• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMAHAMI TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA (6)

MEMAHAMI TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA (6)

Saya masih akan membahas tentang tantangan Kementerian Agama dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terus terjadi. Keenam, tantangan penerapan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2015 tentang PNBP Nikah dan Rujuk. Hal ini saya pandang penting untuk dipahami mengingat bahwa persoalan pernikahan yang dilakukan oleh para penghulu juga masih menyisakan persoalan.

Rasanya, bagaikan disambar petir di siang bolong ketika kita mendengar  bahwa ada gratifikasi sampai trilyunan rupiah di Kantor Urusan Agama (KUA). Kita semua  tersentak ketika merebak berita bahwa di Kementerian Agama terjadi gratifikasi besar-besaran terkait dengan pelaksanaan pernikahan di luar kantor. Bahkan ada di antara Kepala KUA kita yang harus berurusan dengan aparat hukum terkait dengan tindakan yang dinilai sebagai gratifikasi ini. Pemberitaan tentang gratifikasi ini bahkan menghiasi halaman-halaman surat kabar dan bahkan juga menjadi bahan diskusi di media televisi dan media social lainnya.

Memang harus diakui bahwa anggaran untuk operasional KUA hanya sebesar  tiga juta rupiah pertahun. Anggaran operasional ini tentu hanya cukup untuk membayar listrik dan telpun. Biaya untuk operasional lainnya tentu tidak ada lagi. Makanya, ketika terjadi pernikahan di luar kantor,  maka kemudian para penghulu itu menerima pemberian, meskipun tidak tentu jumlahnya, sebagai pengganti transportasi dan honor bagi pelaksanaan pernikahan tersebut.

Hampir tidak dijumpai penetapan tarif oleh Kepala KUA terhadap pernikahan di luar kantor ini. Semua dilakukan atas inisiatif yang mengundangnya. Maka jumlahnya juga bervariasi sesuai dengan kemampuan si empunya hajad. Bahkan juga ada yang sekedar memberi oleh-oleh atau berkatan (bahasa Jawa) sebagai buah tangan dari perhelatan tersebut.

Menikahkan anak atau keluarga di rumah adalah tradisi yang sudah melembaga di republik ini. Biasanya menjadi rangkaian dengan hajadan yang diselenggarakan di rumah. Pernikahan adalah peristiwa agama, budaya dan social sekaligus. Makanya selalu diselenggarakan dengan cara-cara yang relevan dengan pedoman kebudayaannya. Tidak kurang tidak lebih. Jadi, memberikan buah tangan, memberikan uang juga dianggap sebagai bagian dari budaya yang sudah dianggap sebagai kebiasaan.

Dari rangkaian persoalan inilah kemudian pemerintah berinisiatif untuk melakukan perubahan terutama terkait dengan bagaimana membangun transparansi di dalam pelaksanaan pernikahan di daerah-daerah. Melalui terbitnya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 dan kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2015, maka diharapkan bahwa pelaksanaan pernikahan di luar kantor akan bisa diselesaikan. Melalui regulasi,  pernikahan di luar kantor dikenai biaya Rp600.000,- sementara pernikahan di kantor tidak dikenai biaya. Melalui penerbitan Peraturan Pemerintah ini, maka diharapkan bahwa problem gratifikasi akan bisa diselesaikan.

Namun ternyata keluarnya PP tersebut belum bisa menyelesaikan problem itu. Hal ini disebabkan proses pencairan dana PNBP ini terkendala dengan prosesnya yang rumit. Makanya di beberapa daerah terdapat masalah pencairan dana PNBP NR ini. Di dalam salah satu kunjungan saya ke Propinsi Kalimantan Selatan, diperoleh gambaran bahwa pembayaran transportasi dan honor bagi KUA/para penghulu terkendala proses pencairan yang tidak bisa dilakukan.

Oleh karena itu berdasarkan pertemuan internal Kementerian Agama, maka diputuskan bahwa sebaiknya untuk pembayaran tersebut dipakai Uang Persedian (UP) atau Tambahan Uang Persediaan (TUP). Khusus untuk  kepentingan ini, maka terdapat kesepahaman dengan Ditjen Perbendaharaan, bahwa untuk pembayaran PNBP NR dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Jadi, jika diperlukan tambahan uang persediaan tentunya bisa diperkenankan. Bahkan dengan catatan berapapun jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.

Melalui skema ini, maka pembayaran transportasi dan honor penghulu mulai bisa dilakukan. Meskipun belum maksimal dibayarkan,  akan tetapi telah terdapat solusi yang relative memadai. Hanya saja sayangnya,  bahwa uang honor dan transportasi yang jumlahnya milyaran tersebut belum bisa dimasukkan dalam serapan anggaran karena pertanggungjawabannya yang belum diselesaikan.

Selain persoalan yang terkait dengan penyerapan anggaran tersebut, satu masalah yang masih mengganjal adalah tentang panjangnya rantai birokrasi untuk penyelenggaraan pernikahan. Yaitu adanya  keterlibatan RT/RW dan kantor kelurahan atau kantor desa. Jika kelak bisa disederhanakan melalui satu pintu, yaitu penggunaan single identity card (KTP Elektronik) untuk pendaftaran pernikahan di KUA, maka mata rantai birokrasi yang panjang akan bisa disederhanakan dan juga akan menihilkan berbagai pungutan yang sering diidentifikasi sebagai perlakuan KUA. Makanya, MoU dengan Kementerian Dalam Negeri untuk kepentingan data E-Card tersebut mutlak diperlukan.

Lalu, sesuai dengan pertemuan yang digelar di KPK yang dihadiri oleh Menteri Agama, Irjen Kemenag, Sekjen dan juga Dirjen Perbendaharaan dan jajarannya disepakati bahwa jalan keluar yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan uang muka perjalanan dan biaya transportasi. Melalui skema ini, maka serapan anggaran untuk pembayaran honorarium dan transportasi tentunya juga akan lebih bisa didayagunakan.

Upaya-upaya perbaikan penerimaan dan penyaluran PNBP NR ini dilakukan sebenarnya juga mengandung maksud agar Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tentang penyelenggaraan pernikahan bisa diminimalisir. Jika pada tahun 2014  masih merah, karena masih belum mencapai standart minimal  angka enam, maka diharapkan tahun 2015  akan menjadi lebih baik. Dengan perbaikan yang dilakukan ini, maka IPK  Kementerian Agama akan dapat didapatkan lebih baik.

Sungguh akan menjadi kebanggaan,  jika masalah PNBP NR bisa diperbaiki penerimaan dan penyerapannya, sehingga ke depan tidak akan ada lagi isu gratifikasi yang diidentifikasi dilakukan oleh para penghulu. Kita semua yakin bahwa hal ini bisa dilakukan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini