MENJAGA KESETIAAN APARAT SIPIL NEGARA
MENJAGA KESETIAAN APARAT SIPIL NEGARA
Senin, 5 Oktober 2015, merupakan hari penting bagi ASN Kementerian Agama (Kemenag) sebab saat itu dilakukan pengucapan janji/sumpah ASN Kemenag. Bertempat di Aula H.M. Rasyidi, Kantor Kementerian Agama RI, dilakukan kegiatan pengucapan sumpah/janji ASN Kemenag secara serentak sebanyak kurang lebih 500 orang. Kegiatan ini dilakukan di dalam kerangka memenuhi terhadap UU ASN No. 5 Tahun 2014 yang memang mewajibkan bagi ASN untuk mengucapkan sumpah/janji ASN.
Acara yang diinisiasi oleh Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama ini, sesungguhnya menjadi bagian dari kewajiban Kemenag dalam rangka untuk menjaga janji ASN sebagai aparat pemerintah. Ada dimensi kepatuhan dan kesetiaan ASN yang wajib dijaga kapanpun dan di manapun. Sebagaimana pengucapan janji?sumpah PNS, maka juga dihadiri oleh tim Rohaniwan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan juga Konghucu. Hadir di dalam acara ini Kepala Biro Kepegawaian dan Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri.
Di dalam kesempatan itu, saya menyampaikan tiga hal, yaitu: pertama, tentang urgensi kesetiaan kepada Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan kebinekaan. Empat consensus nasional ini, sesungguhnya harus menjadi consensus seluruh ASN. Tidak boleh ada seorangpun ASN yang tidak menjadikan empat consensus kebangsaan sebagai pedoman bagi kehidupannya, terutama sebagai warga Negara Republik Indonesia.
Di tengah munculnya berbagai isme yang terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman, maka hal yang pasti dilakukan oleh ASN adalah bagaimana menjaga Pancasila dan NKRI serta UUD 1945 dan kebinekaan sebagai pedoman dalam merajut kehidupan social dan kenegaraan.
Ada banyak isme baik yang berbasis pada prinsip keagamaan, kebebasan dan juga sosialisme yang terkadang beradu cepat untuk mempengaruhi jalan pikiran dan tindakan kita. Namun demikian, ASN harus tetap berada di dalam koridornya untuk terus menerus menjadikan empat consensus nasional tersebut sebagai panduan di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan demikian, maka tidak boleh kaki kita tergelincir untuk memasuki isme-isme yang bertentangan dengan prinsip di dalam empat consensus nasional dimaksud.
Pikiran dan tindakan kita tidak boleh terpengaruh oleh isme-isme yang transnasional. Sekali saja kita berpikir untuk mengganti Pancasila sebagai dasar Negara dan juga mengubah NKRI, maka sesungguhnya telah robohlah Negara Indonesia ini. Seorang Kyai di Jawa Timur, Kyai Asep Saifuddin Halim, dari Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Sidoarjo menyatakan seperti itu. Makanya, janganlah mindset kita dipengaruhi oleh gerakan-gerakan ideology transnasional yang terus berseliweran di negara kita.
Kedua, harus berkomitmen untuk terus melakukan yang terbaik bagi Kementerian Agama. Dibanding dengan Kementerian/Lembaga lain di negeri ini, maka Kemenag memiliki keunikan tersendiri, yaitu menjadi instansi pemerintah yang tidak hanya mengurusi persoalan duniawi yang berupa administrasi dan pelayanan keduniawian, akan tetapi juga melayani masyarakat yang akan beribadah. Makanya, yang diurus oleh Kemenag tidak hanya urusan duniawi tetapi juga ukhrawi.
Berbasis pada luasnya cakupan otoritas Kemenag ini, maka ASN yang ada di dalamnya juga memanggul tugas berat untuk menjaga agar citra Kemenag sesuai dengan tupoksinya tersebut. Seluruh ASN Kemenag harus mampu membangun citra positif bagi kementeriannya. Bukan citra positif yang direkayasa melalui program pencitraan atau image building, akan tetapi benar-benar citra yang dibangun dari realitas pekerjaan yang diselesaikan sesuai dengan standart yang terbakukan. Yang dilakukan merupakan upaya untuk memberikan kepuasan pelanggan dalam konteks yang sesungguhnya. Jika para stakeholder kita puas dengan pelayanan yang kita berikan, maka citra itu akan terbangunkan dengan sendirinya. Tanpa rekayasa.
Ketiga, harus terus menerus berupaya agar kita dapat melakukan yang terbaik bagi Kemenag dengan membangun integritas dan profesionalitas. Salah satu di antara kelemahan birokrasi di Indonesia dewasa ini adalah masih tersanderanya integritas dan profesionalitas. Integritas masih merupakan lapisan tipis dari business process di dalam kementerian/lembaga. Hal itu tentu dapat dikaitkan dengan tindakan para ASN yang masih terjebak di dalam pola lama, yaitu mentradisikan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Mindset ASN kita masih berada dalam satu tahapan atau fase bahwa penyelesaian pekerjaan sangat tergantung kepada apa yang bisa dilakukan oleh yang berkepentingan. Jadi kalau mengurus sesuatu, misalnya perizinan, pelayanan dan penegakan aturan, maka yang terjadi adalah seberapa kontribusi yang bersangkutan agar proses berjalan lebih cepat. Prinsip inilah yang masih menyandera sebagian ASN kita ditengah keinginan untuk melakukan reformasi birokrasi.
Bagi ASN tidak lagi berpikir business as usual, akan tetapi mestinya bisa juga berpikir out of the box. Cara berpikir seperti ini hanya bisa dilakukan, jika ASN memiliki tingkat profesionalitas yang memadai. Dengan demikian, maka modal professional menjadi penting bagi ASN kita.
Namun demikian, yang tidak kalah penting adalah niat yang tulus untuk bekerja keras, cerdas, ikhlas dan tuntas. Tanpa adanya niat yang memadai untuk bekerja dengan pedoman seperti itu, maka rasanya juga mustahil ASN di dalam sebuah lembaga pemerintah akan menghasilkan pelayanan yang prima.
Jadi, sumpah/janji jabatan haruslah dimaknai sebagai panggilan tugas agar ASN dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan memenuhi standart professionalitas dengan memenuhi kualifikasi yang sudah ditentukan, dan menjaga integritas sebagai fondasi di dalam melakukan pekerjaan.
Wallahu a’lam bi al shawab.