MEMIKIRKAN MANAJEMEN RESIKO IBADAH HAJI (3)
MEMIKIRKAN MANAJEMEN RESIKO IBADAH HAJI (3)
Saya bukanlah ahli teknologi Informasi (TI), sebab pendidikan saya maupun pekerjaan saya sama sekali tidak terkait secara langsung dengan mesin-mesin teknologi. Saya hanyalah sebagai pemanfaat TI dalam kaitannya dengan pekerjaan yang harus saya lakukan. Posisi ini yang saya kira harus saya jelaskan agar tidak dipahami sebagai kesalahan konseptual, jika tulisan ini dirasakan kurang relevan.
Ketika kita melihat acara televisi, Discovery Channel, sering kita melihat bagaimana tim monitoring pergerakan dan kehidupan binatang laut, seperti Ikan Hiu, Lumba-lumba dan binatang laut langka lainnya, dapat dimonitor dengan cermat tentang keberadaannya, pergerakannya, dan juga perkembangan kehidupannya.
Melalui sistem monitoring yang digerakkan oleh teknologi informasi berbasis satelit, maka binatang-binatang laut tersebut dapat mengirimkan signal secara akurat kepada tim monitoring dengan data yang akurat. Melalui pemantauan tersebut, maka kehidupan binatang laut tersebut dapat diketahui dan dipahami lalu dianalisis untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau kepentingan lainnya.
Selain itu, misalnya juga sudah didapati teknologi informasi untuk melacak di mana posisi kendaraan (mobil atau sepeda motor) berada. Melalui teknologi informasi ini, maka akan dengan mudah diketahui letak mobil dan bagaimana posisinya di tempat tersebut, apakah sedang parkir atau tengah melaju di jalan raya. Teknologi ini tentu sangat cocok untuk memonitor kendaraan yang kita miliki, misalnya ketika sedang digunakan oleh orang lain. Mobil rental atau sejenisnya akan mudah dipantau dengan teknologi ini.
Gambaran ini yang kiranya akan memberikan inspirasi tentang bagaimana cara kerja Geographic Security System (GSS) yang akan dapat dijadikan sebagai alat monitoring berbasis satelit untuk mendeteksi mengenai resiko di dalam penyelenggaraan ibadah haji. Sistem monitoring tersebut akan digunakan untuk mendeteksi secara umum tetapi mendasar terkait dengan bagaimana arah pergerakan jamaah haji Indonesia, dan bagaimana melalui sistem tersebut akan terbantu mendeteksi secara lebih dini atau early warning terhadap potensi musibah yang akan terjadi.
Teknologi informasi (GSS) dimaksudkan sebagai upaya untuk mendeteksi secara akurat tentang positioning gerakan jamaah Indonesia di dalam lautan jamaah haji di seluruh dunia. Alat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pimpinan jamaah (pembimbing ibadah, panitia dan KBIH atau lainnya) yang mendampingi jamaah haji di dalam prosesi ibadah. Kemanapun jamaah pergi, maka dapat dipastikan bahwa alat ini akan menyertainya. Dengan demikian, alat ini akan bekerja sesuai dengan rombongan demi rombongan yang mengarungi prosesi ibadah.
Kemudian, alat ini juga disiapkan untuk PPIH yang terus menerus secara bergantian berada di wilayah-wilayah yang kita identifikasi sebagai tempat potensi kerawanan musibah. Mereka akan memonitor secara langsung terhadap pergerakan jamaah dan bagaimana keamanan dan kenyamanan mereka menyelanggarakan ibadah haji. Mereka adalah orang yang terpilih untuk menjadi penjaga wilayah yang rawan masalah. Mereka haruslah orang yang sangat peduli dengan kenyamanan dan keselamatan jamaah haji.
Selain itu, juga terdapat suatu tempat monitor atau monitoring centre yang memiliki kapasitas untuk mengendalikan operasional pemantauan terhadap wilayah-wilayah yang rawan masalah. Teknologi informasi yang berada di sini merupakan alat yang memiliki kapasitas mengendalikan jaringan informasi secara keseluruhan. Dengan demikian, maka informasi yang diperoleh melalui monitoring kewilayahan lalu akan bisa disampaikan kepada seluruh jaringan yang terkonek dengannya. Jadi akan terdapat jaringan pusat dan wilayah lainnya, sesuai dengan hasil monitoring yang dilakukan.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kesiapan SDM untuk mendukung program ini. Apapun yang dihasilkan dari manajemen resiko dan juga pemanfaatan teknologi canggih tidak akan ada artinya, jika kesiapan SDM untuk melaksanakannya belum memadai. Untuk ini, maka seluruh komponen yang terlibat di dalam prosesi ibadah haji harus terus diupdate pengetahuannya, sehingga mereka memiliki semangat untuk melayani jamaah dalam beribadah berbasis pada keselamatan.
Kita lalu jadi teringat akan kata-kata penting: “man behind the gun.” Secanggih apapun senjata, kalau tidak berada di tangan orang yang ahli mengoperasikan senjata itu, maka akan sia-sia belaka. Oleh karena itu harus disiapkan semuanya agar tujuan mengembangkan manajemen resiko akan bisa menghasilkan produk yang optimal.
Terlepas dari persoalan takdir Tuhan, akan tetapi sejauh masih bisa diprediksi mengenai selamat dan menyelamatkan, maka tidak salah untuk diusahakan. Jadi peran manusia memang masih ada untuk menjaga agar keselamatan berpihak padanya.
Wallau a’lam bi al shawab