• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AKHIRNYA KE ARAB SAUDI (7)

AKHIRNYA KE ARAB SAUDI (7)

Tinggal satu lagi acara yang harus saya tulis terkait dengan kunjungan ke Arab Saudi. Yaitu acara meeting dengan Konjen Jeddah, Bapak Dharma Kirti Syailendra, di Konjen Jeddah. Pertemuan ini dilakukan pada hari Selasa pagi (27/10/2015), jam 09.30-11.00 pagi WAS. Hadir pada acara ini, adalah, saya, Karo Umum, Syafrizal, Karo Ortala, Nur Arifin, Afrizal, Lukman, dan Farid. Kemudian dari Daker Jeddah, Pak Arsyad, Ketua PPIH, Ahmad Dumyati, kemudian dari ditjen PHU.

Pertemuan ini memang dirancang untuk mempertemukan saya dengan Konsuler Jenderal Jeddah dalam kerangka membicarakan hal-hal yang sengat mendasar untuk memperoleh pemahaman bersama. Harus diketahui bahwa penyelenggaraan ibadah haji memang dilakukan secara antar kementerian dan lembaga.

Tugas utama memang menjadi tupoksi Kementerian Agama, akan tetapi banyak kementerian lain yang terlibat, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator PMK, dan sebagainya. Kementerian lain tersebut tugasnya adalah supporting terhadap penyelenggaraan ibadah haji.

Ada tiga hal yang kami bicarakan dengan Pak Konsuler Jeddah. Pertama, adalah penilaian terhadap kerja penyelanggaraan Haji tahun 2015. Dalam pandangan Pak Konsul bahwa penyelenggaraan haji tahun ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan lapangan bahwa masalah-masalah yang menjadi problem di tahun 2014 nyaris sudah bisa diselesaikan. Catering, pemondokan dan transportasi sudah sangat baik. Nyaris tidak ada keluhan dari jamaah haji. Memang ada masalah sedikit tentang transportasi akan tetapi segera bisa diselesaikan.

Kedua, tentang jabatan-jabatan penyelenggara ibadah haji. Menurut pandangan saya, bahwa jabatan staf teknis penyelenggaraan haji tidak memadai dengan tanggungjwab, resiko dan pengelolaan uang yang besar. Pejabat non eselon, harus menjadi penanggungjawab program penyelenggaran haji, mengelola uang trilyunan rupiah dan juga resiko penyelenggaraan haji yang sangat tinggi. Sementara itu, jabatan staf teknis hanyalah jabatan fungsional yang tidak memiliki kemampuan daya tawar apapun kepada Kementerian Haji di Arab Saudi. Oleh karena itu penting kiranya untuk ditingkatkan staf teknis penyelenggaraan haji tersebut sekurang-kurangnya menjadi pejabat eselon tiga.

Namun demikian, keinginan ini tentu harus dikomunikasikan dengan Kementerian Luar Negeri, sebab ada regulasi yang memang menjadi otoritas Kemenlu untuk menentukan dan mengangkat dalam jabatan untuk kepentingan negara di luar negeri. Oleh karena pejabat baik structural maupun fungsional adalah kewenangan Kemenlu, maka kementerian teknis hanya menjadi pengguna saja bukan penentu. Termasuk di dalamnya juga terkait dengan sistem penggajian. Di Kemenlu, bahwa untuk jabatan yang diperbantukan atau dipekerjakan, maka yang dibayar oleh Kemenlu hanyalah tunjangan kehidupan di luar negeri, sedangkan gaji dan tunjangan lain, misalnya tunjangan kinerja dibayarkan oleh instansi teknis. Jadi kalau ada pejabat Kemenag yang kemudian ditugaskan di Daker atau PPIH, maka yang dibayarkan oleh Kemenlu hanyalah tunjangan kehidupan di luar negeri, sementara gaji dan tunjangannya dibayarkan oleh Kemenag.

Oleh karena itu, jika ingin memperbaiki terhadap struktur penggajian dan tunjangan bagi PNS Kemenag yang ditugaskan atau dipekerjakan di Kemenlu, maka yang harus menentukan adalah kemenang sendiri. Untuk pembiayaan di luar negeri Kemenlu sudah memiliki standart yang sangat baku. Di masa lalu, biaya pendidikan anak-anak masih bisa dibiayai oleh kemenlu, akan tetapi semenjak menjadi temuan BPK, maka pembiayaan anak sudah tidak lagi di tanggung oleh Kemenlu.

Oleh karena itu diperlukan analisis jabatan yang rinci mengenai jabatan-jabatan yang diotoritaskan kepada PNS kemenag agar yang bersangkutan dapat memiliki kesepadanan tanggungjawab, besarnya kewenangan dan anggaran yang mencapai trilyunan rupiah. Kiranya memang diperlukan kebersamaan untuk menggagas tentang problem mendasar ini.

Ketiga, pembahasan tentang lelang khusus di Arab Saudi. Beliau sangat mengapresiasi jika ada Perpres Khusus tentang Pengadaan Barang dan jasa di Arab Saudi untuk kepentingan haji. Berdasarkan pengalamannya bahwa melakukan pengadaan barang dan Jasa di Arab Saudi sangat berbeda dengan di Indonesia. Kita yang membutuhkan barangnya dan bukan mereka yang membutuhkan uang kita. Berbeda dengan pengadaan barang di Indonesia, yang mereka butuh uang kita. Jadi pada berebut.

Di Arab Saudi yang menentukan adalah negosiasi, sehingga kalau negosiasi kita berhasil, maka akan bisa didapatkan rumah, catering atau transportasi yang baik, tetapi jika kita gagal, maka dapat dipastikan kebalikannya. Misalnya penentuan tariff perorang/jamaah untuk pemondokan di Mekkah sudah ditentukan 600 real, padahal harga standart yang terjadi saat lelang/sewa adalah 850 real. Maka dengan angka 600 real pastilah kita akan dapatkan sewa hotel klas melati, bukan bintang tiga atau empat. Jika kemudian tidak dilakukan revisi atau pengalihan dari yang lain untuk kepentingan mengejar angka standart ini, maka dapat dipastikan bahwa pelayanan pemondokan akan tercoreng.

Tentang standart biaya makan juga sangat problematic. Jika misalnya kita menggunakan angka patokan sekali makan 6 real memang ada. Yaitu makanan orang Timur Tengah, yang terdiri dari ayam dan nasi Arab. Pertanyaannya, apakah orang Indonesia akan diberi makanan berjenis itu terus menerus. Pasti mereka akan complain. Makanan untuk corak makanan orang Indonesia, dengan cita rasa yang variatif hanya akan dipenuhi jika perorang ditentukan sebesar 12 real. Jadi, mesti harus dibaca juga tentang kekhususan corak makanan orang Indonesia. Jadi kalau harga makanan perorang sebesar 12 real, maka hal tersebut bukan mark up, akan tetapi itulah realitas makanan di Arab Saudi.

Pertemuan ini saya rasa penting untuk mendengarkan pengalaman orang yang telah lama menjadi konsuler di Arab Saudi. Dengan sharing pengalaman seperti ini, maka diharapkan bahwa akan terjadi pemahaman yang sama tentang bagaimana memberikan pelayanan yang memuaskan pada jamaah haji kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

Categories: Opini