MEMBANGUN INTEGRITAS
MEMBANGUN INTEGRITAS
Kementerian Agama sering diidentikkan dengan Kementerian yang tidak hanya mengurus persoalan duniawi belaka tetapi juga mengurus persoalan keakheratan. Kementerian Agama memanggul tugas yang sangat mendasar sebagai kementerian yang bergelut dengan religiositas, spiritiualitas dan juga moralitas. Jika kementerian lain hanya berurusan dengan urusan yang profane saja, maka Kementerian Agama mengurus urusan profane dan juga mengurus persoalan sacral. Agama sering dikaitkan dengan sesuatu yang sacral.
Sebagaimana diketahui bahwa negara ini—terutama di tangan para founding fathers—di masa lalu memang memilih relasi agama dan negara dalam coraknya yang simbiosis mutualisme. Agama dan Negara saling membutuhkan. Itulah sebabnya maka agama tidak hanya menjadi urusan private, akan tetapi sungguh-sungguh menjadi urusan public. Dalam kata lain disebut sebagai public religion. Dengan posisi agama sebagai public religion, maka peran Kementerian Agama menjadi sangat strategis.
Kementerian Agama memang memanggul tugas yang sangat mulia bagi bangsa ini, yaitu sebagai institusi penyangga religiositas, spiritualitas dan moralitas bangsa. Jika dilihat dari visi Kementerian Agama adalah untuk mengembangkan peningkatan kualitas kehidupan keberagamaan, kerukunan beragama, pendidikan agama dan keagamaan serta pengembangan tata kelola institusi, maka jelaslah bahwa tugas Kementerian Agama tentunya sangat strategis. Itulah sebabnya, keberadaan Kementerian Agama akan sangat menentukan arah ke depan di dalam membangun bangsa yang utuh, material-fisikal dan immaterial-spiritual.
Di dalam konsep sebagai pengemban misi profetik tersebut, maka Kementerian Agama dituntut oleh public untuk menjadi institusi negara dan dengan segenap aparatnya untuk berbuat yang lebih baik dalam berbagai aspek dan dimensinya. Integritas lalu menjadi kata kunci Kementerian Agama di dalam menjalankan seluruh misi kementerian ini.
Untuk membangun integritas aparat Kementerian Agama tentu menjadi kewajiban dari seluruh jajaran ASN pada Kementerian Agama baik pada level pejabat structural maupun fungsional. Tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri saja, tetapi juga secara kolektif kolegial. Di dalam kerangka ini, maka Kementerian Agama dapat menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membangun dan mengembangkan tunas integritas yang dimulai dari atas. Makanya, pejabat eselon dua yang menjadi kunci berbagai kegiatan dalam semua apseknya haruslah menjadi motor bagi pengembangan tunas integritas tersebut.
Beberapa hari yang lalu, tepatnya di Hotel Marbela, kawasan Dago Bandung (29/08/2015-02/09/2015) diselenggarakan acara Training of Trainers (ToT) para pejabat eselon dua Kementerian Agama yang diinisiasi oleh Biro Organisasi dan Tata Kelola (ortala). Di dalam kesempatan memberikan sambutan saya sampaikan tiga hal mendasar terkait dengan mengapa perlu ToT bagi para pejabat structural Kementerian Agama ini.
Pertama, bahwa integritas adalah kata kunci untuk membangun Kementerian Agama yang berwibawa dan dipercaya oleh public. Tanpa integritas ini, maka jangan pernah diharapkan akan muncul trust dari masyarakat mengenai peran Kementerian Agama di tengah masyarakat luas. Proposisinya menyatakan bahwa semakin besar dan kuat integritas tersebut terdapat di dalam Kementerian Agama, maka akan semakin besar pula kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan berbagai urusan public di dalamnya.
Kedua, ada empat hal yang menjadi makna dari pelaksanaan ToT terkait dengan pengembangan tunas integritas ini, yaitu: 1) sebagai penyebar (komunikator) integritas di tengah jajaran komunitas Kementerian Agama. Mereka yang ditraining diharapkan akan dapat menjadi penyebar Gerakan Anti KKN di dalam diri birokrasi Kementerian Agama maupun bagi masyarakat luas. 2) sebagai penggerak (motor dan dinamisator) bagi terciptanya integritas di dalam Zona Integritas (ZI) untuk menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dalam kerangka menciptakan Wilayah Birokrasi Yang Bersih dan Melayani (WBBM). Kementerian Agama sudah melakukan berbagai upaya dengan mengembangkan percontohan tentang instansi atau Satuan Kerja (satker) yang diharapkan menjadi motor untuk Gerakan Anti Korupsi. Terdapat sebanyak 117 satker di seluruh Indonesia yang dijadikan sebagai pilot project bagi gerakan ini. 3) sebagai evaluator, pemonitor dan coordinator bagi terselenggaranya Zona Integritas dengan bekerja sama dengan berbagai organisasi maupun kementerian/lembaga untuk terselenggaranya Gerakan Anti Korupsi ini. Makanya, Kementerian Agama haruslah menjadi mitra KPK di dalam gerakan untuk memberantas KKN yang cenderung makin menguat akhir-akhir ini. 4) sebagai role model bagi Gerakan Anti Korupsi. Mereka yang ditraining diharapkan dapat menjadi imam bagi Gerakan Indonesia Bersih dari KKN.
Ketiga, sebagai wujud nyata pergerakan membangun ZI menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), maka sudah dilakukan berbagai upaya, misalnya dengan terbitnya berbagai aturan atau PMA yang secara khusus diperlukan untuk mengembangkan gerakan ini. Misalnya dengan diterbitkannya PMA No. 24/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi dan sudah disosialisasikan tentang upaya membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) dan juga ToT Tunas Integritas yang dilakukan secara berjenjang. Upaya untuk menerbitkan PMA tentang Whistle Blowing System sebagai kerangka regulasi untuk mengatur tentang bagaimana system pelaporan mengenai penyalahgunaan wewenang, dan tindakan koruptif, kolutif dan nepotisme, dan juga KMA No. 126/2015 tentang Laporan Harta Kekayaan Aparat Sipil Negara (LKHASN). Melalui pelaporan harta kekayaan para pejabat negara ini, maka akan dapat diketahui kewajaran harta kekayaan yang dimiliki oleh aparat sipil negara, sehingga akan dapat menjadi takaran bagi berkurangnya tindakan koruptif.
Melalui berbagai upaya ini, maka ada satu hal yang sangat penting ingin dicapai adalah terciptanya iklim birokrasi yang bersih dan anti KKN, sehingga ke depan akan muncul trsust dari masyarakat akan peran dan fungsi Kementerian Agama yang makin baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.