• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENCERMATI TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA (7)

MENCERMATI TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA (7)

Salah satu hal yang masih menjadi kendala bagi penyerapan anggaran Kementerian Agama adalah mengenai pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu, saya masih akan melanjutkan diskusi kita kali ini. Ketujuh, yaitu tantangan percepatan pengadaan barang dan jasa.

Sesungguhnya Presiden sudah menerbitkan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengadaan Barang dan jasa. Hal ini dibuat tentu saja atas kenyataan selama ini, bahwa pengadaan barang dan jasa selalu terkendala penyerapannya. Hampir di seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L) mengalami problem yang sama, yaitu rendahnya serapan  anggaran pengadaan barang dan jasa.

Menurut saya,  ada tiga penyebab mengapa serapan untuk belanja barang dan jasa masih rendah. Pertama,  keterlambatan pelaksanaan lelang, disebabkan adanya sanggah banding, proses pengadaan yang memang tidak dilakukan sejak awal atau pelaksana yang tidak siap melaksanakannya. Kedua, ada semacam psychological fear atau ketakutan psikhologis untuk melaksanakan pelelangan. Yang kedua ini disebabkan banyaknya pejabat yang terkena persoalan hukum pasca pelaksanaan lelang, sementara mereka sendiri tidak mengetahui kesalahannya. Berangkat dari masalah ini, maka banyak pejabat yang sangat berhati-hati dan  bahkan cenderung tidak melaksanakan pengadaan barang dan jasa.  Ketiga, SDM yang belum tersedia di daerah-daerah untuk menjadi pejabat ULP dan juga perangkat lainnya. Hampir semua mengamini bahwa mereka tidak ingin lulus dalam ujian pengadaan barang dan jasa.  Mereka  ketakutan untuk ditunjuk sebagai pejabat pengadaan barang dan jasa. Bahkan mencari tim Panitia Penerima Hasil Pelelangan (PPHP) saja sangat sulit. Mereka maunya menghindar.

Oleh karena itu, diperlukan beberapa kebijakan untuk menjawab beberapa persoalan dimaksud. Yaitu: pertama, perlunya Tim Pendamping Hukum (TPH) yang bertugas untuk melakukan pendampingan selama proses lelang berlangsung dan pasca lelang. Kehadiran TPH dimaksudkan untuk melakukan evaluasi tahap demi tahap di dalam proses pelelangan. Bahkan juga bantuan hukum jika ada masalah. Selain untuk memberikan dorongan moral bagi para pelaku pelelangan,  juga untuk memberikan bekal mental yang kuat agar pelelangan dapat dilaksanakan.

Kedua, melakukan pelelangan lebih awal, khususnya pengadaan yang memiliki jangka panjang, seperti: cleaning service, jaringan internet, satuan pengamanan (satpam), konstruksi/bangunan, pengadaan kitab suci dan sebagainya. Hal-hal semacam ini dapat dilakukan semenjak RKAKL sudah ditetapkan. Di dalam hal ini sudah dapat dilakukan pelelangan tidak mengikat, yaitu pelelangan yang dilakukan dengan kesepakatan menunggu DIPA yang akan diterbitkan pada akhir Desember tahun berjalan. Jika pada bulan Oktober atau Nopember tahun berjalan sudah bisa dilakukan pelelangan, maka awal Januari tahun berikutnya tentu sudah bisa penandatangan kontrak.  Melalui skema ini, maka akhir Maret sebagaimana Instruksi Presiden akan dapat dilaksanakan pekerjaan kontrak tersebut.

Berdasarkan catatan dari Kepala Biro Umum, Syafrizal, bahwa hingga akhir Agustus 2015 baru diselesaikan kontrak sebesar 18 persen lebih dari total nilai anggaran pengadaan barang dan jasa,  sebesar 22 trilyun. Hal ini berarti dalam waktu tersisa selama empat bulan harus diselesaikan 81 persen lebih. Tentu hal ini merupakan pekerjaan yang berat sebab penyerapan anggaran pengadaan barang dan jasa membutuhkan waktu yang relative panjang. Catatan ini tentu melengkapi permasalahan yang dihadapi dalam hal serapan anggaran Kementerian Agama yang masih rendah.

Sesungguhnya sekarang ini sudah terdapat berbagai kemudahan di dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa, yaitu dengan adanya e-tendering. Misalnya dengan e-katalog atau e-purchasing. Misalnya pengadaan mobil, sepeda motor, buku-buku ajar yang sudah ada masternya, maka dapat dilakukan dengan e-katalog. Untuk kepentingan ini, LKPP yang melakukan kontrak payungnya, dan K/L yang berkepentingan dengan jenis barang dan jasa tersebut tinggal memesan kepada perusahaan yang menjual barang dimaksud.

Melalui system ini, maka proses pelelangan menjadi lebih simple dan tidak memakan waktu dan tenaga yang maksimal. Melalui peran LKPP yang diperluas ini, maka sebagian tanggungjawab ULP sudah diambil alih oleh LKPP. Dengan demikian, maka tugas ULP akan lebih ringan.

Melalui sosialisasi Inpres No 1 Tahun 2015  dan berbagai regulasi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa tentu yang diharapkan adalah percepatan serapan anggaran pengadaan barang dan jasa, sehingga target serapan anggaran tahun 2015 sebesar 93 persen akan dapat dicapai.

Yang juga harus dimaksimalkan adalah penggunaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sebagai instrument elektronik untuk pengadaan barang dan jasa. Implementasinya  juga perlu didorong lebih maksimal. Sungguh sangat disayangkan,  jika masih ada proses pengadaan barang dan jasa yang belum menggunakan system ini. Melalui LPSE, maka jaminan transparansi dan akuntabilitas tentu akan lebih terjaga. Tahun ini kita harapkan bahwa semua pengadaan barang dan jasa sudah menggunakan system elektronik atau LPSE.

Untuk itu, kerjasama antara semua pihak: LKPP, LPSE, ULP, PPK dan segenap SDM yang mendukung terhadap terselanggaranya pengadaan barang dan jasa menjadi sangat penting untuk ditingkatkan. Kita tentu berharap bahwa serapan pengadaan barang dan jasa semakin tinggi,  tetapi juga disertai dengan kehati-hatian di dalam proses maupun pasca pelaksanaannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini