• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HARI SANTRI DAN PENEGUHAN PERAN ISLAM (2)

HARI SANTRI DAN PENEGUHAN PERAN ISLAM (2)

Sesungguhnya Islam Indonesia, atau mau disebut Islam Nusantara, merupakan karya para Santri yang memang memiliki peran penting di dalam penyebaran Islam di ranah yang lebih luas.

Perkembangan Islam di Nusantara merupakan bagian tidak terpisahkan dari bagaimana kaum Santri yang merupakan kelompok paling sadar untuk menyebarkan Islam tersebut beraktivitas agar Islam menyebar luas di seluruh dunia. Jika kemudian Islam menjadi bagian mayoritas dari wilayah Nusantara, maka hal itu tentu merupakan karya agung para Santri yang telah mewakafkan dirinya untuk menyebarkan Islam.

Islam menyebar dan berkembang di seluruh daratan Nusantara tentu juga karena kegiatan dakwah para Santri, yang mereka itu bisa saja dari kaum Sufi, para pedagang Islam atau bahkan para pelancong yang memang memiliki kesadaran untuk menyebarkan Islam dimaksud.

Beberapa teori yang dihasilkan dari kajian yang mendalam menggambarkan bahwa Islam yang ada di Nusantara itu berasal dari Gujarat, Hadramaut dan bahkan dari belahan Timur Tengah lainnya, sehingga membentuk corak Islam yang khas. Itulah sebabnya di Nusantara ini corak Islam itu sangat variatif dalam ritual ghairu mahdahnya. Ada upacara Tabut yang khas Persia, ada tasawuf yang khas Hadramaut dan Gujarat dan ada juga upacara keagamaan yang khas Timur Tengah lainnya.

Para penyebar Islam dengan berbagai latar kulturalnya tersebut datang ke Nusantara kala Islam di Timur Tengah dalam gejolak. Yaitu kehancuran pusat kebudayaan Islam di Baghdad akibat serangan kaum Mongol yang datang ke Dunia Islam kala kerajaan Islam tersebut melemah.

Islam datang ke Nusantara pada saat kerajaan-kerajaan Hindu/Budha juga melemah. Para pendakwah yang mampu menyebarkan Islam di wilayah Nusantara tersebut kemudian dapat mengambil alih pusat kekuasaan di beberapa kerajaan di Nusantara, misalnya kerajaan Perlak, lalu kerajaan Demak Bintoro dan berlanjut ke Sulawesi dan hingga Maluku dan Papua.

Peran kaum Santri dalam konteks yang lebih luas inilah kemudian akhirnya dapat memantapkan peran Islam dalam kazanah Islamisasi Nusantara yang sangat sistematis. Jejak-jejak para Wali penyebar Islam di Nusantara, misalnya di Ternate, maka jejak Sunan Giri masih bisa dilihat hingga sekarang. Jejak Sunan Bonang masih terasa di Nusa Tenggara Barat, jejak Sunan Kalijaga masih terlihat di Jogyakarta dan Solo dan sebagainya.

Para Wali penyebar Islam itulah yang dengan kekuatan fisik dan spiritualnya dapat melakukan penyebaran Islam secara luar biasa. Para Wali Songo adalah para Santri sebab kebanyakan di antara mereka adalah orang yang pernah belajar di pesantren-pesantren baik di Timur tengah, Malaka, maupun di Jawa. Mereka memang benar-benar Santri dalam pengertain yang sebenarnya, sebab mereka adalah alumni-alumni pesantren yang mempelajari Islam secara utuh.

Islamisasi terus berlanjut sampai kemudian terbentuk kerajaan Islam yang memiliki pengaruh yang kuat di dalam proses Islamisasi damai. Kontribusi kaum Santri juga terus berlanjut di tengah perubahan-perubahan yang terus terjadi. Sampai kemudian datanglah kaum penjajah yang merayah kekuasan-kekuasan umat Islam dengan cara yang tidak beradab.

Kedatangan orang Barat untuk berdagang berujung pada penguasaan tanah Nusantara dalam genggamannya. Semula niatnya adalah untuk berdagang. Namun karena di dalam berdagang harus didukung oleh sumber kekuasaan dan penguasaan, maka wilayah Nusantara lalu dijarah dengan kekuasan militer yang kuat. Satu persatu kerajaan Islam di Nusantara dapat ditaklukkan, sehingga para pedagang Belanda, Portugis dan Inggris lalu menjadi penguasa.

Kerajaan Islam yang melemah kemudian dijarah dan dikuasai. Pusat-pusat perdagangan menjadi wilayahnya. Sebagai akibatnya, penduduk Islam Nusantara menjadi penduduk jajahan dan diperlakukan sebagai kaum jajahan itu sendiri. Ada tanam paksa, ada pengerahan tenaga kerja secara paksa dan penarikan pajak yang tidak tertanggungkan.

Yang lebih menyedihkan lalu dianggaplah para penduduk Muslim tersebut  sebagai bangsa Kuli. Para pemilik tumpah darah Nusantara dianggapnya sebagai bangsa yang hanya berperan sebagai budak dan pekerja kasar. Para penjajah itu menyebut dirinya sebagai Toean, dan bangsa kita sebagai Kuli.

Maka bangkitlah anak-anak negeri ini untuk melawannya. Perang Jawa yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro, Basah Sentot dan Kyai Mojo adalah kaum Santri yang sadar akan keharusan untuk berjuang memerdekakan tanah tumpah darahnya untuk menyejahterakan masyarakatnya.

Mereka adalah para Santri. Pangeran Diponegoro adalah santri dari pesantren di Ponorogo, Pesantren Tegalsari, Kyai Mojo juga seorang kyai yang memiliki pesantren. Perang Jawa adalah perang yang menguras pundi-pundi keuangan Pemerintahan Belanda. Perang lima tahun ini menandai bagaimana kaum Santri bergerak melawan penjajah yang kejam.

Perang Banten, yang disebut sebagai Pemberontakan Kaum Petani, juga diinisiasi oleh para Santri dan bahkan oleh penganut tarekat. Mereka adalah para santri yang memiliki kesadaran utuh untuk memerdekakan masyarakatnya agar terbebas dari cengkeraman kaum penjajah. Belanda yang memiliki senjata modern dan dengan kekuatan modal yang besar akhirnya memang bisa mengalahkan kaum petani sufi yang mengandalkan jimat dan senjata apa adanya.

Namun demikian, peran mereka yang heroic di dalam melawan penjajah tentu menjadikan nama-nama para pahlawan kusuma bangsa itu untuk menjadi teladan akan semangat jihad di dalam melawan kaum penjajah. Jadi peran mereka sesungguhnya meneguhkan bagaimana Islam dalam konteks kesantrian dapat memberikan inspirasi untuk melawan penjajahan yang gigantic dan powerfull.

Tentu masih ada banyak contoh perlawanan terhadap kaum penjajah yang diinspirasikan oleh para Santri, misalnya Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Gowa dan sebagainya yang sesungguhnya dipimpin oleh para santri. Jadi, sebenarnya Santri memiliki peran yang sangat dominan di dalam percaturan kemerdekaan Nusantara semenjak dahulu kala.

Makanya, kala Presiden memberikan hadiah Hari Santri Nasional, maka sesunggunya hal tersebut bukanlah sesuatu yang tidak memiliki akar empirisnya. Selamat Hari Santri Nasional.

Wallahu a’lam bi asshawab.

 

 

Categories: Opini