MEMBAHAS TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA VIA VIDEO CONFERENCE (3)
MEMBAHAS TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA VIA VIDEO CONFERENCE (3)
Satu lagi tulisan ingin saya hadirkan untuk memberikan gambaran tentang acara video conference dengan 12 Kakanwil Kementerian Agama (Kemenag) pada hari Rabu, 30 September 2015. Tulisan ini akan membahas mengenai isu-isu yang berkembang atau sedang menjadi topik pembahasan di wilayahnya masing-masing.
Setidak-tidaknya ada enam hal yang menjadi pokok bahasan di dalam video conference sebagaimana disampaikan oleh kakanwil yang terlibat di dalam diskusi ini, yaitu: pertama, tentang terwujudnya nomenklatur struktur organisasi Kementerian Agama pada daerah pemekaran, belum hadirnya kantor Kementerian Agama dan juga pengisian struktur jabatan yang hingga hari ini banyak yang belum dilakukan. Memang harus diakui bahwa untuk menambah struktur baru memang tidak semudah membalik tangan, sebab perubahan struktur organisasi dan tata kelola (SOTK) harus dilakukan secara cermat berdasar atas kebutuhan dan fungsinya. SOTK akan terbentuk jika rekomendasi dari Kementerian PAN & RB sudah diperoleh dan kemudian Menteri Agama akan menerbitkan PMA yang terkait dengan SOTK dimaksud.
Kedua, tentang assesment jabatan. Sesuai dengan agenda reformasi birokrasi, bahwa assesment jabatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam upaya untuk melakukan perubahan secara mendasar mengenai rekruitmen pejabat, baik pada tataran pejabat structural maupun fungsional. Assesment dan lelang jabatan pada hakikatnya adalah upaya untuk menjaring pejabat secara fairness, dan berkeadilan. Meskipun tetap menggunakan system merit, akan tetapi tetap saja bahwa mereka yang kompetenlah yang seharusnya menjadi pejabat.
Melalui assesment yang tepat dan benar, maka akan didapatkan pemetaan potensi jabatan pada ASN Kemenag. Melalui program ini, maka kita akan memiliki peta potensi, kapabilitas dan kemampuan ASN yang relevan dengan jabatannya. Dengan demikian untuk pengisian jabatan atau memutasi jabatan akan dapat didasarkan atas peta potensi dimaksud. Oleh karena itu, mengikuti assessment merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk memahami apa yang sesungguhnya menjadi potensi kita sebagai ASN.
Ketiga, serapan anggaran eks-bansos yang mengalami kendala regulasi. Sebagaimana diketahui bahwa anggaran eks-bansos mengalami kesulitan di dalam penyerapannya. Hal ini disebabkan oleh perubahan nomenklatur akun 57 ke 52, atau dari Akun Bantuan Sosial ke Akun Belanja Barang dan Jasa. Sebagai akibatnya, maka serapannya menjadi sangat rendah sampai akhir-akhir ini.
Yang lebih menggelisahkan adalah eks-bansos tersebut merupakan anggaran yang langsung dirasakan oleh masyarakat, sehingga ketika terjadi keterlambatan di dalam pembayarannya, maka teriakan nyaring dari sasaran program juga akan terdengar dengan keras. Kesulitan serapan anggaran eks bansos tentu akan berpengaruh terhadap serapan anggaran Kementerian Agama secara umum. Padahal di satu sisi Kemenag harus mengejar target serapan sebesar 93 persen.
Keempat, pembangunan fisik yang didanai oleh SBSN. Tahun 2015, ada beberapa proyek pembangunan fisik yang didanai dari loan SBSN. Anggaran ini sesuai dengan rencana akan didayagunakan untuk pembangunan PTKIN, Revitalisasi Asrama Haji dan pembangunan Kantor Urusan Agama (KUA). Sayangnya bahwa anggaran SBSN untuk revitalisasi asrama haji tidak digunakan secara maksimal disebabkan oleh keterlambatan melakukan eksekusi pelelangan konsultan dan juga lelang konstruksi. Akibatnya, banyak anggaran SBSN yang harus dikembalikan ke kas Negara. Di sisi lain, masih banyak proyek pembangunan fisik yang tidak memperoleh sentuhan anggaran dari APBN.
Kelima, kendala penegerian madrasah dan lembaga pendidikan lainnya. Harus diakui bahwa memang ada perlambatan proses penegerian madrasah yang sekarang sedang terjadi. Hingga tahun 2015, jumlah penegerian madrasah dan lembaga pendidikan lainnya belum dapat dilaksanakan secara memadai. Ada sebanyak kurang lebih 600 madrasah yang ingin dinegerikan, hanya sayangnya bahwa proses penegerian tersebut mengalami kendala birokratis, yaitu makin banyaknya satker Kemenag, dan jika proses penegerian tersebut dengan mudah diberikan, maka akan terjadi semakin banyaknya satker Kemenag. Bisa dibayangkan bahwa sekarang jumlah satker kemenag sudah mencapai angka 4484 satker. Jika terus bertambah, maka jumlah satker Kemenag akan mencapai angka 5000 bahkan 6000 satker.
Keenam, penyikapan ASN Kemenag dalam menghadapi pilkada serentak. Salah satu agenda pemerintah di akhir tahun ini adalah pelaksanaan pilkada serentak di seluruh Indonesia. Di dalam pilkada tentu saja akan terdapat upaya untuk saling tarik menarik dalam rangka perebutan pemilih. Untuk itu, maka ASN Kemenag harus berada di dalam titik netral, tidak menjadi simpatisan apalagi tim sukses calon bupati/wali kota bahkan gubernur. Netralitas PNS menjadi sangat penting, sebab yang akan dilayani oleh ASN adalah semua masyarakat tanpa membedakan yang besangkutan dari golongan apa atau partai apa. Netralitas ASN menjadi jaminan akan dapat diberikannya pelayanan secara fairness dan adil.
Memang harus dipahami bahwa tantangan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas dan fungsi Kemenag untuk menyelesaikannya. Semua ASN Kemenag haruslah terlibat secara aktif di dalam menjawab terhadap kebutuhan masyarakat terhadap kehadiran Kemenag. Bagi ASN Kemenag, tentu haruslah memiliki sikap dan tindakan yang mencerminkan bahwa apa yang dilakukannya merupakan kewajiban sebagai ASN Kemenag.
Melakukan percepatan penyerapan, memberikan pelayanan yang baik, bekerja secara professional dan bertanggungjawab serta memberikan keteladanan yang baik bagi kalangan ASN sendiri maupun bagi masyarakat merupakan keniscayaan bagi ASN Kemenag.
Dengan demikian, ASN Kemenag haruslah berprinsip bahwa tantangan adalah peluang. Jangan pernah berpikir bahwa tantangan adalah problem yang menghambat. Jika ASN Kemenag bisa berpandangan seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa ASN Kemenag akan dapat mengatasi atau menghadapi tantangan dengan kewajaran dan bukan keluh kesah.
Wallahu a’lam bi al shawab.