MENJADIKAN INDONESIA SEBAGAI ISLAM RAHMAT (2)
MENJADIKAN INDONESIA SEBAGAI ISLAM RAHMAT (2)
Pertemuan di Rumah Dinas Wakil Presiden RI, Bapak Jusuf Kalla, memang didesain untuk membicarakan tentang bagaimana ke depan akan ada satu Universitas Islam yang akan bisa menjadi ikon bagi pengembangan studi Islam, tidak didirikan untuk mengembangkan program strata satu, akan tetapi untuk mengembangan program strata dua dan tiga.
Jadi, perguruan tinggi ini akan menghasilkan ahli-ahli riset tentang ilmu keislaman, yang mumpuni dan berwawasan kemajuan. Maka yang diusung adalah mengembangkan wawasan Islam Nusantara berkemajuan. Dengan demikian, yang diharapkan dengan lahirnya Graduate University of Islamic Studies (GUIS), bukan pada banyaknya alumni yang dihasilkannya, akan tetapi pada kualitas alumni yang diproduksinya.
Saya memandang bahwa pengembangan ilmu keislaman (Islamic Studies) di Indonesia sudah mengenal dua pola atau dua arah, yaitu: arah pengembangan studi Islam murni (pure Islamic studies) dan ilmu keislaman integrative (integrative Islamic studies). Pola pertama dikembangkan melalui pendirian Ma’had Ali dengan berbagai variasi keilmuannya, lalu untuk mengembangkan integrasi ilmu melalui didirikannya berbagai UIN dengan varian program studinya.
Keduanya merupakan bagian tidak terpisahkan di dalam kerangka pengembangan ilmu keislaman yang ke depan diharapkan akan lebih relevan dengan kebutuhan umat beragama di dunia internasional. Seirama dengan perkembangan dunia Islam yang makin cenderung mengeras, maka sesungguhnya dibutuhkan suatu model pengembangan ilmu keislaman yang lebih relevan dengan kebutuhan akan kedamaian dan keselamatan dunia.
Mencermati terhadap dua arah pengembangan ilmu keislaman tersebut, maka yang penting adalah menjelaskan apa yang menjadi distingsi dan ekselensi dari GUIIS ini. Jangan sampai mareke yang alumni GUIS itu justru kualitasnya barada di bawah Ma’had Ali atau PTKIN. Menurut saya, maka yang prlu diperkuat dan menjadi distingsinya adalah kekuatan riset dan bahasa. Dari distingsi ini kemudian diharapkan akan memunculkan ekselensi yang merupakan keunggulannya.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Pak Jusuf Kalla, bahwa dunia internasional sekarang ini lebih tertarik pada Islam Indonesia. Mereka semua heran bagaimana Islam Indonesia bisa rukun dan damai. Sementara di Timur Tengah terjadi konflik yang belum jelas kapan selesainya.
Menurut Beliau, di dalam suatu kesempatan, Mantan Perdana Menteri Inggris, John Major, menyatakan penyesalannya, karena kesalahannya mendorong terjadinya perang di Irak. Dia tidak mempertimbangkan bahwa aspek ideology agama ternyata dapat mendorong untuk berperang luar biasa. Jika seseorang dijanjikan bahwa mati di dalam peperangan akan memperoleh surga, maka orang akan pergi untuk berperang sampai menghembuskan nafas terakhirnya di dalam peperangan itu. Surga menjadi jaminannya.
Sambil seloroh, Pak Wapres menyatakan bahwa orang-orang yang dengan cara biasa tidak bisa masuk surga karena dosa-dosanya, lalu mendapatkan tawaran cara cepat masuk surga melalui jihad, maka bisa jadi orang tersebut sangat bersemangat untuk berjihad. Bahkan agar seseorang memiliki keberanian di dalam berperang, terkadang harus minum khamar dulu, sehingga keberaniannya menjadi berlipat-lipat.
Yang sering kali tidak diperhitungkan oleh Negara-Negara Barat adalah mengenai kekuatan ideology keagamaan ini. Dahulu diperkirakan dengan kehancuran kekuasaan Saddam Hussein, maka para pengikutnya akan bertekuk lutut. Akan tetapi ternyata bahwa dugaan tersebut salah, sebab hingga hari ini pengikut Saddam Hussein masih berjihad dengan caranya sendiri.
Perlawanan terhadap kaum Syiah di Timur Tengah ternyata dipicu oleh adanya dugaan bahwa Syiah akan menguasai terhadap Mekkah dan Madinah. Madinatul Haramain ini dianggap sebagai pusat bagi kekuatan Islam ahlu Sunnah wal Jamaah dan sekaligus juga pusat ritual ibadah haji. Jika dua kota ini dikuasai oleh Iran, maka akan terjadi kehancuran kaum ahlu sunnah wal jamaah. Disebabkan oleh informasi seperti ini, maka Negara-Negara Islam yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah lalu bersama-sama membentuk barisan anti Syiah.
Di tengah kekisruhan politik di Timur Tengah ini, maka datanglah yang menyebut dirinya sebagai Amir Mu’minin, Abu Bakar Al Baghdadi, yang sebenarnya seorang preman, yang pernah berguru kepada Usamah bin Ladin. Dia datang kembali ke negaranya dan memproklamirkan berdirinya Negara Islam, yang disebutnya sebagai Islamic State (IS) atau Islamic State of Iraq dan Syria (ISIS) yang ternyata kebanyakan pengikutnya adalah mantan penganut setia Saddam Hussein, yang hingga sekarang masih tetap eksis.
Kekuatan ideology Islam inilah yang menggerakkan sebagian kaum muslimin sebagaimana di Iraq dan Syria untuk terus berperang melawan siapa saja yang dianggap musuhnya. Siapa yang menguasai jargon ideology Islam, maka dia yang akan memiliki pengikut yang banyak. Ketertarikan sebagian kecil masyarakat Indonesia terhadap gerakan ISIS adalah karena kesamaan jargon perjuangan untuk menegakkan daulah Islamiyah (DI).
Itulah sebabnya, Islam Indonesia harus tampil ke depan untuk memimpin dunia. Islam Indonesia adalah contoh terbaik tentang bagaimana Islam dapat menjadi lokomotif bagi tumbuh kembangnya demokrasi dan kemajuan.
Ke depan, makanya harus ada lembaga pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman yang justru dipertaruhkannya kepada Islam Indonesia. Tidak ada lain yang harus diperbuat dalam waktu secepatnya adalah mendirikan pendidikan tinggi yang iconik dan memiliki jangkauan wawasan yang luas dan keislaman yang mendalam.
Harus dimulai dari sekarang. Mumpung orientasi negara berpihak kepada hal ini.
Wallahu a’lam bi al shawab