KUALITAS PENDIDIKAN KITA
KUALITAS PENDIDIKAN KITA
Kita sesungguhnya belumlah bisa sepenuhnya bergembira disebabkan oleh kualitas pendidikan Indonesia yang masih belum mencapai tujuan ideal untuk ukuran besarnya dukungan pemerintah untuk pembangunan pendidikan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa upaya pemerintah untuk mengembangkan pendidikan saya kira cukup signifikan, terutama semenjak dicanangkan program peningkatan kualitas guru dengan segenap kegiatannya. Bahkan dianggap bahwa pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen adalah silent revolution terkait dengan perlunya pengembangan SDM Indonesia.
Di antara yang sangat mendasar adalah dengan dicanangkannya penganggaran dan pembayaran tunjangan profesi guru dan dosen dalam kurun 10 tahun yang lalu. Mestinya dengan peningkatan kualitas guru melalui peningkatan kesejahteraannya, maka sejumlah pengaruh signifikan seharusnya bisa diperoleh.
Selain itu juga peningkatan kualitas guru melalui program pendidikan lanjut atau penyetaraan pendidikan. Perlu diketahui bahwa guru akan bisa memperoleh tunjangan profesi kalau yang bersangkutan telah memenuhi pendidikan minimal strata satu. Jadi, sesungguhnya pemberian tunjangan profesi guru dan dosen juga berimplikasi terhadap peningkatan kualitas guru dan dosen.
Namun demikian, ternyata bahwa pengarusutamaan guru saja belumlah bisa menjadi pengungkit kualitas pendidikan. Memang berdasarkan ukuran Education Development Index, bahwa ada empat ukuran untuk menentukan kualitas pengembangan pendidikan, yaitu: akses, guru, infrastruktur dan out come pendidikan. Jadi jika ingin mengungkit peningkatan kualitas pendidikan, maka empat hal ini harus menjadi prioritas untuk didongkrak ke atas.
Dalam 10 tahun terakhir, sesungguhnya pemerintah telah membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dengan titik tekan pada tiga hal, yaitu: perluasan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu dan daya saing serta penataan managemen/tata kelola. Tentu meskipun sedikit pastilah bahwa program pemerintah terkait dengan tiga hal ini pastilah memiliki sejumlah pengaruh. Rasanya juga tidak adil jika kita menyatakan bahwa melalui program-program tersebut lalu sama sekali tidak ada pengaruhnya.
Program perluasan akses dan pemerataan pendidikan saya kira telah memiliki sejumlah pengaruh misalnya keberhasilan program wajib belajar sembilan tahun. Lalu sekarang sudah dikembangkan wajib belajar 12 tahun pada era Kabinet Kerja atau program Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada era Kabinet Indonesia Bersatu. Keberhasilan program ini tentu menjadi pengungkit penting mengenai perluasan akses, sehingga sudah dipastikan bahwa anak-anak usia pendidikan dasar mesti sudah belajar di Sekolah Dasar dan SMP atau Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Sementara anak usia pendidikan menengah juga akan dipastikan sudah sekolah di SMA dan SMK atau Madrasah Aliyah.
Kualitas pendidikan Indonesia dalam tahun-tahun terakhir belumlah bergerak dari peringkat 69 dunia. Berdasarkan perhitungan Education Development Index (EDI) yang bergerak di bidang Education for All (EFA), maka posisi Indonesia berada di kelompok menengah dari 172 negara yang disurvey. Sementara Malaysia berada di peringkat 65 dunia. Jadi dapat dipastikan bahwa peringkat kualitas pendidikan Malaysia lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.
Memang harus diakui bahwa mengembangkan pendidikan di Indonesia memiliki kompleksitas yang lebih mendasar. Selain cakupan wilayahnya yang sangat luas, juga problem pendidikan antar wilayah juga sangat besar, serta adanya disparitas kualitas pendidikan antar wilayah yang sangat lebar. Makanya, membangun pendidikan Indonesia tentulah mengalami tingkat kerumitan lebih besar dibanding dengan membangun pendidikan di Malaysia, Singapura, Thailand atau bahkan Filipna.
Tentu bukan maksud saya untuk membela diri mengenai kualitas pendidikan Indonesia yang belum maksimal, tetapi hanya ingin memberikan gambaran bahwa meskipun upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan tersebut luar biasa, akan tetapi kehadiran variabel-variabel tantangan pendidikan itu haruslah diukur juga untuk menilai laju kemajuan pendidikan Indonesia.
Oleh karena itu, sebaiknya memang segenap pemangku kepentingan pendidikan Indonesia, baik di pusat maupun di daerah haruslah terus menerus berupaya untuk peningkatan kualitas pendidikan ini agar rangkingnya makin menanjak naik dan bukan semakin turun. Anggaran pendidikan yang cukup besar baik yang dikonsentrasikan di pusat maupun daerah haruslah digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan membangun kualitas pendidikan.
Dengan demikian, haruslah ada linearitas antara program pendidikan di pusat, daerah dan juga lembaga-lembaga pendidikan, sehingga ke depan akan dapat dilihat peningkatan rangking pendidikan Indonesia di tengah persaingan atau kompetisi yang makin kompleks.
Wallahu a’’lam bi al shawab.