MENGEDEPANKAN PROFESIONALITAS DALAM REFORMASI BIROKRASI
MENGEDEPANKAN PROFESIONALITAS DALAM REFORMASI BIROKRASI
Saya merasa sangat senang sebab di hampir seluruh Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) yang saya datangi, maka disitu dapat dipastikan terdapat program sosialisasi Lima Budaya Kerja yang sudah dilaunching oleh Menteri Agama, Bapak Lukman Hakim Saifuddin. Hal ini menandakan bahwa sesungguhnya Nilai Budaya Kerja itu sudah share di kalangan Aparat Sipil Negara (ASN) di Kementerian Agama. Bahkan juga bukan hanya di Kanwil Kemenag saja spanduk atau Baliho Lima Budaya Kerja tersebut dipampang, akan tetapi juga di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Kankemenag Kab/Kota).
Akhir-akhir ini saya memang konsern untuk mendatangi acara-acara yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenag RI terutama dalam acara-acara pembinaan ASN di daerah. Tujuan utama pembinaan ini adalah memberikan masukan tentang tantangan yang dihadapi oleh Kemenag RI dalam kaitannya dengan perubahan demi perubahan yang terus terjadi. Melalui pembinaan secara langsung ini, maka diharapkan akan terjadi perubahan mindset agar cepat tanggap atau cepat merespon terhadap perubahan dimaksud.
Jika waktu memungkinkan, maka saya usahakan untuk dapat hadir di acara-acara pembinaan ASN itu. Saya datang di Kanwil Padang, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Bali, Maluku, Jawa Barat, Jawa Timur dan sebagainya. Tema-tema yang selalu saya bicarakan adalah tentang tantangan Kemenag di era Kabinet Kerja, 2015-2019.
Di era ini, maka tantangan terbesar adalah mengenai Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi harus di artikan tidak hanya perubahan struktur kelembagaan, struktur penggajian, struktur personal ASN, akan tetapi yang lebih penting adalah perubahan pada mindset dan budaya kerja. Tantangan mindset dan budaya kerja inilah yang sesungguhnya menjadi tantangan terbesar Sumber Daya Manusia (SDM) Kemenag, akan tetapi juga seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) di negeri ini.
Makanya, seluruh K/L lalu beramai-ramai merumuskan dan menyepakati terhadap nilai-nilai budaya kerja, yang intinya akan dijadikan sebagai norma yang ditaati bersama atau menjadi pattern for behavior di kalangan mereka. Kata kuncinya adalah integritas, profesionalitas dan tanggungjawab serta kemudian beberapa nilai lain yang dianggap sebagai kata kunci untuk membangun Reformasi Birokrasi.
Dari sisi Struktur Organisai atau Satuan Organisasi dan Tata Kelola (SOTK), maka langkah yang diambil oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo, adalah dengan melakukan merger K/L yang dianggap bisa dijadikan sebagai percepatan pembangunan bangsa. Ada yag memang benar-benar dimerger, misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan ada pula yang hanya sebagian kecil fungsinya dialihkan ke K/L lain, seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang lalu dimasukkan ke dalam Kementerian Riset dan Teknologi.
Perubahan struktur organisasi ini, memang mengalami pro-kontra. Seperti biasa bahwa setiap perubahan –dalam skala apapun—akan selalu membawa dampak pada kerumitan pada tahap awal. Namun demikian, melalui kerja yang efektif dan efisien akhirnya dapat pula diselesaikan. Saya kira sekarang semuanya sudah running on the track di dalam mengemban tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pada masing-masing K/L.
Sebagaimana diketahui bahwa key word untuk menjadikan performance birokrasi kita makin baik adalah melalui mengembangkan profesionalitas ASN. Tanpa adanya profesionalitas, maka jangan pernah berharap akan menghasilkan pelayanan yang memuaskan pelanggan apalagi membuat loyalitas pelanggan. Untuk mencapai keduanya mutlak harus terdapat profesionalitas ASN dimaksud.
Berdasarkan DenMiracle.blogspot.co.id., Sabtu 12 November 2011, dinyatakan bahwa ada tujuh strategi untuk mengembangkan profesionalitas di dalam kerja, yaitu: kembangkan keahlian, mahir membangun hubungan, tingkatkan kemampuan komunikasi, hasilkan yang terbaik, berpenampilan menarik, kehidupan yang seimbang, dan memiliki nilai moral yang tinggi.
Pertama, mengembangkan keahlian. Artinya, bahwa ASN harus terus menerus mengembangkan kehliannya. To be professional. Orang yang profesional ditandai dengan kemampuannya untuk mengerjakan apa yang menjadi tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan Standart Pelayanan Minimal (SPM)dan Standart operating procedure (SOP). Jadi yang bersangkutan harus menguasai kompetensi dasar dan kompetensi bidang sebagai persyaratan untuk disebut professional.
Kedua, membangun relasi atau jejaring. Di dalam capacity building, maka yang sesungguhnya diutamakan bukan hanya peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan terkait dengan profesinya, akan tetapi juga peningkatan kemampuan membangun jejaring. Jadi orang professional juga akan dilihat dari seberapa yang bersangkutan akan dapat mengembangkan jejaringnya di tengah persaingan atau kompetisi yang makin keras dan kuat.
Ketiga, kemampuan komunikasi. Seorang professional, haruslah memiliki kemampuan melakukan komunikasi dengan memadai. Yang bersangkutan harus dapat mengutarakan apa yang menjadi ide atau gagasannya yang tentu harus didukung oleh seperangkat fakta atau data dan juga logika yang memadai. Kemampuan komunikasi adalah soft skilled yang sebenarnya juga bisa dipelajari. Di era sekarang, siapa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik, maka dia akan dapat menguasai blantika perkembangan yang terus terjadi.
Keempat, menghasilkan produk kerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja adalah apakah kinerja tersebut menghasilkan produk yang berkualitas. Tidak hanya memenuhi standart yang sudah dibakukan, akan tetapi selayaknya menghasilkan produk unggulan atau menghasilkan produk yang ekselen. Jika ukurannya pada pemenuhan SOP dan SPM, maka tentu banyak orang yang bisa melakukannya, akan tetapi yang justru penting adalah produk unggulan yang melebihi kapasitas SOP dan SPM.
Kelima, menampilkan diri yang menarik. Kemenarikan performance bukan terletak pada keindahan dan kerapian tampilan luar saja, akan tetapi yang lebih penting adalah performance yang muncul dari dalam hati. Orang menyebut sebagai inner beauty. Tutur kata yang baik, mimik muka yang menyenangkan, senyum yang menawan dan tentu juga raut muka yang menyejukkan. Prinsip yang digunakan adalah senyum, salam, sapa.
Keenam, keseimbangan kehidupan. Menyeimbangankan kehidupan ternyata penting. Di dalam hal ini, maka yang seseorang harus memilih mana hal-hal yang dinggap sebagai urgen dan penting. Yang urgen harus diselesaikan dulu, dan yang penting menyusul kemudian. Artinya seseorang harus memilih untuk menentukan mana yang harus dipilih dan mana yang harus ditinggalkan atau ditunda dulu. Jadi, tidaklah semua dikerjakan dan semuanya diselesaikan. Harus ada prioritas-prioritas rasional yang menjadi ketentuan untuk diselesaikan.
Ketujuh, memiliki moral yang tinggi. Seseorang yang professional hanya akan dapat dinyatakan sebagai professional jika dia memiliki kejujuran atau dalam bahasa lain disebut memiliki integritas. Kata kunci profesionalitas adalah pada kepemilikan integritas ini. Tanpa integritas jangan pernah berharap seseorang menjadi kaum profesional. Oleh karena itu, integritas menjadi kata kunci yang mendasari terhadap strategi dimaksud.
Menjadi professional adalah pilihan. Tetapi saya kira tidak ada seorangpun yang tidak ingin menjadi bagian dari kaum professional di manapun yang bersangkutan bekerja. Tak terkecuali menjadi Aparat Sipil Negara.
Wallahu a’lam bi al shawab.