• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HAKIKAT PENGEMBANGAN MADIN

 Madrasah Diniyah (Madin) merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem pendidikan madrasi yang mulai berkembang di tahun 60-an. Sebelumnya, banyak pesantren yang melakukan pembelajaran melalui sistem tradisional seperti wetonan, sorogan dan bandongan. Sistem ini merupakan sistem asli dalam pembelajaran di pondok pesantren. Baru ketika pesantren menerimna sistem baru pembelajaran yang bercorak klasikal, maka sistem ini kemudian menjadi penting. Sistem klasikal yang memasuki dunia pesantren, sesungguhnya kemudian mereduksi tingkat pengetahuan keagamaan yang selama ini menjadi andalan pesantren. Makanya kemudian muncullah alternatif untuk melakukan penambahan sistem pendidikan baru yang kemudian disebut Madrasah Diniyah (Madin).

Pesantren semenjak semula memang didesain untuk pendalaman keagamaan. Di sinilah kemudian dikaji seluk beluk ilmu agama, baik ilmu alat seperti nahwu, shorof, balaghah, dan sebagainya sehingga nama-nama kitab seperti Imrithi, Jurumiyah, Nahwul Wadhih dan Alfiyah menjadi masyhur di dunia pesantren. Demikian juga kitab-kitab fiqih seperti Fathul Mu’in,  Ianatut Thalibin, Taqrib, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Iqna’, Minhajut Thalibin, Minhajut Thullab, Fathul Wahab, Safinah, Sulam Taufiq, Mabadi’ Fiqhiyah dan sebagainya. Demikian pula kitab tafsir dan hadits serta kitab-kitab ilmu kalam lainnya.

Melalui perubahan yang sangat signifikan di dunia pesantren, yaitu masuknya sistem madrasi atau klasikal yang diikuti dengan masuknya kurikulum pendidikan berbasis sekolah, maka secara pasti akan mengurangi porsi pembelajaran pendidikan agama secara signifikan. Akibatnya lulusan pesantren menjadi tereduksi secara tidak langsung dalam ilmu keagamaannya. Meskipun tidak semuanya tetapi secara umum ternyata sistem klasikal yang menghadirkan pendidikan umum membawa dampak kurang menggembirakan bagi kualitas pengetahuan keagamaan alumni pesantren.

Menghadapi realitas perubahan tersebut maka pesantren kemudian melakukan inovasi sistem pendidikan diniyah yang seluruh kurikulumnya didesain untuk pendalaman agama. Kebanyakan guru-gurunya adalah alumni pesantren yang keilmuann agamanya sangat mumpuni. Namun demikian kebanyakan mereka tidak memiliki basis metodologi pengajaran. Yang dilakukan dalam  pengajaran di madin adalah apa yang dahulu pernah diperoleh dari para gurunya. Di dunia modern ini tentu saja tuntutan orang untuk belahar lebih cepat akan terus mengedepan. Padahal metode yang dikembangkan oleh para guru di masa lalu tersebut, kiranya cocok jika para murid atau santri memiliki waktu yang cukup lama untuk belajar. Di tengah tuntutan perubahan dari stakeholder pendidikan keagamaan tersebut, maka perubahan metode mengajar pun harus menjadi prioritas.

Perubahan memang kata yang paling sakti dalam jagat kehidupan manusia. Makanya dunia pesantren pun harus berubah. Yang dibidik dalam perubahan di pesantren adalah metodologi mengajar bagi madrasah diniyah. Sebagaimana teori pendidikan pada umumnya, bahwa guru adalah kata kunci di dalam proses pembelajaran. Jika gurunya bagus maka akan diperoleh out put pendidikan yang bagus. Makanya di tengah tuntutan waktu yang semakin singkat, kelangkaan metode pembelajaran yang efektif dan efisien dan kualitas guru yang perlu peningkatan, maka pemberian tambahan pendidikan formal bagi para guru merupakan tuntutan yang tidak bisa diabaikan.

Di dalam kerangka ini, maka upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendidik para guru Madin, agar mereka memiliki kemampuan metodologis yang andal patut memperoleh apresiasi yang sangat tinggi. Melalui kemampuan metodologis yang andal, maka diharapkan siswa/santri  Madin akan dapat menguasai materi pendidikan jauh lebih cepat. Melalui varian pembelajaran, maka siswa atau santri akan dapat menyerap materi pendidikan jauh lebih efektif.

Seperti yang dinyatakan oleh Pak De Karwo, Gubernur Jawa Timur, dalam peresmian dan penandatanganan MoU dengan Koordinator Koordinatorat Perguruan Tinggi Islam (Kopertais) Wilayah IV dan Rektor IAIN Sunan Ampel serta 34 Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS), tanggal 13 Oktober 2009,  beliau menyatakan bahwa untuk sementara stop dulu pembangunan fisik, rehabilitasi fisik pendidikan keagamaan dan pengembangan sarana prasarana pendidikan. Yang harus diprioritaskan adalah pengembangan SDM yaitu peningkatan kemampuan para guru madrasah melalui pendidikan formal setara Strata satu (S1).  Jika nanti pengembangan kemampuan para guru sudah baik, maka berikutnya akan ditingkatkan kemampuan fisik kelembagaannya.

Menilik terhadap komitmen Gubernur Jawa Timur ini, maka ada secercah harapan bahwa para guru madin akan memiliki kemampuan metodologis sebagai persyaratan guru profesional. Melalui program ini, tentu semuanya bisa berharap bahwa guru madin akan dapat membawa para muridnya untuk menggapai program pembelajaran setarap lebih baik.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini