• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AKHIRNYA KE ARAB SAUDI (3)

AKHIRNYA KE ARAB SAUDI (3)

Karena masih terbawa oleh situasi di Indonesia, maka saya sudah bangun di tengah malam dan seperti biasanya saya tidak bisa tidur lagi. Meskipun mata dipejamkan tetap saja tidak bisa memasuki gerbang tidur. Inilah sebenarnya yang menyebabkan saya selalu mengalami kesulitan ketika harus berada di luar negeri. Pengalaman seperti ini yang saya rasakan kala berada di negeri orang.

Jadinya saya melakukan salat subuh lebih awal. Ya kira-kira pukul 4.10 menit. Saya juga lupa bertanya jam berapa salat Subuh di Jeddah. Ketika jam 4.30 menit saya keluar kamar dan ternyata Pak Nur Arifin juga sudah bangun, kemudian berturut-turut Pak Syafrizal dan Pak Farid juga datang di kamar saya. Ternyata Pak Syafrizal juga sudah salat Subuh.

Berdasarkan informasi Pak Farid, bahwa salat subuh pada jam 05 WAS. Makanya kemudian saya dan kawan-kawan salat subuh dengan diimami oleh Pak Farid. Setelah dirasa cukup berdoa dan wiridan, maka kami duduk di kursi di dalam kamar dan mendiskusikan banyak hal terkait dengan BMH di Arab Saudi yang belum selesai urusan administrasinya, sampai juga penataan struktur yang belum jelas. Ada yang strukturnya berdasarkan atas PMA dan ternyata tidak diakui oleh Kementerian Luar Negeri dan juga struktur yang tidak kompatibel untuk mengurus uang trilyunan, sementara tanggung jawan dan otoritasnya tidak sepadan.

Diskusi baru selesai kala diberitahu bahwa sarapan sudah siap dan kita akan segera pergi ke Madinah. Kami semua mandi dan siap-siap untuk berangkat. Pukul 08.00 Waktu Arab Saudi,  kami berangkat dengan dua kendaraan. Satu kendaraan dikemudikan oleh Pak Kaharuddin, Orang Madura, yang menjadi tenaga musiman (Temus) dengan penumpang saya, Pak Syafrizal dan Pak Farid, sementara mobil satunya ditumpangi oleh Pak Nur Arifin, Pak Afrizal dan Pak Lukman.

Seperti biasanya, jika Pak Menteri dan Pak Jamil ke Madinah, maka kami berhenti di Super market, Al Washeef,   dan berhenti sejenak untuk minum teh  di warung sebelahnya. Saya cari namanya tidak ketahuan juga. Lumayan teh hangat untuk menghangatkan tubuh yang kurang tidur. Kira-kira setengah jam kami berbincang dengan kawan-kawan sampai akhirnya bertemu dengan sopir Bis SAPTCO, yang ternyata orang Jakarta. Dia dari Pasar Minggu. Kalau tidak salah. Kami berbincang sebentar, dan dia bertanya kepada saya: “kenapa kemarin menggunakan bus yang kurang bagus”. Saya tentu tidak menjawabnya.

Perjalanan ke Madinah ditempuh kurang lebih empat jam, dengan kecepatan 120 Km perjam. Lumayan cepat laju kendaraannya. Sepanjang jalan saya tidak bisa memejamkan mata, sebab ada keinginan kuat di benak saya untuk merekam perjalanan ini. Maklum sudah sangat lama saya tidak merasakan perjalanan di Arab Saudi. Terakhir tahun 2003 kala saya menjadi TPIHI dari Jawa Timur.

Jalan tol itu masih seperti yang lalu. Mulus dan tidak ada gangguan apapun. Tidak ada macet dan lancar semuanya. Banyak kendaraan yang akan dan datang dari Madinah. Semuanya dengan kecepatan tinggi, sebagaimana perjalanan di jalan bebas hambatan.

Sepanjang perjalanan hanya terdapat gunung batu dan tanah tandus. Seperti tidak ada kehidupan di hamparan tanah yang luas tersebut. Hanya ada pohon-pohon perdu, saya tidak tahu apa namanya, dan pohon-pohon kurma atau pohon lain yang mulai meranggas. Di dalam perjalanan panjang itu hanya ada beberapa wilayah yang menjadi wilayah peternakan. Kambing, kuda dan unta. Jumlahnya juga tidak banyak. Mungkin yang terlihat mata hanya sedikit. Ada juga rumah-rumah yang berada di gurun batu itu, konon katanya rumah itu adalah rumah pemilik peternakan. Di beberapa tempat juga terdapat perkampungan dengan rumah-rumah tembok yang berwarna putih. Jumlahnya pun tidak banyak. Hanya beberapa keluarga.

Saya menjadi terbayang bagaimana Nabi Muhammad saw dulu melakukan perjalanan ketika hijrah. Perjalanan di malam hari yang gelap dengan wilayah berbukit-bukit dan bergunung-gunung seperti itu. Andaikana manusia biasa, rasanya tidak mungkin melakukan perjalanan seperti itu.

Saya berpikir, bahwa Nabi Muhammad saw pastilah memperoleh panduan wahyu Allah atau bahkan mendapat bimbingan dari Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah untuk membimbing Nabi Muhammad saw di dalam perjalanan ke Madinah tersebut. Allahuma shalli wa sallim ala Sayyidina Muhammad wa ala alihi wa ashhabihi ajmain.

Perjuangan untuk menegakkan agama Allah memang luar biasa berat. Itulah  sebabnya Beliau mendapat julukan sebagai ulul azmi. Nabi dan Rasul yang luar biasa di dalam menyebarkan kebenaran agama Allah. Beliau berjuang untuk agama Allah di tanah yang tandus dan perlawanan yang luar biasa dari para penduduk di tanah Arab.

Sungguh sepanjang mata memandang hanya ada hamparan bebatuan yang tersajikan. Tanah Arab ini memang ditakdirkan oleh Allah sebagai wilayah yang tandus tanpa tetumbuhan yang memadai. Tetapi karena keadilan Allah, maka di tanah yang tandus dan gersang ini, maka di dalamnya terdapat hamparan gas dan minyak bumi yang kemudian menjadi penghasilan negara yang luar biasa. Dengan gas dan minyak bumi itulah penduduk Arab Saudi menikmati keadilan Allah tersebut.

Saya sampai di Medinah tepat waktu salat Dzuhur. Kala saya memasuki Wisma Haji di Medinah, maka sedang dilaksanakan salat jamaah. Maka kami bergegas wudlu untuk melakukan salat dzuhur dan sekaligus diqasar dengan salat Asyar. Farid yang menjadi Imam, sementara saya dan Syafrizal menjadi makmumnya.

Selesai salat kami diajak untuk makan siang dengan menu Mie Ayam. Lumayan untuk mengganjal perut. Tentu enak juga di tengah perut yang memang sudah waktunya untuk diisi. Kami makan dengan seluruh tim dari Jakarta dan ditemani oleh Pak Nasrullah Jasam, Kadaker Medinah dan Pak Ivan, Pak Ahmad Ghufron serta  Ibu  Rini, tim TPIH yang sedang bersiap-siap akan kembali ke tanah air. “Rasanya sudah kepingin di rumah Pak. Sudah 73 hari di sini.”  Ibu Rini  bercerita.

Sambil makan, kami diskusikan tentang Barang Milik Haji (BMH) yang belum bisa menjadi Barang Milik Negara (BMN). Menurut Ivan, bahwa semuanya sudah tertata administrasi BMH-nya. Juga sudah ada nilai barang-barang itu. Jadi sebenarnya sudah  bisa dialihkan ke BMN.

Jadi pekerjaan kita setelah pulang ke Indonesia adalah menyelesaikan urusan BMH ini. Dan Pak Syafrizal berjanji akhir tahun bisa diselesaikan. Semoga begitu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini