MEMBACA TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA (2)
MEMBACA TANTANGAN KEMENTERIAN AGAMA (2)
Sebagaimana tulisan kemarin, maka hari ini saya akan menguraikan kembali tentang tantangan Kementerian Agama. Kedua, tantangan kinerja aparat Kementerian Agama. Jika kita menggunakan ukuran kinerja aparat Kementerian Agama, yaitu Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), maka kita belumlah mencapai target memuaskan. Sebab LAKIP kita masih memiliki nilai CC dan itu sudah berlangsung selama empat tahun berturut-turut. Tahun lalu saya kira LAKIP Kementerian Agama sudah B tetapi ternyata belum.
Itulah sebabnya pada akhir-akhir ini kita sering melakukan pertemuan formal dengan Kementerian PAN & RB dalam rangka untuk mencermati mengapa LAKIP Kementerian Agama masih berstatus seperti itu. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Tim Kemenpan & RB., maka di antara yang masih memerlukan penyempurnaan adalah mengenai keterkaitan antara RPJMN, Renstra, Program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Masih ada kesenjangan di antara hal-hal tersebut.
Kementerian Agama memiliki banyak program sebagaimana tupoksi kementerian ini. Program tersebut seharusnya dikaitkan dengan visi dan misi Kementerian Agama. Visi Kementerian Agama meliputi: Meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan beragama, Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama, Meningkatkan Kualitas pendidikan agama dan keagamaan, Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, dan meningkatkan kualitas manajemen dan tata kelola.
Oleh karena semua aparat Kementerian Agama harus mewujudkan program-program tersebut dalam kegiatan-kegiatan di lapangan. Hanya sayangnya bahwa kebanyakan program Kementerian Agama adalah untuk memperkuat Rencana Kerja Pemerintah (RKP), sehingga program-program Rencana Kerja Kementerian hanya memperoleh porsi anggaran yang sangat sedikit. Selain kendala ini tentu adalah belanja pegawai yang angkanya cukup besar, sebab mengambil porsi lebih dari 50 persen. Karena itu, maka sebagian besar anggaran kita adalah untuk RKP dan pemenuhan gaji dan tunjangan kinerja pegawai. Itulah sebabnya visi Kementerian Agama dalam banyak hal tidaklah memperoleh dukungan anggaran. Jika mengambil contoh untuk anggaran pendidikan di Kementerian Agama, maka dapat diketahui bahwa yang paling banyak adalah untuk mendukung RKP wajar pendidikan 12 tahun dalam segala aspeknya.
Sisi lain yang perlu untuk ditingkatkan adalah tentang kinerja aparat Kementerian Agama. Dengan tunjangan kinerja sebesar 40 persen, maka sebenarnya yang menjadi focus kinerja adalah pada dimensi kehadiran atau presensi. Makanya ke depan harus ditingkatkan kualitas aparat melalui penilaian kinerja yang sebenarnya. Yaitu dengan melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap SKP, Pakta Integritas, dan performance kinerjanya sendiri. Jika mengacu pada banyaknya jam kerja ASN di Indonesia, sebenarnya kalah jauh dibanding Jepang dan Korea Selatan. Jepang dengan 48 jam per pekan, sedangkan Korea Selatan 52 jam perminggu. Sedangkan ASN di Indonesia hanya 37,5 jam perminggu. Oleh karena itu, tingkat produktivitas kerja kita juga sangat jauh dibanding dengan dua negara tersebut. Reformasi birokrasi hakikatnya adalah upaya untuk peningkatan performance kinerja ASN agar tujuan birokrasi yaitu untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat akan dapat dicapai.
Reformasi birokrasi sesungguhnya merupakan upaya untuk mengubah mindset ASN yang bercorak business as usual. Melalui program reformasi birokrasi yang salah satunya adalah pemberian tunjangan kinerja, pada hakikatnya adalah sebuah solusi bagi ASN agar kinerjanya meningkat.
Di antara indicator keberhasilan reformasi birokrasi adalah jika performance anggaran dan kinerja makin berkorelasi. Misalnya, dengan kenaikan belanja pegawai yang terkait dengan pembayaran tunjangan kinerja, maka tampilan kinerja ASN juga makin baik. Dengan demikian, para ASN diharapkan mengubah mindsetnya agar berkinerja baik dan terus meningkat,
Birokrasi Kementerian Agama harus makin efektif dan efisien. Untuk kepentingan membangun efektivitas dan efisiensi birokrasi maka ukuran yang sangat realistis adalah melalui pemenuhan terhadap Standart Operation Procedure (SOP) dan Standart Pelayanan Minimal (SPM). Pertanyaan dasarnya adalah seberapa pemenuhan SOP dan SPM bisa dipenuhi oleh ASN Kementerian Agama. Jika makin tinggi pemenuhan SOP dan SPM oleh ASN Kementerian Agama, maka semakin berkualitas kinerjanya dan akan berakibat pada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan ASN Kementerian Agama.
Wallahu a’lam bi alshawab.