FESTIVAL PESANTREN UNTUK LAUNCHING HARI SANTRI
FESTIVAL PESANTREN UNTUK LAUNCHING HARI SANTRI
Membicarakan pesantren, saya kira tidak ada habisnya. Memang ada keunikan pesantren sebagai lembaga pendidikan. Di antara keunikannya adalah pesantren memiliki kontinuitas yang sangat memadai sebagai lembaga untuk mempertahankan dan mengembangkan ilmu keislaman semenjak dahulu hingga sekarang. Melalui cirinya seperti itu, maka sesungguhnya kita tidak khawatir bahwa pengembangan ilmu keislaman akan hilang dari persada Nusantara ini di masa depan.
Kemarin, 14/09/2015, Kementerian Agama menyelenggarakan pertemuan untuk membahas mengenai penyelenggaraan Festival Pesantren dalam kaitannya dengan momentum sejarah penetapan Hari Santri yang diperkirakan akan dilaunching oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Pertemuan ini dianggap penting sebagai wahana untuk memastikan bahwa keinginan untuk menjadikan momentum Hari Santri sebagai ikon pesantren untuk Indonesia akan bisa dilakukan.
Ada beberapa hal yang saya sampaikan terkait dengan Festival Pesantren ini. Pertama, kita ingin pesantren menjadi ikon nasional dan sekaligus juga menjadi ikon internasional. Jika di Mesir ada Universitas Al Azhar yang menjadi perbincangan hampir semua orang yang datang di Mesir, maka kita ingin pesantren menjadi perbincangan juga dalam dunia internasional. Pesantren yang sudah memiliki peran historis dan sosiologis yang luar biasa tentu menjadi modal social untuk dikembangkan seperti itu.
Kita bisa menyaksikan, misalnya Festival Ramayana yang dipagelarkan lintas negara. Cerita Epos Ramayana ternyata tidak hanya menjadi milik Indonesia, akan tetapi juga menjadi milik Thailand, India, Malaysia dan juga beberapa Negara Asia lainnya. Di dalam pagelaran Ramayana antar Negara tersebut, lalu kita bisa memahami bagaimana persepsi negara-negara yang melakonkan epos tersebut. Unik dan menarik, tentu.
Kita memang sudah memiliki banyak even terkait dengan pesantren, misalnya ada Kompetisi Qiraatil Kutub, Kompetisi Pospenas, Pesantren Expo dan sebagainya. Namun semua itu diselenggarakan dalam even nasional. Ke depan, saya kira perlu ada satu even internasional yang bisa dikaitkan dengan dunia pesantren, sehingga kita bisa mengetahui bahwa pengakuan akan peran pesantren juga makin besar.
Kedua, terkait dengan conten acara Festival. Saya berpikir bahwa yang namanya festival pastilah merupakan kegiatan yang semarak dan ramai dikunjungi orang atau melibatkan banyak orang. Jawaban yang kita terima dari forum ini adalah festival ini merupakan puncak dari serangkaian acara yang digelar dari dan untuk pesantren. Misalnya ada acara Gebyar Pesantren di Palu sebagai bagian tidak terpisahkan dari keterlibatan Kementerian Agama dalam program Sail Tomini, 2015, seminar, khalaqah, kompetisi penulisan pesantren, lomba karikatur, lomba penulisan scenario sinema pesantren dan sebagainya.
Berdasarkan kesepahaman, maka akan dihadirkan sebanyak 100.000 santri dan masyarakat yang akan menjadi saksi bagi launching Hari Santri. Menghadirkan orang dalam jumlah besar seperti itu tentu harus diimbangi dengan acara yang juga menarik. Sebagaimana yang diancangkan oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Dr. Mohzen, bahwa akan hadir Penyanyi Opick dan Fatin serta Dwiki Darmawan. Kita tentu bersetuju bahwa meraka akan mewakili kelompok santri yang juga memiliki sensitivitas seni (music). Akan tetapi yang jelas memiliki nuansa religious yang tinggi dan akan memiliki gema yang hebat adalah jika dihadirkan juga, dzikiran ala Habib Syekh. Maka tajuk pentingnya adalah Dzikiran Pesantren untuk Bangsa.
Saya kira bangsa ini membutuhkan ruwatan. Yaitu serangkaian upacara agar segera terlepas dari berbagai masalah yang datang silih berganti. Maka dengan lantunan dzikir dari ratusan ribu orang tentu gaungnya akan sampai ke arasy, dan siapa tahu lalu Allah menurunkan cahaya penyelesaian untuk masalah bangsa ini. Dengan demikian, maka semua akan merasa memiliki terhadap acara ini, tidak hanya pesantren, NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya, akan tetapi juga masyarakat Islam secara utuh.
Ketiga, image building. Salah satu yang penting terkait dengan implementasi program adalah untuk membangun image bahwa Kementerian Agama itu eksis. Pemberitaan melalui media tentu sangat penting. Makanya, menjalin kerjasama dengan berbagai media untuk memberitakan mengenai pesantren yang menjadi iconic program Kementerian Agama juga dirasa sangat diperlukan. Bagi saya, pemberitaan itu, apapun kontennya, adalah bagian dari upaya untuk menyatakan bahwa kita sesungguhnya eksis di dalam program pelayanan masyarakat. Kita memang tidak hanya bisa bekerja dalam kesunyian, tapa hingar bingar media. Dengan demikian keberadaan media bagi sebuah lembaga –apapun lembaganya—tentu menjadi bagian dari humasnya lembaga tersebut.
Di dalam konteks iniliah maka acara festival ini akan dilakukan di Gelora Bung Karno, di Jakarta, karena hingga sekarang kita masih berasumsi bahwa Jakarta adalah pusat berita, Jakarta adalah pusat aktivitas. Oleh karena itu, menjadikan Jakarta sebagai tempat untuk penyelenggaraan momentum launching Hari Santri tentu sangatlah tepat.
Kita semua tentu berharap bahwa menjadikan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri tidak hanya sekedar symbol eksistensi pesantren, akan tetapi akan menjadikan peran pesantren makin moncer di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.