjaan.
Makanya, kapan kuintansi digunakan, kapan kontrak kerja diberlakukan dan kapan Kerangka Acuan Kerja dipersyaratkan haruslah menjadi pedoman bersama antara auditor dan auditi, sehingga ketenangan dan kenyamanan kerja akan dapat dirasakan oleh para eksekutor pekerjaan. Ketiadaan pemahaman yang sama di antara mereka akan dapat menyebabkan masalah dan terkadang harus berujung di pengadilan.
Ketiga, perlunya membangun jaringan antara kelembagaan di dalam pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa selalu melibatkan anggaran yang cukup besar terutama untuk anggaran konstruksi atau gedung. Nilai kontraknya bisa mencapai angka ratusan milyar. Oleh karena itu, di dalam pelelangan dirasa perlunya melibatkan kepolisian atau kejaksanaan sebagai tim pengawas pengadaan barang dan jasa. Keterlibatan mereka didasari oleh kepentingan agar pelaksanaan pelelangan akan berjalan secara fairness. Bisa dilibatkan di dalam unwizing, atau pembukaan pelelangan. Saya kira ada porsi yang akan dapat diambil oleh para penegak hukum di dalam membantu proses pelelangan agar tercapai pelelangan yang akuntabel dan transparan.
Keempat, lakukan pelelangan melalui LPSE agar transparansi dan fairness akan dapat dilakukan secara memadai. Harus diingat bahwa era sekarang ini adalah era orang tidak puas dan kehilangan kepercayaan. Yang kalah selalu merasa dikalahkan, sehingga mereka mencari upaya agar dapat mementahkan kemenangan orang lain, dan di sisi lain juga selalu berpikir bahwa segala sesuatu merupakan hasil rekayasa. Kemenangan tim lain adalah rekayasa dan kekalahan dia juga merupakan hasil rekayasa. Dua penyakit inilah yang menyebabkan ketidakpastian di dalam mengelola anggaran dan terkadang berujung di meja pengadilan.
Untuk itu maka yang perlu diperkuat adalah kepastian regulasi, keterlibatan pihak-pihak yang berkompeten dan kuatnya transparansi dan akuntablitas saja yang akan memberikan kepada kita jaminan kepastian bahwa program akan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu keberhasilan pembangunan.
Wallahu a’lam bi al shawab.